Loading...
Logo TinLit
Read Story - Game Z
MENU
About Us  

Kami semua sudah keluar dengan keadaannya masing-masing. Kulihat wajah Denayla pucat pasi, Kak Dian yang beribawa kini berubah menjadi seseorang tentara yang ketakutan, apalagi Kak Mila. Anehnya, Arya hanya terdiam saja. Hanya melihat jalanan yang kini kosong.

Ku lihat sekeliling. Keadaan masih malam dan mencekam. Sepi. Angin malam mengelus-ngelus wajahku. Kakiku pun tidak luput oleh elusan dan endusan angin itu. Oh, ini nyaman sekali. 

Karena aku amatir sekali tentang ibukota jadinya aku hanya salah satu orang asing yang menyasar masuk kedalam orang pribumi ibukota. Untung teman-teman baruku tidak rasis. Oh, syukurlah.

Kemudian, aku mulai jalan dengan arahan Kak Dian. 

Kami mulai melangkah menuju pertigaan didepan. Disana ada ada minimarket yang tidak besar juga dan tidak kecil juga. Kami semua cepat-cepat mengambil semua yang aku butuhkan dan memasukkannya kedalam ransel sekolahku untuk perbekalan.

Lalu, kami melakukan perjalanan kembali. Setelah pertigaan kami diarahkan untuk terus melaju sampai ada gedung menjulang tinggi. Karena penerangan kami hanya mengandalkan senter, jadinya kami hanya melihat seberapa tinggi gedung tersebut.

Kami sampai di gedung tersebut. Lalu Kak Dian mengarahkan kembali untuk berjalan lurus sampai satu kilometer. Di pertengahan perjalanan, kami duduk terlebih dahulu di trotoar.

Kami semua duduk. Arya mendekatiku, “Lelah?” 

Aku mengangguk.

Kemudian kulihat Denayla yang sedang duduk menyelonjorkan kaki. Dari mukanya, kulihat ia Nampak sedih. Tapi, aku tidak tahu sedih karena apa.

“Mau minum?” sembari menyodorkan waterdrink. 

“Udah kok… aku udah ambil,” mataku sambil melirik kearah Kak Dian yang sedang duduk mesra dengan Kak Mila.

“Ok,” kemudian ia menunjuk langit, “bagus yah… bintangnya?” 

“Eh? Iya…” 

“Bulannya kemana?” tanyanya yang membuat hatiku merasakan ada sesuatu yang aneh.

“Entahlah,” aduh… Kok rasanya menjadi-jadi sih?

“Itu karena bulan tidak pernah membenci bintang.”

Aku hanya terdiam. Dan melihat wajahnya yang putih. Oh, Arya. Sebenarnya aku benci kamu. Tapi, entah kenapa, ada sesuatu yang aneh jika aku mendengar dan melihatmu.

“Bulan tidak akan pernah membenci bintang. Mereka sudah berdamai. Dan terkadang, bulan pun selalu bersama bulan dikala rindu. Dan, aku disini sedang rindu. Rindu dengan seseorang,” jelasnya dengan senyum dan lesung pipitnya.

“Siapa?” jawab aku spontan.

“Kamu,” jawabnya langsung.

Aku menutup mulut. Tidak percaya apa yang dikatakan Arya. Jantungku langsung berdegub kencang tidak terkendali.

“Dan aku selalu merindukanmu. Di manapun dan kapanpun. Jadi, aku mohon, mau kah kita berdamai seperti bintang dan bulan? Karena aku hanya punya satu pernyataan bahwa aku merindukanmu.”

Deg… pipiku memerah. Jantungku rasanya mau salto. Itukah Arya yang sebenarnya? Oh… Aku mulai menyukainya.

“Iya. Kita berdamai,” jawab aku dengan melepaskan tanganku dimulutku.

“Jadi… Boleh kan… aku merindukanmu?” tanyanya yang sekarang aku berhadap-hadapan.

“Silakan kalau bisa,” jawab aku seperti anak-anak.

“Bisa dong. Mau?” tanyanya.

“Gimana?” tanya aku semakin penasaran.

Arya langsung mendekapku dan memelukku. Apa? Arya memelukku? Dalam dekapannya, jantungku berdebar-debar hebat, pipiku memanas, dan senyumanku mengembang begitu lebar. Oh, Arya… Kamu adalah orang yang kubenci, tetapi mengapa menjadi seperti ini? 

Arya melepaskan pelukannya, “Bener kan… aku merindukanmu?”

Aku mengangguk.

“Jangan malu… Nanti pipinya merah lho…”

“Eh?”

Pipiku bertambah merah.

“Itu… pipimu merah. Jangan malu yah… Nanti kamu nambah cantik,” sahutnya dengan merayu.

“Apa sih…” aku menyikut lengan Arya.

“Ekhm…” suara dehaman itu datang dibelakangku.

“Eh… Kak?” tanya aku kikuk.

“Kalau pacaran itu terus terang saja. Jangan gombal bintang dan bulan dong. Kamu suka kan Mita?” rayu Kak Dian kepadaku.

“Eh… enggak kok,” jawab aku seperti orang bodoh.

“Doakan saja mudah-mudahan pacaran kak,” sahut Arya dengan senyuman manisnya.

“Apa sih...,” aku menyikut lengan Arya.

“Aamiin...,” ujar Kak Dian dan Kak Mita.

Aku menunduk malu karena untuk menutupi wajahku yang merah padam. Oh, ini rumit sekali.

Ku dongakkan kepalaku dan mengedarkan pandang. Ku lihat Denayla sedang duduk menjauh dari kelompok kami. Ada apa dia?

Ku biarkan Arya dan Kak Dian berbincang-bincang. 

Aku duduk disamping Denayla, “Kenapa? Masih shock?”

Ia hanya diam. 

“Den…?” tanya aku. Sekarang aku khawatir.

“Den…?” aku benar-benar khawatir.

“Aku baik-baik saja. I’m fine okay? Not sick. Not Shock. Please… From now on, don’t worry about me. Karena aku sekarang sudah sehat. Aku sudah dewasa. Dan sudah mandiri,” hanya itu jawabannya. Ia pun menjawabnya dengan wajah lesu, tidak bersemangat, dan senyum yang dipaksakan.

“Tapi kan…” 

Percakapanku terpotong akibat suara auman keras dan kencang dari arah kiriku. Aku terkejut dan mulai beranjak berdiri. Suara apakah itu?

Aku mendekat kearah Kak Dian. Kak Dian mengedarkan senternya kemana-mana. 

“Kak suara apakah itu tadi?” tanyaku.

Kak Dian menggeleng dan fokus terhadap senter itu.

Lalu. Ada zombie yang daing dari kanan. Jumlahnya ribuan. Jalannya gontai. Dengan suara raungan. Ia menjadi lebih seram. Apalagi penampilannya. Sudah barang tentu jelek bin seram.

Kemudian kami semua lari mengikuti Kak Dian. Kami terus berjalan lurus. Sesekali Kak Dian berbalik badan untuk melemparkan lightsabernya. Kadang terkena tiga atau lima zombie sekaligus. Tapi, lumayan lah buat memperpanjang waktu.

Kami terus berlari. Keringat kami beradu dengan dinginnya malam. Sumpah! Ini ngilu sekali. Napas kami menderu-deru. Antara semangat dan wajah baru bangun tidur menambah betapa kumalnya kita ini.

Kulihat Denayla dengan berlari tergopoh-gopoh. Jauh dibelakang kami. Aku mengajaknya untuk digendong bersama Arya. Ia menerima. Lalu dengan kekuatan ototnya, Arya menggendong Denayla dengan sangat cepat. 

Kak Dian terus menghunus lightsabernya ke zombie-zombie itu.

Sudah seperampat jam kami berlari dan kita sampai ke tempat tujuan kami. IEU. Ah… akhirnya.

Ditambah lagi zombie itu kini sudah tertinggal jauh. Jauh sekali.

“Kita masuk lewat lobby,” teriak Kak Dian.

Kami semua berlari sangat cepat sekali. Ditambah napas yang menderu-deru. Oh… ini hebat sekali. Aku kini menjadi orang marathon.

Kami lalu masuk ke IEU. Oh, Tuhan. Menggunakan senter yang kita curi dari minimarket. IEU ini hancur sekali. Aku tahu. Ini pusat penyebarannya. 

Lalu kami terduduk di lantai lobby. Kita akan meeting bagaimana cara membuat plan A rampung. 

Kami semua terengah-engah. Dengan sisa tenaga yang ada. Kita semua angkat tenaga.

“Jadi. Gimana? Kita mau apa?” tanya aku setelah meminum dua puluh lima waterdrink.

“Kamu sama kakak yah Mita. Sisanya dijaga sama Arya. Soalnya kamu katanya pintar dibagian kelistrikan. Dan kamu adalah delegasinya. Asik… Baku banget yah…?” jawab Kak Dian dengan becandaan yang receh bin garing.

“Loh. Kakak tahu darimana?”

“Arya.”

Lah… kok Arya bisa tahu?”

“Tapi… Kenapa enggak sama Arya aja? Arya juga bisa kali tentang kelistrikan?” tanyaku heran.

“Terima saja Ta,” sahut Denayla disampingku.

“Ok lah.”

Ok. Aku akan berkeliling IEU.

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Half Moon
1148      628     1     
Mystery
Pada saat mata kita terpejam Pada saat cahaya mulai padam Apakah kita masih bisa melihat? Apakah kita masih bisa mengungkapkan misteri-misteri yang terus menghantui? Hantu itu terus mengusikku. Bahkan saat aku tidak mendengar apapun. Aku kambuh dan darah mengucur dari telingaku. Tapi hantu itu tidak mau berhenti menggangguku. Dalam buku paranormal dan film-film horor mereka akan mengatakan ...
Bersua di Ayat 30 An-Nur
928      457     3     
Romance
Perjalanan hidup seorang wanita muslimah yang penuh liku-liku tantangan hidup yang tidak tahu kapan berakhir. Beberapa kali keimanannya di uji ketaqwaannya berdiri diantara kedengkian. Angin panas yang memaksa membuka kain cadarnya. Bagaimana jika seorang muslimah seperti Hawna yang sangat menjaga kehormatanya bertemu dengan pria seperti David yang notabenenya nakal, pemabuk, pezina, dan jauh...
#SedikitCemasBanyakRindunya
3278      1204     0     
Romance
Sebuah novel fiksi yang terinspirasi dari 4 lagu band "Payung Teduh"; Menuju Senja, Perempuan Yang Sedang dalam Pelukan, Resah dan Berdua Saja.
simbiosis Mutualisme seri 2
8554      1962     2     
Humor
Hari-hari Deni kembali ceria setelah mengetahui bahwa Dokter Meyda belum menikah, tetapi berita pernikahan yang sempat membuat Deni patah hati itu adalah pernikahan adik Dokter Meyda. Hingga Deni berkenalan dengan Kak Fifi, teman Dokter Meyda yang membuat kegiatan Bagi-bagi ilmu gratis di setiap libur panjang bersama ketiga temannya yang masih kuliah. Akhirnya Deni menawarkan diri membantu dalam ...
Blue Rose
293      242     1     
Romance
Selly Anandita mengambil resiko terlalu besar dengan mencintai Rey Atmaja. Faktanya jalinan kasih tidak bisa bertahan di atas pondasi kebohongan. "Mungkin selamanya kamu akan menganggapku buruk. Menjadi orang yang tak pantas kamu kenang. Tapi rasaku tak pernah berbohong." -Selly Anandita "Kamu seperti mawar biru, terlalu banyak menyimpan misteri. Nyatanya mendapatkan membuat ...
The World Between Us
2371      1025     0     
Romance
Raka Nuraga cowok nakal yang hidupnya terganggu dengan kedatangan Sabrina seseorang wanita yang jauh berbeda dengannya. Ibarat mereka hidup di dua dunia yang berbeda. "Tapi ka, dunia kita beda gue takut lo gak bisa beradaptasi sama dunia gue" "gue bakal usaha adaptasi!, berubah! biar bisa masuk kedunia lo." "Emang lo bisa ?" "Kan lo bilang gaada yang gabis...
Trip
936      476     1     
Fantasy
Sebuah liburan idealnya dengan bersantai, bersenang-senang. Lalu apa yang sedang aku lakukan sekarang? Berlari dan ketakutan. Apa itu juga bagian dari liburan?
The Alter Ego of The Ocean
535      373     0     
Short Story
\"She always thought that the world is a big fat unsolved puzzles, little did she knew that he thought its not the world\'s puzzles that is uncrackable. It\'s hers.\" Wolfgang Klein just got his novel adapted for a hyped, anticipated upcoming movie. But, it wasn\'t the hype that made him sweats...
Cinta di Sepertiga Malam Terakhir
6980      1608     1     
Romance
Seorang wanita berdarah Sunda memiliki wajah yang memikat siapapun yang melihatnya. Ia harus menerima banyak kenyataan yang mau tak mau harus diterimanya. Mulai dari pesantren, pengorbanan, dan lain hal tak terduga lainnya. Banyak pria yang datang melamarnya, namun semuanya ditolak. Bukan karena ia penyuka sesama jenis! Tetapi karena ia sedang menunggu orang yang namanya sudah terlukis indah diha...
Nafas Mimpi yang Nyata
282      228     0     
Romance
Keinginan yang dulu hanya sebatas mimpi. Berusaha semaksimal mungkin untuk mengejar mimpi. Dan akhirnya mimpi yang diinginkan menjadi nyata. Karna dengan Usaha dan Berdoa semua yang diinginkan akan tercapai.