Pagi ini, pertama kali aku sekolah. Aku tidak sabar. Entah kenapa aku semangat sekali sekolah, padahal dari dulu yang aku ingin adalah tidak ingin sekolah.
Aku sarapan dirumah Denayla dengan nasi goreng yang biasa. Dan berangkat menggunakan portal. Cara kerja portal itu, kita harus menggunakan sebuah cincin, lalu menyebutkan tempat yang akan kita tuju dan memutarkan tangan kita seperti tokoh doctor strange. Wush! Portal itu terbentuk. Berwarna biru dan dalamnya adalah sekolahku.
Aku masuk kedalamnya, dan ya, sudah sampai dengan tepat waktu.
“Ta, langsung ke lapangan saja yuk,” ajak Denayla.
Aku mengangguk.
Sesampai di lapangan aku ikut barisan perempuan. Dan aku melihat guru sedang sibuk menggeser tabletnya untuk sambutan anak-anak baru seperti aku. Setelah selesai, ada arahan dari ketua OSIS.
Mau tahu siapa ketuanya? Itu adalah Arya. Oh, aku langsung senyum-senyum sendiri.
“Eh, kamu kenapa senyum-senyum sendiri?” tanya Denayla disebelahku.
Aku menoleh ke Denayla, “Eh, enggak kok.”
“Itu laki-laki yang kamu temui di kapsul?” tanya Denayla.
Aku mengangguk.
“Ganteng yah…,” sahut aku spontan.
“Kamu suka yah?”
“Enggak, enggak,” jawab dengan canggung.
“Ah, suka juga.”
“Gini deh, pertama. Aku tidak suka sama dia pada pertemuan di kapsul itu. Kedua, kan dia tampan, sudah barang tentu dia punya banyak pacar. Ketiga, aku tidak suka pacaran,” jawab dengan satu tarikan napas.
“Cie. Yang suka sama ketua OSIS,” jawaban yang tidak dirindukan.
“Diam yah. Aku tidak mau mendengarkan perkataan jijik dari mulutmu itu lagi.”
“Iya deh, yang lagi jatuh cinta.”
Aku menepuk jidat.
Kemudian para siswa diarahkan ke kelas masing-masing. Dan aku bersyukur satu kelas dengan Denayla. Aku sangat bersyukur sekali.
Lalu saat hendak ingin ke kelas, aku ingin buang air kencing.
Aku meninggalkan Denayla, dan menuju toilet. Tempatnya tidak jauh, dari tempatku tadi. Dan haru melewati sedikit lorong.
Aku lupa mengikat tali sepatu. Dan pada saat itu juga, tali sepatu itu terinjak oleh kaki kanan yang membuatku jatuh. Anehnya, aku tidak jatuh. Ada seseorang yang memegangku dari belakang.
Aku masih menutup mata, saat kubuka, ternyata itu adalah Arya. Lalu aku bangkit dari pegangannya. Dan kelakuanku harus profesional. Aku berhadapan dengan Arya untuk kedua kali.
“Kamu tidak apa-apa?” tanya Arya.
“Tidak, Arya.”
“Kamu mengenalku? Berarti kamu adalah?”
“Mita. Kita pernah bertemu di kapsul. Satu kursi denganku. Nomor B1612,” potong dengan nada yang aman, tenteram, dan bersahaja.
“Ah, iya. Aku lupa. Maaf.” Suaranya canggung.
Lalu, ia melihatku lama sekali. Tatapannya yang begitu aneh penuh arti. Mungkin durasinya satu menit. Aku sontak curiga dengan tatapannya. Aku takut kalau dia berbuat sesonoh kepadaku. Tanpa basa basi ku tampar pipinya dan membuyarkan lamunannya.
“Arya! Ternyata kamu laki-laki otak kotor yah?! Berani-beraninya kamu melakukan tindakan seperti ini,” Ucap aku dengan wajah yang mulai memanas.
Arya memegang pipinya dan mengeluh pelan, “Eh, tidak seperti itu.”
“Terus?!”
“Saya cuma ingin melewati toilet ini kok. Sudah hanya itu.”
“Tapi, tatapanmu itu yang membuatku curiga. Kamu mau melakukan pelecehan kan?”
“Eh, enggak kok. Aku Cuma lewat sini dan ingin ke kelas 9D.”
“Terserah!”
Lalu lengang sejenak.
“Ok. Gini deh. Siang ini mau tidak menemaniku ke mall buat minum cokelat panas mungkin?” ajak Arya yang membuatku mual.
“Ihhhh! Ogah banget. Masih sempat-sempatnya kamu modus lagi? Dasar laki-laki kegatelan.” Nadaku naik terus naik tak terkira.
“Itu sebagai permintaan maaf. Gimana?”
“Lihat saja nanti!” Aku langsung balik kanan dan meninggalkan Arya sendiri.
Arya berteriak sambil ada sedikit tertawa, “Eh, Mita! Tidak jadi ke toilet?”
“Bodo amat!” Jawab aku marah, sebal, aneh, dan ketus. Sungguh kombinasi yang tidak biadab.
Aku menuju Denayla yang sudah kesal. Dan aku pun sama.
“Kemana saja kamu?” tanya ia dengan kesal.
“Bertemu dengan ketua OSIS otak kotor.” jawab dengan kesal juga.
“Maksudnya?” tanya ia dengan dengan keheranan dan wajah yang sudah agak tenang.
“Iya. Tadi aku bertemu dengannya di toilet dan dia memandangiku selama satu menit. Ya iya aku curiga. Lalu aku tampar pipinya dengan segala kekuatan yang ada. Tapi anehnya dia malah mengajakku ke mall buat minum cokelat panas. Lucu tidak? Ih, aku sih ogah pake banget,” jelas aku dengan singkat, padat, dan jelas.
“Oh? Ketua OSIS itu? Jangan-jangan ketua OSIS itu menyukaimu.” rayu Denayla.
“Apaan sih,” seraya kusikut lengan Denayla.
“Baper yah?” semakin merayu.
“Apaan sih. Dia itu laki-laki otak kotor. Jahat dengan wanita!” Wajahku memanas. Karena malu dan lebih banyak marah.
“Terus mau ke mall?”
“Tidak! Sudah bulat. Tidak!”
“Tapi Arya tampan lho. Masa tidak mau tawarannya?”
“Tampan-tampan otak 21+. Sudahlah. Kita masuk saja ke kelas. Sebentar lagi akan masuk!!”
“Sabar dong. Kok tanda serunya sampai dua gitu?”
Ku tarik lengan Denayla dengan terpaksa. Oh, hari ini sungguh kacau sekali.
***
Masa orientasi siswa hari ini sudah selesai sampai jam sepuluh. Lalu aku menuju gerbang sekolah. Mengapa ada portal tetapi ada gerbang sekolah? Ok, gerbang sekolah, dipergunakan untuk tempat membuat atau menghilangkan portal setelah kita buka dari tempat awal. Dan itu adalah batas utama pembuka portal. Tidak boleh ada portal yang langsung menuju kelas.
Lalu, diluar gerbang sekolah juga ada jalan. Jalan seperti biasa. Hanya saja, kendaraan tidak menggunakan jalan tersebut. Tetapi melayang. Ya. Dimulai dari motor, mobil, bis, dan kendaraan lain, semuanya terbang.
Saat aku berjalan menuju gerbang sekolah, ada yang menepukku dari belakang.
Kutoleh, dan itu Arya. Ya Tuhan, ada apa dengan lelaki otak bobrok ini?
“Langsung?” tanya Arya dengan sedikit tersenyum.
“Ngapain kesini lagi?” tanyaku dengan nada ketus.
“Kan mau ke mall.”
“Eh, emang situ siapa? Sok kenal. Baru aja dua kali ketemu,” jawaban yang sangat tidak professional.
“Oh, Arya. Perkenalkan aku Denayla. Teman Mita. Silakan ambil saja Mita. Tidak apa-apa aku pulang sendiri. Dan Mita juga berubah pikiran untuk ikut kok. Iya kan Mita?” Denayla memotong pembicaraanku.
Arya membalasnya dengan mengangguk dan tersenyum.
“Eh, Den. Aku kan tidak mau ke mall sama Arya. Kan sudah dijelaskan bahwa Arya adalah lelaki hidung belang. Bahkan mungkin seluruhnya belang,” bisikku.
“Sudah tidak apa-apa. Duluan yah,” Denayla langsung pergi begitu saja.
“Jadi?” tanya Arya yang sedari tadi sudah berdiri terpaku.
Aku menghela napas, “Ok. Tapi, kalau kamu mau macam-macam denganku. Akan kulapor kamu ke pembina OSIS. Awas yah!”
“Iya deh.” Sahut Arya dengan tersenyum.
Dalam hati, aku memaki ditambah bedoa. Ya Allah, ampunilah aku. Memang aku banyak dosa, tapi jangan dipertemukan dengan orang seperti ini. Aku tidak kuat. Aku bersyukur ia tampan pake banget. Tapi otaknya gesrek dan terus menerus turun sampai basement! Atau bahkan sampai kerak bumi. Ya Allah tolonglah.
***
Aku lalu menaiki taksi online yang pada tahun 2016 sedang naik daun. Kunaiki mobil terbang tersebut dengan formasi, aku duduk didepan disamping Arya yang duduk didepan kemudi. Tenang kawan, mobil ini auto-pilot kok, dan republik indonesia sudah tahu jika ada anak muda menaiki taksi ini, tidak akan ditilang. Kok ribet yah?
Aku hanya terdiam dengan mulut yang semuanya tertarik kedepan. Oh, aku benci sekali dengan ketua OSIS ini.
“Hei! Diam saja kenapa? Masih marah?” tanya Arya pembuka topik pembicaraan.
Aku terdiam, dan mulutku kembali tertarik kedepan.
“Maaf deh. Saya janji tidak akan seperti ini lagi dengan tempo sesingkat-singkatnya.”
“Bisa diam tidak?!” wajahku merah padam.
“Cie, yang sedang marah. Aku semakin suka lho nantinya.”
“Maksudnya suka apaan sih?! Ngapain coba ngajak-ngajak saya. Padahal teman kamu kan banyak,” wajahku merah padam karena malu dan juga, marah.
“Ya memang dosa yah, kalau ketua OSIS ngajak temannya?” ia berkata sambil tersenyum.
“Ya masa dari segudang temanmu tidak ada yang bisa diajak main?”
Sekakmat!
“Kalau ingin sama kamu?” tanyanya semakin wajahku merah padam.
“Terserah!”
“Pakai sabuk pengamannya. Nanti jatuh.”
Aku hanya diam dan marah. Mengenakan sabuk pengaman dan terdiam kembali.
Lalu, mobil itu pun turun di trotoar jalan yang memang digunakan untuk landing mobil terbang seperti ini.
Aku turun bersama Arya. Uang ongkos, sudah dibayar dengan e-dompet. Sudah jangan banyak bertanya-tanya, lanjut baca!
Aku memasuki mall itu dan pergi ke cafe penjual coklat. Masih dalam keadaan marah, aku hanya terdiam.
Dan aku baru tahu, kalau mall zaman sekarang semua pelayannya, dari cleaning service, penjual toko, dan semuanya diatur oleh robot, dan bosnya adalah manusia itu sendiri.
Arya memesan dua coklat. Dan menunggu bersamaku di tempat duduk.
“Tempatnya nyaman juga yah?” tanya Arya.
Aku hanya diam.
“Masih marah?” tanya Arya.
Aku diam.
“Bisa tidak kamu satu kali mengucapkan kata?” rayu Arya
“Enggak. Tetap enggak. Titik!” nadaku naik.
“Ok.” wajah Arya menahan tawa.
Nih, orang kenapa sih? Baru ketemu saja tingkahnya sudah kayak gini. Sabar Mita. Sabar.
Pada akhirnya, minuman pun sampai diantar oleh robot.
Ku ambil dua minuman itu dan memberinya satu kepada Arya. Ia tersenyum melihatku lagi. Oh, Tuhan mengapa hari ini menjadi rumit sekali?
Cokelat ini rasanya nikmat sekali. Manis, pahit, dan ada rasa susu bercampur padu. Oh, ini nikmat sekali.
“Gimana rasanya?” tanya Arya.
“Enak,” jawab aku dengan ketus.
“Jadi bisa selalu menraktir kamu dong?”
“Apaan sih?!” jawab aku marah.
“Masih marah?”
Aku terdiam.
“Akhirnya kamu bisa damai denganku.”
“Apaan damai?! Eh, laki-laki gatal. Jangan coba-coba modus deh. Aku ini bersih. Jangan sok suci kayak gitu deh.”
Ia hanya tersenyum.
Emang yah, laki-laki ini otaknya gesrek. Dan ditambah otak 21+.
“Benci banget yah, sama saya?” tanyanya terkontrol dan seprofesional.
“Iya,” jawabku ketus.
“Benci banget?” tanyanya dengan nada merayu.
“Iya. Terus, kenapa harus aku sih yang minum cokelat nggak jelas kayak gini? Dan orang kita belum akrab juga,” jawab dengan satu tarikan napas.
“Ya sudah. Suatu hari nanti, pasti kamu akan tahu.”
Tuh, kan. Memang otak kakak kelas itu rata-rata gini yah. Miring semua.
“Sudah yuk, pulang!” ajak Arya.
“Ok,” seraya mengangguk dengan tidak ikhlas.
Aku keluar dari mall bersama Arya.
“Mau pulang memakai apa?” tanya Arya.
“Portal. Tadi aku dipinjamkan cincin portal oleh Denayla. Terima kasih sudah mentarktirku,” jawab dengan ketus lagi.
“Sama-sama,” ia membalas senyumanku.
Lalu aku julurkan jariku dan memutar-mutarnya sambil fokus untuk ke rumah Denayla. Portal pun terbentuk dan aku masuk.
Aku bisa membuat portal ini karena di Subang pun aku menggunakannya. Jika kalian ingin bertanya mengapa tidak memakai portal untuk ke ibukota? Jawabannya karena portal dibatasi hanya berjarak empat puluh lima kilometer. Sedangkan dari Subang ke ibukota? Jauh kan?
Pada akhirnya aku benci sekali dengan dia. Ada apa dengan dia? Sampai-sampai harus aku yang minum-minum cokelat nggak jelas kayak gitu.