Masih dengan suasana hujan, pagi ini Sinb seperti biasa memandangi hujan dengan ekspresi murungnya.
"Kenapa aku selalu membencimu? Aku tidak bisa bermain dengan mu sejak dulu bahkan sekarang aku semakin membencimu." Gumannya menengadahkan tangannya pada langit agar air hujan itu jatuh ditangannya.
"Apa yang kau lakukan disana?" Sinb hampir terjungkal dan akan basah oleh air hujan kalau saja sebuah tangan tidak menariknya.
"Mingyu..." Sinb memandang Mingyu dengan bingung.
"Wae? Apa kau terkejut aku ada disini?" Sinb menatapnya sebal sementara Mingyu nyengir kuda.
"Ini masih pagi dan kau ingin membuat ku kesal?" Duga Sinb dengan kirut di dahinya.
"Yak! Apa hanya itu yang ada di fikiranmu? Kau selalu saja berprasangka buruk tentang ku?" Mingyu mengacak rambut Sinb dengan gemas.
"Kim Mingyu!" Sinb protes sambil memejamkan matanya kesal.
"Berhenti kataku!" Namun bukan Mingyu namanya jika ia akan mendengarkan Sinb.
"YAK!" Kali ini Sinb berteriak dan Mingyu segera melepaskan tangannya dari rambut Sinb dan senyum itu masih saja terukir di bibirnya.
"Aku datang kemari untuk melihat keadaan mu." Katanya dengan serius. Mingyu duduk dengan santai di kursi teras rumah Yuju. Sinb masih memandangnya dengan waspada.
"Syukurlah kau baik-baik saja. Bagaimana kalau kita berangkat sekolah bersama?" Sinb menatap Mingyu dengan ekspresi yang susah untuk diartikan.
"Aku..."
"Yuju? Dia sudah berangkat dengan Scoup hyung bukan? Dan seperti biasa kau selalu ingin berangkat sendiri. Yak! Bahkan kau tak bisa terkena air hujan." Omelan Mingyu benar-benar membuat Sinb tercengang. Ia mendekati Mingyu dan menempelkan tangannya tepat di dahi Mingyu.
"Apa kau sedang dalam mode sintingmu?" Tanya Sinb seketika heboh tapi Mingyu segera meraih tangan Sinb dan menggenggamnya.
"Wae? Aku memang sinting karena merindukanmu." Ucap Mingyu sambil mengangkat alisnya keatas dan kebawah berusaha menggoda Sinb. Sinb yang melihatnya hanya mampu tertawa geli.
"Jangan lakukan itu! Itu menggelikan!" Protes Sinb.
"Kajja! Kita berangkat sekarang. Kau seharusnya bersyukur karena aku dengan rela mau menjemputmu saat hujan lebat ini." Omel Mingyu yang seketika membuat Sinb menatapnya sinis.
"Aku tidak menyuruhmu melakukan itu!" Ketusnya.
"Aigo...Gadis kasar ini!" Kata Mingyu yang kini mendorong tubuh Sinb dan segera membuka payung di tangannya.
"Gadis kasar? Kau sendiri bagaimana?" Sinb tak terima dengan olokan Mingyu.
"Masuk! Kau banyak bicara sekali." Perintah Mingyu membuat Sinb semakin kesal saja.
Akhirnya Sinb berangkat dengan Mingyu. Sepanjang perjalanan menuju sekolah perdebatan mereka tak berhenti bahkan sampai ketika sampai di parkiran.
"Aku akan masuk sendiri!" Kukuh Sinb yang merasa risih dengan sikap sok perhatian dari Mingyu.
"Andwae! Kau harus berjalan bersama ku!" Kata Mingyu tak mau kalah.
"Ah, kau cerewet!" Keluh Sinb yang akhirnya membiarkan Mingyu melakukan apapun yang ia mau.
"Hoh, seperti ini yang ku inginkan." Mingyu meraih tangan Sinb dengan cepat dan menggenggamnya seperti seorang kekasih, kemudian mengajaknya berjalan.
"Lepaskan tangan ku bodoh!" Bisik Sinb dan Mingyu tak menghiraukannya seperti biasa.
Sinb harus memejamkan matanya sembari menghela nafas menahan amarahnya kepada Mingyu yang tak berhenti menggodanya, belum lagi gunjingan banyak siswa yang memperhatikannya sampai ketika Mingyu tiba-tiba berhenti membuat Sinb segera membuka matanya.
Sinb melirik Mingyu yang sudah merah padam wajahnya kemudian memperhatikan sosok dihadapannya dengan cemas.
"Tinggalkan dia sendiri!" Perintah Wonwoo yang kini berada dihadapannya. Tatapan tajam dan wajah yang seolah berusaha menahan amarahnya.
"Ani! Kau yang menyingkir!" Balas Mingyu dengan sengit membuat Sinb bertambah cemas.
"Ikut dengan ku!" Wonwoo segera menarik Sinb dengan cepat membuat Sinb tertarik hampir menabraknya kalau saja Mingyu tak berusaha menarik tangannya.
"Aigo, lihatlah! Siapa yang lebih kasar sekarang?" Sinis Mingyu, ia berusaha memprovokasi Wonwoo.
"Itu buka uruasanmu!" Wonwoo bersikeras membawa Sinb pergi tapi seperti kebanyakan orang tau, Mingyu tak akan mau menyerah begitu saja dan jadilah aksi tarik menarik. Sinb yang masih dalam kondisi lemah secara batin tak bisa memutuskan apapun, ia tak sekokoh dulu.
"Sakit..." Keluh Sinb membuat keduanya berhenti. Memandang Sinb yang kini memegangi tangannya bergiliran. Wonwoo dan Mingyu mendekat dengan ragu.
"Gwanchana?" Tanya mereka bersamaan. Sinb masih diam dan tak mau mengangkat wajahnya.
"Apa ini rencana kalian? Mempermalukan aku di depan banyak orang? Kalian pikir aku ini apa? Sebuah boneka?" Mingyu dan Wonwoo terdiam, tak melepaskan pandangannya dari Sinb. Perasaan bersalah seketika menyeruak masuk dalam rongga dada mereka.
"Aku..." Wonwoo tak mampu melanjutkan perkataannya lagi.
Akhirnya Sinb mengakat wajahnya. Sinb menatap nanar Wonwoo, gadis itu sungguh sangat lelah untuk menghadapi situasi yang selalu terulang.
"Mungkin memang sebaiknya aku tidak kembali lagi kesini." Lirih Sinb yang kini membalikkan badannya meninggalkan mereka berdua.
"KAU! Susah payah aku membujuknya!" Mingyu meneriaki Wonwoo kemudian meninggalkannya yang masih termangu menatap kepergian Sinb tanpa peduli dengan ucapan Mingyu.
Setelah mereka pergi, Wonwoo masih saja tak lepas dari pandangan banyak mata. DK datang tiba-tiba menepuk pundaknya membuat Wonwoo menoleh.
"Hyung, ada apa sebenarnya dengan ku?" Tanyanya dengan ekspresi sedihnya. DK menggeleng lelah menyaksikan perselisihan mereka.
"Kau memang bodoh! Kau tak bisa melihatnya bersama Mingyu tapi kau bersikeras bahwa kau tak menyukainya. Akuilah bahwa dihatimu itu..." DK menunjuk dada Wonwoo. "Nama Bona sudah terganti dengan Sinb. Kau boleh terus menyangkalnya sampai kapan pun, hanya menunggu waktu sampai kau merasa sedih karena kau tak melakukan apapun!" Ucap DK yang kemudian pergi meninggalkan Wonwoo sendiri.
Wonwoo pov
Sial! Kenapa DK hyung berkata seperti itu? Benarkan bahwa aku mulai menyukainya? Seharusnya aku senang dia kembali, tapi saat melihatnya bersama Mingyu? Tersenyum dengan mudahnya, aku marah.
Aku tidak mengerti kenapa sampai seemosi ini? Aku hanya ingin terus melihatnya dan bicara bersama, apa itu terlalu berlebihan?
Aku tak bisa menahannya lagi, kali ini aku tidak bisa melepaskannya.
Wonwoo pov end
---***---
"Yak! Kau baik-baik saja?" Tanya Yuju yang melihat Sinb hanya duduk di bangku dekat jendela memperhatikan lapangan sepak bola yang berada di bawah. Ini jam istirahat tapi Sinb enggan untuk pergi, enggan untuk bertemu dengan kedua namja itu bahkan saat jam pelajaran tadi Sinb tak sedikit pu menoleh kebelakang.
"Kenapa begitu sulit untuk hidup tenang?" Gumannya yang masih dapat di dengar Yuju.
"Hiduplah di kutub maka kau akan tenang." Ucapnya membuat Sinb menoleh kepadanya. Menatap tak mengerti saudarinya ini.
"Apa hubungannya ketenangan dengan kutub?" Tanya Sinb menatap Yuju sebal.
"Karena kau akan selalu merasa kedinginan jadi kau hanya akan berada di dalam kamar terus menerus, haha..." Sinb menatap datar Yuju, baginya bualannya saudarinya ini benar-benar tidak lucu. Ingin rasanya Sinb memakan saudarinya ini tapi beberapa detik kemudian Scoup datang.
"Ada apa ini? Kenapa suasananya sedingin ini?" Bahkan Scoup juga berusaha menggoda Sinb membuat gadis itu mengabaikannya, memfokuskan pandangannya kembali pada lapangan sepak bola.
"Biarkan saja, ia ingin bertapa sendirian di dalam kelas ini, kajja chagi!" Ajak Yuju membuat Sinb segera menoleh dan menatap mereka sebal.
"Choi Yuju! Kalau kau tak segera pergi, aku akan membanting tubuhmu!" Pekik Sinb yang tak lagi dapat menahan kekesalannya. Scoup tertawa melihat betapa uniknya dua saudara ini.
"Kajja, aku tidak akan membiarkanmu dalam bahaya." Ajak Scoup, akhirnya mereka berdua keluar dengan gelak tawa membuat Sinb segera meletakkan tangannya kemudian menenggelamkan kepalanya pada meja.
Sinb pov
Bahkan sampai detik ini, dengan segala hal gila yang ku lakukan. Semua nampak sama, hari-hari yang tak bermakna akan selalu tercipta. Harus berapa lama aku melewati ini, segala sesuatu yang sangat melelahkan dan membuatku terkadang sesak. Aku sangat ingin kembali kemasa itu, kemasa dimana aku tak perlu memperdulikan apapun! Larut dalam kesendirian itu lebih dari sekedar menenangkan, tak perlu mencemaskan siapapun! Mereka akan menghilang dengan beriringnya waktu karena tidak ada perasaan yang bertahan selamanya.
Saat sendiri seperti ini, bahkan aku tidak bisa menikmatinya seperti layaknya dulu. Aku ingin terlepas dari rantai yang membingungkan ini. Kenapa saat aku bisa bersikap baik kepada Mingyu, Wonwoo tidak menyukainya? Apa yang ia inginkan sebenarnya? Tidakkah dia tau, aku sangat berusaha untuk tak berlari kepadanya lagi. Aku ingin mulai membuka hatiku untuk banyak orang.
"Mianhae..." Suara itu? Aku masih saja diam tak mengatakan apapun bahkan aku tak beranjak dari posisiku saat ini.
"Aku tak bermaksud apapun, sungguh." Katanya lagi. Aku menangkat kepalaku dan memandanginya dengan datar.
"Kalau kau tidak bermaksud apapun, seharusnya kau tidak bersikap seperti itu bukan?" Aku bertanya kepadanya, mencari kejelasan arti dari sikapnya yang seperti ini. Sungguh, aku tidak pernah bisa mengerti apa yang sedang dipikirkan Wonwoo kali ini. Kenapa ia sekarang sama membingungkannya seperti Mingyu?
Ia menghela nafas berusaha mengalihkan pandangannya dari ku. Entah mengapa? Meskipun kami duduk sedekat ini, aku merasa ada sekat yang membuat kami tak bisa seakrab dulu lagi.
"Jebal..." Hah? Apa yang berusaha ia katakan sebenarnya? Aku masih menatapnya, menunggunya mengatakan semua yang ia rasakan.
"Aku tidak ingin melihatmu bersama Mingyu lagi." Mwo?
"Wae?" Aku tak mengerti kenapa dia bertingkah seperti ini?
"Itu membuatku marah." Mwo? Wae? Ia masih tak berani menatapku.
"Wae? Apa kau merasa terganggu dengan kehadiranku? Ah, aku benar-benar tak mengerti dirimu?"
"Ani, aku tidak merasa terganggu dengan kehadiranmu tapi kebersamaanmu dengan Mingyu." Kali ini Wonwoo menatapku dengan serius. Jika ia berfikir bahwa aku hanya seorang teman? Kenapa ia harus memperdulikan ini?
"Apa kau terpengaruh dengan rencana pertunangan ini? Ayolah, kau sangat tau ini tidak nyata." Jelas ku, aku tidak ingin berharap terlalu banyak padanya, hanya sampai disini aku mampu menduganya.
"Jauh dari itu..." Jauh? Kenapa berkata dengan penuh keraguan.
"Wae? Kenapa kau jadi seperti ini? Lalu kau menginginkan aku seperti apa? Kau tidak pernah tau bagaimana menjadi diriku bukan? Ini sungguh sangat sulit untuk kembali menjadi gadis angkuh seperti dulu. Mengertilah! Aku sedang berusaha untuk bangkit lagi." Sekuat tenaga aku berusaha menahan tangisku. Menahan air mata itu agar tak jatuh begitu saja. Wonwoo masih menatapku dengan wajah menyebalkan, ia seolah mengasihaniku.
"Mian..." Ucapnya.
"Berhenti mengasihaniku, itu membuatku muak! Bisakah kau tak muncul dengan wajah seperti itu lagi dihadapan ku?" Aku memohon kepadanya dan raut wajah kecewa itu nampak jelas di wajahnya. Aku mengalihkan pandangan ku lagi pada lapangan sepak bola mengacuhkannya.
Kapan semua orang berhenti berpura-pura peduli kepadaku? Aku tidak pernah merengek untuk dikasihani oleh siapapun! Meskipun Mingyu sekasar itu, aku lebih menyukai cara kasar tersebut dibandikangkan dengan kepura-puraan seperti ini.
Sikap Wonwoo hari ini membuatku semakin ragu, haruskah aku melanjutkan rencana konyol ini? Pertunangan itu?
"Kita harus tetap melanjutkan pertunangan itu." Ia berkata-kata seolah mengerti apa yang aku fikirkan sekarang. Aku tersenyum dengan memandanginya.
"Kenapa sekarang kau yang bersikeras? Jebal, mengertilah diriku Wonwoo. Apa kau tidak tau? Mereka memanfaatkan kita untuk keuntungan mereka sendiri. Mereka tidak akan mampu menyelesaikan apapun, seandainya terjadi sesuatu kepada kita bukan? Jadi jangan terlalu berharap banyak." Aku berusaha memperingatinya karena pada kenyataannya kami hanya dijadikan sebagai alat, menciptakan robot penerus berikutnya untuk kejayaan sebuah warisan keluarga! Sungguh sangat ironis bukan?
Dan tanpa di duga Wonwoo menarik tubuhku dan memelukku. Apa yang dia lakukan sebenarnya? Kenapa dia menjadi seperti ini?
"Wonwoo..."
"A-aku sepertinya berharap banyak pada pertunangan ini." Mwo? Apa aku tidak salah dengar?
"Wae?" Tanyaku hendak melepaskan pelukannya tapi pelukannya semakin erat. Aku tidak leluasa untuk melepaskan diriku.
"Karena aku tak ingin kehilangan dirimu." Hah? Apa ini? Aku masih termangu memandangnya, berusaha menelusuri matanya yang hanya terfokus menatapku meskipun keadaan kami masih saling berpelukan seperti ini. Aku tidak tau harus mengatakan apa kepadanya?
"Aku akan mengatakan ini, tidak peduli kau menyukainya atau tidak? Semalam, aku tidak bisa tidur memikirkan pertanyaanmu. Aku memang tidak mengerti saat itu, bisa dikatakan aku tidak menemukan jawaban untuk pertanyaanmu bahkan sampai saat ini." Ungkapnya yang membuatku bertambah kesal saja kepadanya.
"Lalu? Apa yang ingin kau katakan sebenarnya eoh!" Aku sedikit meninggikan suaraku berharap ia segera mengatakannya.
"Hanya saja, aku akhir-akhir ini sering memikirkanmu sampai seperti akan gila, kesal karena melihatmu tak bisa menjaga dirimu dengan benar dan kekesalan ku memuncak saat aku melihatmu dapat tersenyum dengan mudah kepada Mingyu. Aku merasa bertambah kesal saat aku menyadari kau mempermainkan emosiku dengan mudah tanpa kau sadari." Kali ini ia melepaskan pelukannya dan mengomel seperti ini? Ini cukup menggelikan membuatku ingin tertawa tapi apa tepat disaat seperti ini aku tertawa karena mungkin aku mulai mengenali perasaannya?
"Jadi? Kau cemburu?" Aku menatapnya seperti seorang detektif yang seolah sedang melakukan intrograsi kepada seorang tersangka. Aku melihatnya menghela nafas sebelum akhirnya memberanikan diri menatapku lagi.
"Hoh! Mungkin dulu aku melepaskan Bona dengan mudah karena Mingyu lebih menyukainya tapi kali ini aku tidak bisa melakukannya lagi. Sekeras apapun aku mencoba, aku tak bisa lagi mencari alasan untuk tak menyukaimu!" Ia memengang kedua tanganku seolah memohon dengan tatapan itu.
"Aku tau kau akan terkejut mendengarnya tapi aku tidak akan memaksamu, hanya biarkan aku berada disisimu sampai tidak ada peluang bagimu untuk menyukaiku!" Aku melihatnya menungguku, untuk mengatakan sesuatu.
Jujur saja aku tidak menyangka ia akan mengatakan ini. Ini bukan mimpi kan? Kalau ya, aku hanya ingin tetap tidur! Dan kenapa juga aku sesenang ini? Haruskah aku berlari kepadanya? Perasaan ini sama seperti yang kurasakan pada Joshua oppa tapi benarkah perasaan ini sama seperti kepadanya?
"Wae?" Ia masing menunggu jawaban dariku.
"Ne..." Jawabku singkat.
"Gomapta." Ia memelukku kembali. Sebenarnya kesepakatan apa yang kami buat? Bahkan kita tidak berfikir untuk menjadi seorang pasangan? Entahlah, kepala ku pusing. Kali ini aku hanya akan menunggu, apa yang akan dia perbuat dengan ini. Kali ini, aku hanya akan fokus merasakan kebahagian ini, kebahagian yang jarang sekali terjadi kepadaku.
Sinb pov end
---***---
Bel berbunyi beberapa menit lalu, saat semua siswa berlomba-lomba memasukkan semua buku dan alat tulisnya kedalam tas, segera beranjak pulang.
"Apa kau mau pulang dengan ku?" Yuju menawari Sinb.
"Ani, aku akan naik bus saja." Jawab Sinb dengan senyum mengembang.
"Wae? Ada apa ini? Apa keajaiban telah terjadi? Tadi kau sangat murung dan sekarang kau terlihat bahagia, apa kau sedang mendapatkan lotre?" Sinb menatap tak percaya Yuju, bagaimana gadis itu bertambah aneh saja semenjak bersama Scoup.
"Gadis aneh, enyahlah kau!" Sinb mengusir Yuju.
"Aigo! Kau selalu konsisten dengan kekasaranmu!" Protes Yuju.
"Wae? Kau tak suka? Enyahlah!" Yuju benar-benar menyebalkan seperti Scoup sekarang.
"Okay! Kau puas!" Yuju seketika meninggalkan Sinb.
"Aish! Kenapa dia sebenarnya?" Guman Sinb yang terlihat sekali kesal dengan ulah Yuju.
"Kau harus mentraktirku sekarang!" Mingyu membanting tasnya dihadapan Sinb membuat gadis itu sedikit terlonjat kaget.
"Yak! Tak bisakah kau muncul secara normal." Protes Sinb.
"Ayolah!" Mingyu tak berhenti memaksanya.
"Dia akan pulang bersama ku!" Wonwoo entah sejak kapan sudah berada diantara mereka berdua. Sinb memejamkan matanya, merasa pusing seketika.
"Oi, memangnya kau ini siapa? Biarkan dia memutuskan sendiri!" Mingyu memandangi Sinb seolah menunggu keputusan darinya. Lagi-lagi Sinb terus dihadapan pada dua pilihan sulit.
"Kami ada pertemuan keluarga." Wonwoo segera meraih tas Sinb dan menarik tangan Sinb agar segera berdiri. Dengan merasa tak enak hati Sinb memandangi Mingyu.
"Mian..." Kata Sinb kemudian meninggalkan Mingyu sendiri masih memandangi mereka dengan ekspresi tak senangnya.
"Aku sangat tak menyukai ini!" Guman Mingyu.
Di area parkir sekolah, Sinb hanya diam dengan bingung. Wonwoo segera memanggilnya.
"Apa yang kau lakukan disitu? Masuk!" Wonwoo sudah membukakan pintu mobilnya pada Sinb. Dengan sedikit kebingungan Sinb akhirnya masuk juga, tidak hanya membukakan pintu bahkan Wonwoo juga memasangkan sabuk pengaman kepada Sinb membuat jarak diantara mereka semakin dekat, Sinb gugup seketika.
"Wae?" Wonwoo bertanya tentang reaksi wajah Sinb tepat dihadapannya.
"Ka! Aku bisa memasangnya sendiri!" Sinb mendorong tubuh Wonwoo dan rona merah itu semakin kentara di kedua pipinya.
Wonwoo tertawa geli, ia mulai mengerti dengan sikap Sinb.
"Apa kau gugup sekarang?" Wonwoo mulai menggodanya.
"Ani!" Sinb menyangkal dengan cepat.
"Kalau begitu, ini tidak akan berpengaruh terhadapmu bukan?" Wonwoo mendekatkan wajahnya pada wajah Sinb, bahkan mereka dapat merasakan hembusan nafas masing-masing. Bahkan Wonwoo tak berhenti menatap Sinb membuat gadis itu seolah sesak nafas.
"Yak, apa kau ingin mati? Jauhkan wajahmu!" Sinb menodongkan jari telunjuknya pada Wonwoo yang mulai tertawa.
"Sebentar, aku baru sadar." Masih dengan posisi yang sama dan Wonwoo bertingkah seolah memikirkan sesuatu.
"Wae?" Sinb sudah terlihat sangat kesal.
"Ku pikir, kau tak terlalu cantik."
"Jeon Wonwoo! Kau ingin mati?" Sinb mengalungkan satu tangannya pada leher Wonwoo dan satu tangannya lagi hendak menyerangnya tapi Wonwoo berhasil menghalanginya.
"Yak! Lepaskan!" Sinb meronta tapi apa yang dilakukan Wonwoo benar-benar diluar dugaan. Ia mencium bibir Sinb singkat.
"Aku mengklaim dirimu sekarang! Tidak akan ku biarkan siapapun mendekatimu." Katanya dengan santai sambil mengelus pipi Sinb sementara gadis itu masih terlihat shock.
Setelah Wonwoo melajukan mobilnya barulah Sinb tersadar.
"Jeon Wonwoo!" Teriaknya kesal dan Wonwoo hanya menanggapinya dengan tawa gelinya.
---***---
Mingyu meringkuk di dalam sebuah kamar dengan kaleng bir yang berserakan sampai sosok DK hadir.
"Yak! Kalau kau minum, lakukan dirumahmu. Ini kan apartemenku!" Keluh DK merasa frustasi melihat apartementnya seperti kapal pecah.
"Berisik! Bukan ini saja apartemenmu!" Mingyu berusaha untuk bangun tapi selalu saja jatuh.
"Sekarang apa masalahmu?" DK yang selalu to the poin. Mingyu masih berusaha untuk duduk, masih memejamkan matanya.
"Hyung, bisakah kau membantuku untuk memisahkan mereka? Aku membencinya!" Mingyu sudah mabuk jadi bicaranya juga kurang jelas.
DK terdiam sesaat, raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sangat tau apa yang dimaksud oleh Mingyu.
"Aku tidak bisa. Biarkan saja mereka." Pinta DK membuat Mingyu tertawa getir.
"Dari dulu sepertinya kau selalu berpihak kepadanya." Ekspresi kesedihan itu nampak jelas diwajah Mingyu. Ia menjatuhkan tubuhnya lagi dan menatap kosong langit-langit kamar.
"Aku tidak pernah berpihak pada siapapun!" Tegas DK.
"Ckck, penipu! Kau bahkan memberikan informasi kepadanya tentang keberadaan Bona bukan?" Mingyu mulai mengungkit tentang masa lalu.
"Hoh, aku memang memberikan informasi itu kepadanya agar dia tau seperti apa gadis itu. Dia tidak nampak seperti yang terlihat, ketahuilah itu!" Tegas DK.
"Dia memang kekanakan hyung tapi dia tak seburuk yang kau kira." Sangkal Mingyu.
"Mingyu, sebenarnya siapa yang kau suka? Bona atau Sinb? Lupakan mereka berdua, kau tak akan dapat memutus piramida ini. Kau cukup tau kan? Bagaimana kerasnya persaingan di dunia bisnis? Kau hanya perlu mengikuti rencana yang telah dirancang oleh orang tuamu. Seperti itulah hidup kita." DK berusaha untuk memberikan pengertian kepada Mingyu bahwa kaum chaebol seperti mereka tidak punya banyak pilihan karena semenjak lahir segala hal telah di atur oleh para konsultan yang telah mereka bayar mahal.
"Bahkan menghiburku saja kau tak bisa." Keluh Mingyu yang kini memejamkan mata sepenuhnya. Ia sudah benar-benar tertidur karena mabuk.
"Bukankah ini lebih realistis. Sampai kapan kau akan terus melarikan diri? Ku rasa saatnya kita semua harus menghadapinya." Lanjut DK, namun Mingyu sudah tak sadarkan diri. DK berjalan mendekatinya kemudian menutupi tubuh Mingyu dengan selimut.
"Aku tau kau lebih tangguh dari siapapun." Guman DK sambil memandangi Mingyu prihatin, kemudian ia mematikan lampu kamar dan meninggalkan Mingyu.
---***---
Senja menjelma, memberikan tabir hitam samar dan melekat tatkala kemerahan sinar cahaya itu memudar. Kemudian gerimis datang menyapa, semerbak bau tanah dengan tumbuhan yang basah menebarkan kesegaran ke penjuru kota Seol.
Wonwoo turun dari mobil sportnya dengan payung untuk menghalangi gerimis, ia membukakan pintu mobil untuk Sinb dan mengulurkan tangannya agar segera Sinb raih. Tanpa ragu, Sinb menyambut uluran tangan Wonwoo.
"Kenapa setiap hari selalu hujan." Sinb mulai mengomel membuat Wonwoo tersenyum.
"Kau tidak bisa terkena air hujan kan?" Wonwoo memastikan dan di jawab anggukan oleh Sinb.
"Kalau begitu, merapatlah." Tangan Wonwoo merangkul bahu Sinb, membuat mereka berjalan berdekatan.
"Mulai besok aku akan menjemputmu, jadi kau tak perlu khawatir kehujanan." Sinb mengangguk dan tersenyum.
"Sudah sampai." Kata Sinb yang sudah berada di teras rumah Yuju.
"Masuklah!" Pinta Wonwoo sambil mengecup singkat dahi Sinb membuat rona merah itu terukir lagi.
"Aku pulang." Pamit Wonwoo sembari memberikan kode kepada Sinb untuk segera masuk.
Mereka saling melambaikan tangan tanpa banyak kata dan hanya senyum itu yang terukir di bibir mereka.