Sepertinya tabir hitam yang selama ini menggantung didalam fikiran Sinb telah lenyap berganti dengan langit biru dan kumpalan awan yang indah yang berarak. Bahkan semenjak semalam gadis itu tak dapat memejamkan matanya karena di fikirannya selalu di penuhi dengan segala hal tentang Wonwoo. Bagaimana pria itu tersenyum dan bersikap kepadanya, itu seperti tumpukan memori yang terus menyalurkan kebahagiaan yang terkadang membuat Sinb seperti orang gila, tersenyum tanpa sebab.
"Aigo, apakah pelangi turun pagi ini? Lihatlah senyum cerah keponakan ku satu ini." Sapa Ny. Choi saat Sinb terlihat tersenyun sendiri sementara Tn. Choi dan Yuju tersenyum geli membuat rona merah di kedua pipi Sinb nampak jelas.
"Kau tidak sarapan dulu?" Tanya Ny. Choi.
"Ku rasa dia tidak ingin pangerannya menunggu terlalu lama eomma." Bahkan Yuju turut menggodanya.
"Paman...Bibi...Aku berangkat dulu." Sinb segera membungkuk dan melangkah secepatnya untuk menghindari lebih banyak serangan dari Yuju.
"Yuju, lihat saja aku akan membunuhmu!" Omelnya kesal.
Bruk
"Aww..." Sesuatu telah membentur kepalanya dan mendapati sosok tinggi di hadapannya.
"Mingyu..." Sinb memandang tak mengerti sosok Mingyu yang kini berdiri dihadapannya. Mingyu terlihat kacau dengan rambut berantakan dan wajah kusutnya memandang Sinb dengan sedih.
"Jebal..." Mingyu tak melanjutkan perkata, malahan ia menjatuhkan tubuhnya pada Sinb membuat gadis itu kelabakan. Ia berusaha keras untuk menahan tubuh Mingyu yang besar.
"Kau minum? Kau ini masih di bawah umur. Kenapa kau minum banyak sekali?" Omel Sinb dan Mingyu hanya tersenyum mendengarkan ocehan gadis ini.
"Ayo, aku antar kau pulang. Lebih baik kau istirahat saja dirumahmu." Sinb bergerak dengan memopong tubuh Mingyu.
Sinb memperhentikan sebuah taksi dan supir taksi pun membantunya untuk memasukkan Mingyu dan Sinb pun masuk kedalam taksi setelahnya.
"Kau menyusahkan sekali. Kapan kau berhenti bertingkah seperti anak kecil?" Sinb terus melanjutkan omelannya.
Mingyu tersenyum mendengarkannya kemudian ia menyandarkan kepalanya pada bahu Sinb.
"Seandainya aku yang datang kepadamu lebih dulu, apa kau akan memilihku?" Sinb terdiam sesaat memandangi Mingyu yang barusan merancau.
"Apa yang berusaha kau katakan?" Tanya Sinb.
"Kenapa harus Wonwoo. Pertama Bona dan sekarang kau." Mingyu menatap nanar Sinb membuat gadis itu mendesah.
"Aku tidak tahu Mingyu. Bukankah rasa suka itu datang dengan sendiri. Entah kenapa? Aku tidak pernah bisa membencimu meskipun kau terus saja menggangguku dan juga Wonwoo." Ungkap Sinb.
"Kau hanya merasa kasihan kepadaku bukan? Berbeda jika itu Wonwoo." Tebak Mingyu.
"Entah..." Perkataan Sinb terpotong tatkala ia mendengar sopir taksi mengerem.
Chiiittt
"Ada apa Ajussi?" Tanya Sinb dengan masih terlihat shock.
Sebuah mobil yang sepertinya Sinb kenal sudah berada dihadapannya, menghalangi taksi mereka untuk melaju. Sosok yang mungkin sudah dapat Sinb tebak keluar dari dalam mobil itu. Sinb terlihat tegang dan bingung seketika sementara Mingyu masih memejamkan matanya.
Tuk...
Wonwoo mengetuk pintu kaca taksi membuat Sinb semakin panik.
Tuk...
"Bukalah!" Pinta Wonwoo yang terlihat begitu serius. Dengan ragu Sinb membuka pintu taksi dan tanpa ia duga Wonwoo menyodorkan tangannya, Sinb diam sesaat.
"Kajja!" Ajak Wonwoo yang menyuruh Sinb untuk segera meraih tangannya. Akhirnya Sinb meraih tangan Wonwoo dan berjalan keluar.
"Apa yang terjadi?" Diluar dugaan Wonwoo tak terlihat marah malahan ia membelai lembut pucuk kepala Sinb dan menatapnya penuh perhatian membuat gadis itu menatapnya tak percaya.
"Wae? Dia tidak mengganggumu kan?" Wonwoo melirik Mingyu yang masih teler di dalam taksi. Sinb menggeleng.
"Dia datang dengan kondisi seperti itu jadi aku tidak tega. Aku ingin mengantarnya pulang." Ucap Sinb dengan jujur. Wonwoo menghela nafas membuat Sinb semakin gugup.
"Biarkan taksi yang mengantarkannya." Wonwoo segera menghampiri supir taksi dan memerintahkannya untuk mengantarkan Mingyu ke alamat yang sudah Wonwoo katakan. Segera, supir taksi tersebut melajukan mobilnya meninggalkan Wonwoo dan Sinb yang masih memandang Wonwoo tak enak hati.
"Ayo..." Ajak Wonwoo sembari memegang tangan Sinb dengan lembut. Menariknya untuk segera pergi memasuki mobilnya.
Wonwoo membukakan pintu mobil untuk Sinb dan gadis itu pun segera memasukinya. Kemudian Wonwoo sudah berada di bangku pengemudi dan Sinb disampingnya.
Hening, ketika Wonwoo berusaha membelokkan mobilnya yang masih memalang di jalan yang membuat Sinb semakin tak tenang.
"Wonwoo..." Panggil Sinb membuat namja itu menghentikan laju mobilnya.
"Wae?" Tanyanya yang masih tak menoleh. Membuat Sinb semakin yakin kalau Wonwoo marah.
"Apa kau marah?" Tanya Sinb dengan ragu. Kini Wonwoo memandangnya dengan tatapan sayu dan desahan panjangnya.
"Mianhae..." Sinb terlihat merasa bersalah dan ia tak menyangka tiba-tiba saja Wonwoo memeluknya.
"Aku khawatir saat melihatmu di bawah seseorang. Ku pikir dia siapa? Ternyata Mingyu." Ucapnya dengan lega. Sinb seketika melepaskan pelukan Wonwoo.
"Jadi kau melihatku saat memasuki taksi?" Wonwoo mengangguk membenarkan pertanyaan Sinb.
"Kau tidak marah saat tahu bahwa aku mengantar Mingyu?" Sinb bertanya lagi.
"Ani, jika aku di posisimu aku akan mengantarnya pulang. Biar bagaimana pun, kami pernah berteman." Ya, Sinb lupa dengan fakta ini. Bahwa mereka pernah menjalin persahabatan yang cukup akrab.
"Tapi..." Wonwoo mengambangkan perkataannya membuat Sinb penasaran.
"Tapi apa?" Tanya Sinb merasa bingung.
"Ku sarankan jangan lagi mengantar namja mana pun yang sedang mabuk, kalau tidak..." Lagi Wonwoo mengambangkan perkataannya.
"Kalau tidak?" Sinb semakin penasaran.
"Aku akan menghukum mu dengan ini."
Chu~
Wonwoo mencium bibir Sinb dengan cepat. Kemudian menunggu reaksi Sinb yang masih terlihat mematung untuk sesaat.
"Yak!" Respon yang selalu terlambat karena dengan cepat Wonwoo melakukan serangan keduanya.
Bahkan kini bukan lagi sebuah ciuman singkat. Bibir Wonwoo melumat bibir Sinb dengan lembut membuat Sinb tak mampu melawannya karena kini ia juga terhanyut dengan debaran jantung yang semakin cepat dan perasaan bahagia yang dihasilan dari sentuhan bibir Wonwoo.
"Wonwoo..." Sinb mulai kelihatan susah untuk bernafas membuat Wonwoo segera melepaskannya. Memandang Sinb dengan rasa bersalah.
"Mianhae..." Lirihnya yang seketika membuat Sinb memeluknya.
"Gwanchana..." Bisik Sinb dengan lembut menggelitik gendang telinga Wonwoo.
"Aku ingin kita segera bertunangan." Perkataan Wonwoo cukup mengejutkan Sinb. Masih berada dalam pelukan Wonwoo, Sinb mendongak untuk menatap wajah Wonwoo yang terliat serius.
"Wae?" Sinb tak mengerti.
"Aku hanya ingin kau terus disisiku dan menjagamu." Sinb terdiam sesaat menatap Wonwoo dengan kagum dan haru.
Ia membelai wajah tampan tersebut dengan lembut sementara Wonwoo memejamkan matanya menikmati sentuhan Sinb.
"Aku disini, bersamamu. Meskipun tanpa ikatan pertunangan karena sejujurnya kau selalu hadir dalam fikiran ku." Akui Sinb membuat Wonwoo membuka matanya dan menatap Sinb seolah tak menyangka gadis dihadapannya ini memikirkannya.
"Benarkah?" Tanya Wonwoo dengan antusias. Sinb mengangguk.
"Bahkan sebelum kau menyadari perasaanmu, jauh sebelum itu aku sudah menyukaimu hanya ku pikir itu hanya karena kau baik untuk menjadi seorang teman. Aku hanya merasa kecewa karena ku pikir kau tak sungguh-sungguh dengan semua kepedulianmu terhadap ku." Lanjut Sinb.
"Ah, kurasa kita tak perlu membahas itu lagi. Kita lupakan saja ya?" Saran Sinb dengan rona merah yang tergambar jelas pada kedua pipinya, Wonwoo mengangguk mengiyakan perkataan Sinb.
"Baiklah, kita harus segera sampai di sekolah. Aku tidak ingin nanti kau di hukum karena terlambat masuk kelas." Wonwoo memasangkan sabuk pengaman lagi pada Sinb membuat rona merah itu semakin nampak jelas.
"Kenapa hanya aku, kau juga bisa di hukum." Tanya Sinb yang sebenarnya berusaha mengalihkan kegugupannya.
"Itu bukan masalah. Tapi aku tidak bisa melihatmu di hukum di bawah terik matahari, apa lagi menjadi tontonan banyak namja." Wajah Wonwoo terlihat lucu saat menggambarkan ketidak sukaannya terhadap imaginasinya sendiri membuat Sinb merasa gemas seketika.
"Tenang saja, mereka tidak akan melirik ku. Bukankah kau pernah bilang bahwa aku tidak begitu cantik." Sindir Sinb yang seketika membuat Wonwoo tertawa.
"Jadi kau masih mengingatnya?" Tanya Wonwoo disela-sela tawanya, ia pun kini melajukan mobilnya dengan kecepatan rata-rata.
"Tentu saja dan ku akui memang ya. Jadi kau tenang saja, mereka tidak akan tertarik untuk menggodaku." Sindir Sinb, sepertinya sikap kasarnya telah kembali.
"Jangan merajuk seperti itu, aku sedang menyetir jangan sampai aku melepaskan tangan ku dari setir ini dan menyerangmu!" Ancam Wonwoo membuat bibir Sinb semakin mengerucit dan Wonwoo bertambah geli.
"Baiklah, aku akan tarik kata-kataku. Kau cantik lebih cantik dari siapapun yanh pernah ku temui." Bujuk Wonwoo membuat Sinb bertambah kesal.
"Andwae! Jangan katakan lagi, itu sangat bohong. Aku tidak mau hiburan mengerikan seperti itu." Sinb menutup wajahnya dengan kedua tangannya sambil menggeleng.
"Kecantikan bukanlah ukuran bagiku untuk menyukaimu. Jadi jangan risaukan itu." Kata Wonwoo, tangan kirinya sudah membelai lembut kepala Sinb sementara ia masih fokus untuk menyetir. Sinb merasa lega dengan ucapan Wonwoo, lagi pula ia juga merasa malu. Kenapa sekarang ia bersikap kekanakan seperti ini? Ini sama sekali bukan gayanya.
---***---
Wonwoo pov
Aku sudah memarkirkan mobil ku di parkiran sekolah. Sesungguhnya aku lebih suka membawa motor tapi akhir-akhir ini cuaca tak menentu dan sering hujan.
Hujan tidak terlalu berpengaruh untukku tapi Sinb? Ia tidak bisa terkena hujan karena ia akan langsung sakit. Aku sudah pernah melihatnya sakit dan aku tak akan membiarkannya lagi karena aku mengkhawatirkannya lebih dari diri ku sendiri.
Semakin hari, aku merasa ini semakin parah. Kenyataan bahwa aku ingin terus bersamanya setiap saat. Bahkan hari ini, saat aku berfikir seseorang menculiknya. Aku mengejar taksi itu dengan kecepatan diatas rata-rata bahkan aku menerobos lampu merah begitu saja dan ternyata dia bersama Mingyu.
Aku tidak suka dia mengkhawatirkan Mingyu tapi aku juga tidak bisa menyuruhnya untuk tak memperdulikan Mingyu karena aku juga tidak bisa untuk tak memperdulikannya.
Saat melihatnya ketakutan, aku tau ia tidak ingin melihat ku marah. Reaksi yang begitu manis membuatku amarah ku hilang begitu saja. Bahkan semakin hari aku mulai melihat beberapa sisi kekanakannya. Sungguh aku tidak menyangka kita bisa seperti ini, saling menyukai.
Ia terlelap dan bersandar di bahuku. Apa semalam ia tidak tertidur nyenyak?
"Sinb-ah..." Aku berusaha menyentuh pipinya dengan lembut. Ia menggeliat dan berlahan membuka matanya.
"Wae?" Tanyanya dengan setengah sadar.
"Kita sudah sampai." Aku membantunya melepaskan sabuk pengaman pada dirinya saat ia sudah tak bersandar lagi di bahuku.
"Semalam kau tidak nyenyak tidur?" Tanyaku saat melihatnya menguap beberapa kali.
"Hoh..." Jawabnya singkat. Aku segera keluar dari mobil dan membuka pintu untuknya.
"Wae? Ada yang menggangu fikirmu?" Aku mengenalnya dengan baik. Dia tidak akan bisa tidur jika sesuatu mengganggu fikirannya dan di luar dugaan ia berjalan lebih cepat seolah ingin mendahului ku.
"Wae? Kenapa kau berjalan begitu cepat?" Aku meraih tangannya agar kami bisa berjalan sejajar bahkan kini aku merangkul bahunya agar ia tak melarikan diri lagi.
"Aku tidak suka pandangan mereka." Ucapnya dengan kesal. Tidak ada satu pun hal yang membuatnya tak merasa kesal tapi dengan cara kesalnya itu yang membuatnya terlihat lebih menggemaskan, Sinb ku...
"Jangan mengalihkan topik. Jawab pertanyaan ku?" Aku cukup mengenalmu, jangan coba untuk mengelabuhiku.
Kami masih berjalan dengan aku merangkul bahunya dan pandangan ku yang tak lepas darinya. Ia menunduk dengan wajah merah merona. Wae? Apakah ia begitu malu karena semenjak tadi banyak mata yang memperhatikan kami? Ku rasa bukan itu, dia adalah tipikel yeoja yang tidak akan peduli dengan hal semacam ini.
"Ada apa?" Aku bertanya lagi. Syukurlah, Mingyu tidak ada sehingga aku bisa leluasa bersamanya.
"Aku memikirkanmu semalaman." Hah? Aku?
"Jadi? Kau tidak bisa tidur karena memikirkan ku?" Aku tak menyangka. Sinb mengangguk dengan malu.
"Apa yang kau fikirkan tentangku?" Aku sangat penasaran dan gemas. Kalau saja kami tidak sedang berjalan melewati banyak orang, aku pasti sudah berhasil mendekapnya bahkan mencium pipi chubby miliknya yang menggemaskan itu.
"Aku tidak ingin membahasnya, jadi berhenti bertanya!" Dia kembali kesikap kasarnya karena baru saja ia melepaskan rangkulan ku dan berjalan dengan cepat meninggalkan diriku.
Sinb ku yang manis...
Wonwoo pov end
Mereka memasuki kelas sebelum bel berbunyi. Seperti biasa Sinb duduk disebelah Yuju yang menatapnya penuh selidik.
"Kenapa kau baru sampai?" Tanga Yuju sembari menopang dagunya.
"Bukan urusanmu!" Sinb masih merasa kesal karena sepupunya ini tak berhenti menggodanya kemarin.
"Kau berkencan dulu ya? Wah, aku tidak percaya bahwa kalian begitu hot!" Cibir Yuju yang seketika membuat Sinb melayangkan jitakannya
PLETAK
"Yak!" Yuju melayangkan protesnya.
"Haksaeng, kenapa kalian ribut. Sekali kalian berisik, aku akan mengeluarkan kalian!" Ancam Jung songsaenim di iringi ngelak tawa seisi kelas sementara Wonwoo menatap Sinb seolah bertanya, apa yang terjadi? Sinb hanya menggeleng.
---***---
Bel pertanda istirahat telah berbunyi beberapa menit lalu, Sinb sudah berjalan bersama Yuju sementara Wonwoo pergi ke ruang kepala sekolah, entah hal penting apa yang hendak kepala sekolah bicarakan dengan Wonwoo. Sinb sedikit cemas dan berharap tidak terjadi sesuatu kepada Wonwoo.
"Hwang Sinb..." Sinb menoleh dan mendapati seseorang berjalan mendekatinya. Seseorang yang sangat ia kenal.
"Kita perlu bicara." Sinb mengirutkan dahinya nampak berfikir.
Dan beberapa menit kemudian, ia sudah berada di atap dengan sosok tersebut.
"Katakan langsung, jangan berbelit-belit." Tegas Sinb.
"Apa kau baik-baik saja?" Seketika sosok itu menunjukkan wajah sayunya. Berjalan mendekati Sinb dan memeluknya. Wajah Sinb terlihat terkejut.
"Aku sangat mengkhawatirkanmu bahkan aku tidak kembali karena ingin mendengarkan kabarmu. Berjanjilah kepadaku kau tidak akan melakukan hal sebodoh ini!" Seketika Sinb melepaskan pelukan sosok itu dan memandanginya dengan sedih.
"Jangan khawatirkan aku, sebaiknya kau kembali." Ucap Sinb dengan datar.
"Apa kau yakin dengan perjodohan ini?" Tanya namja itu masih bersikeras.
"Wae?" Sinb menjawab dengan bertanya.
"Aku tidak ingin kau terlalu memaksakan dirimu. Aku akan membujuk Appa untuk membatalkannya. Biarkan hanya aku saja yang melakukannya." Sinb hanya tersenyum getir.
"Wae? Kenapa kau harus melakukan itu? Jebal, jangan membuat ku tambah merasa bersalah. Tidak kah kau tau? Tindakan yang selalu kau lakukan untuk melindungiku, membuatku nampak begitu buruk. Mari kita lupakan semuanya Joshua oppa, kita jalani kehidupan masing-masing." Ucap Sinb sembari berbalik hendak melangkah pergi tapi Joshua menghentikan langkahnya.
"Katakan saja, jika kau tak mau dengan perjodohan ini. Aku akan membujuk Appa!" Kata Joshua masih bersikeras.
"Tentu saja dia sangat menyetujuinya. Aku baru saja bertemu dengan orang tua ku untuk membicarakan ini." Wonwoo tiba-tiba muncul, meraih tangan Sinb yang dan melepaskannya dari genggaman tangan Joshua.
"Apa dia terus menekanmu, agar mau menerima perjodohan ini?" Tanya Joshua dan Sinb hanya mampu mendesah.
"Apa kau pikir akan sama sepertimu? Aku dan Sinb saling menyukai, tentunya pertunangan ini akan memperkuat hubungan kami." Kata Wonwoo dengan serius.
"Sinb...Apakah itu benar?" Joshua masih tak mau mempercayai ucapan Wonwoo yang seketika membuat Wonwoo geram. Sinb yang melihat Wonwoo mulai marah segera menengainya, jika Mingyu mungkin Sinb akan membiarkannya karena mereka sama-sana gilanya. Akan berbeda jika dengan Joshua, oppanya ini sama sekali tidak pandai berkelahi. Ia akan kalah telak dengan Wonwoo.
"Yak, lebih baik kau urusi saja tunanganmu dari pada mengurusi kami!" Sungut Wonwoo.
"Hentikan! Aku dan Wonwoo akan bersama sampai akhir jadi kau tak perlu mengkhawatirkan aku lagi." Kata Sinb dengan sedikit gugup, Joshua memandang Sinb tak percaya semantara Wonwoo tersenyum geli mendengarnya. Ledakan luar biasa dari seorang Hwang Sinb membuat Wonwoo semakin merasa menyukai gadis ini.
"Kajja!" Ajak Wonwoo yang segera merangkul Sinb untuk segera pergi meninggalkan Joshua.
Mereka terus berjalan melewati lorong sekolah yang terdiri dari deretan kelas.
"Bersama sampai akhir?" Wonwoo mengulangi perkataan Sinb sembari tertawa.
"Yak! Berhenti tertawa, aku tau itu memalukan!" Ungkap Sinb sembari berjalan mendahului Wonwoo sementara Wonwoo mengejarnya.
"Anio, itu tidak memalukan. Aku menyukai kejujuranmu." Wonwoo berhasil meraih tubuh Sinb dan mendekapnya.
"Aku tidak membutuhkan sesuatu yang cukup rumit, kau tahu itu bukan? Aku hanya membutuhan sesuatu yang lebih sederhana." Akui Sinb yang masih berada dalam dekapan Wonwoo. Wonwoo tersenyum sebelum akhirnya mengatakan sesuatu.
"Keinginan sederhana mu itu terkadang untuk mencapainya butuh melewati banyak kerumitan." Jawab Wonwoo yang seketika membuat Sinb melepaskan dirinya dari dekapan Wonwoo memandanginya penuh tanya.
"Maksudmu kau tidak ingin bersama ku sampai akhir?" Tanya Sinb seketika Wonwoo menggeleng dengan santai.
"Ani, kau sangat tau bagaimana keluarga kita? Kita tidak akan bisa menghindar dari kerumitan ini yang perlu kita lakukan adalah menghadapinya. Aku ingin meresmikan hubungan kita agar setidaknya aku punya hak untuk menjagamu." Wajah Sinb yang awalnya penuh tanya, kini berangsur tenang.
"Jadi?" Tanya Sinb.
"Kita harus segera bertunangan, eomma sudah menunggumu diruang kepala sekolah. Kajja!" Ajaknya dengan segera Sinb mengikuti langkah kaki Wonwoo.
---***---
Mingyu terbangun dengan wajah kacaunya. Ia sedikit bingung memandangi pemandangan di sekitarnya.
"Apa selamanya kau akan bertingkah seperti ini?" Sosok wanita yang tak lain adalah eomma tiri Mingyu duduk di sofa memandangi Mingyu dengan ekspresi kesalnya.
"Wae? Kau tidak menyukainya? Pergi sana! Tidak udah berusaha sekeras itu!" Mingyu terlihat marah.
"Kalau appamu tau..."
"Katakan saja kepadanya, tak perlu kau gunakan itu untuk mengancam ku!" Mingyu semakin meninggikan suaranya.
"Mingyu, apa kau tidak bisa lebih sopan lagi kepadaku? Aku adalah eomma sekaligus bibimu!" Ucap wanita itu tak kalah tinggi suaranya.
"Maka dari itu, kalau kau adalah bibi ku, kau seharusnya tak bertingkah seperti ini!" Tatap Mingyu tajam.
"KIM MINGYU!" Wanita itu berteriak.
"Wae? Kau pikir aku tidak tau, apa yang kau lakukan bersama tua bangka itu selama eomma hidup? Kau boleh saja menipu banyak orang dengan gaya seperti seorang dewi penyelamat tapi perlu kau tau? Aku sangat tau, sampai seberapa besar kebusukanmu itu!"
PLAK
Wanita paruh baya itu berjalan mendekati Mingyu dan menamparnya membuat Mingyu meringis sembari mengusap darah pada sudut bibirnya.
"Wae? Kau marah? Padahal aku sudah cukup sopan tak memberikan mu julukan kasar. Seharusnya kau bersyukur, bukankah hidupmu cukup menyenangkan sekarang?"
"KAU..." Wanita itu hendak menamparnya lagi sampai seseorang menahannya.
"Hentikan bibi!" Sosok Bona tiba-tiba muncul membuat Mingyu memandanginya tak mengerti sementara wanita itu melotot tak percaya.
"Apa yang kau lakukan disini?" Sinis wanita itu.
"Tentu untuk bertemu dengan Mingyu." Jawab Bona yang kini merangkul tangan Mingyu dengan santai. Sementara Mingyu memicingkan matanya ke arah Bona masih membiarkan gadis ini untuk melanjutkan permainannya.
"Jadi, bisakah bibi meninggalkan kami berdua?" Tanya Bona yang kini terlihat begitu serius. Wanita itu menarik nafasnya kasar dan meninggalkan mereka berdua begitu saja.
Setelah itu Mingyu melepaskan rangkulan tangan Bona.
"Apa maumu?" Tanya Mingyu yang kini membantingkan tubuhnya lagi diatas kasur kingsize miliknya. Bona pun berjalan mendekatinya dan menidurkan dirinya disamping Mingyu yang tidur terlentang, ia menjadikan tangan kiri Mingyu sebagai bantalnya.
"Wae? Katakan dengan cepat karena ingin tidur!" Kata Mingyu nampak tak berminat.
"Kau tahu Wonwoo akan segera bertunangan dengannya kan?" Mingyu yang sudah menutup matanya, kini membukanya lagi.
"Wae?" Tanya Mingyu berusaha mengerti maksud dari ucapan Bona.
"Kau menyukainya kan?" Pertanyaan Bona kali ini membuat Mingyu menoleh seketika.
"Haha benar dugaan ku. Eunha benar-benar membual bahwa kau menyukainya..."
"Katakan! Sebenarnya apa maumu?" Mingyu memotong perkataan Bona. Ia sedang tidak ingin berdebat atau membahas sesuatu yang memusingkan fikirannya sekarang.
"Aku ingin kau mengacaukan pertunangan itu." Seketika Mingyu mengirutkan keningnya tak mengerti.
"Karena kau menyukainya jadi kau harus mendapatkannya Mingyu, seperti dulu saat kau mengejarku!" Kata Bona dengan santai membuat Mingyu tertawa.
"Haha...Kenapa aku harus melakukannya? Yak! Biarkan saja mereka, apa yang akan kau capai dengan mendukungku?" Seolah Mingyu tahu maksud Bona. Pasti gadis ini merancanakan sesuatu.
Bona terdiam, nampak ragu.
"Katakan!" Pinta Mingyu.
"Joshua oppa terus mengkhawatirkannya akhir-akhir ini, bahkan kini ia tidak memperdulikan ku! Ia sudah berapa kali mengatakan akan membatalkan perjodohan ini. Aku tidak bisa! Bagaimana bisa semua orang lebih memperdulikan gadis itu dari pada aku? Pertama Wonwoo, Joshua dan kau." Ungkap Bona dengan amarahnya yang tak padam.
Mingyu tertawa geli mendengarkan ocehan Bona.
"Kenapa kau tertawa?" Protes Bona.
"Bagaimana tidak? Kau selalu bersikap egois tanpa memperdulikan perasaan orang lain sementara gadis yang kau benci itu? Dia terus membuat dirinya menanggung semuanya sendiri, tidak ingin menyakiti siapapun!" Terang Mingyu.
"Yak! Kau membelanya karena kau menyukainya!" Bentak Bona.
"Itu fakta, kalau kau tidak suka? Itu urusanmu!" Kini Mingyu memejamkan matanya lagi.
"Jadi kau tidak akan membantuku?" Tanya Bona dan Mingyu menggeleng.
"Baiklah! Aku akan pergi!" Ucap Bona dengan kesal.
Ketika Bona sudah sampai di ambang pintu, Mingyu mengatakan sesuatu.
"Jangan lakukan apapun! Kalau tidak? Kau akan mendapat banyak kecaman. Akan ada banyak yang menentangmu!" Mingyu berusaha memperingatkan Bona.
Bona tak mengatakan apapun lagi, gadis itu pun melangkah menjauh.
"Kau harus mendengarkan aku agar kau tidak terluka." Guman Mingyu yang masih saja mencemaskan Bona. Meskipun Mingyu merasa sakit mendengarkan pertunangan Sinb dan Wonwoo tapi ia tidak ingin melakukan hal selicik itu.
Mingyu akan berjuang dengan caranya sendiri, dengan gayanya yang selalu terang-terangan.