Sinb pov
Aku disini, dipelabuhan menunggu Scoup hyung memesan tiket kapal feri yang akan membawa ku menyeberangi selat menuju pulau Jeju.
Jika kalian bertanya bagaimana perasaan ku saat ini? Kacau dan hancur! Selama perjalan, aku berusaha untuk menahan diriku untuk tak menangis karena aku selalu benci seseorang melihat diriku lemah.
Aku bahkan tak mengerti kenapa aku harus pergi ke Jeju? Mencari ketenangan, mungkinkah itu yang ku inginkan? Ah, aku benci terus bertingkah seperti pecundang tapi kenyataannya aku tak sanggup menghadapi mereka, mereka yang terus berusaha mengatur hidup ku dan membuatku terlihat begitu tak memiliki harga diri di hadapan orang lain.
Aku dan Wonwoo dijodohkan? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa mereka begitu lancang mengatur hidup ku? KATAKAN BAGAIMANA BISA? PRIA ITU! BAHKAN TAK PERNAH SEKALI PUN MEMINTA MAAF! Dan sekarang dia ingin mengaturku seperti bonekanya? Jangan berharap!
Aku tidak tau apakah ini yang terbaik tapi aku sangat lega setelah menelepon Yuju beberapa saat lalu dan mengatakan bahwa aku butuh menenangkan diri, bila paman bertanya? Bilang saja sesuai dengan apa yang ku katakan tapi jika itu DK hyung atau bahkan Wonwoo bilang bahwa aku butuh istirahat.
Wonwoo...Aku tau mungkin kau juga berfikiran sama seperti Mingyu, namun entah mengapa aku merasa kecewa, lebih sakit dari pada saat Mingyu memakiku. Ku pikir kita sudah menjadi teman yang sesungguhnya? Nyatanya kita masih sama seperti orang asing. Jika mengingatmu, Joshua dan Mingyu, ku rasa keputusan ini memang tepat.
Percayalah, aku tak ingin membebani siapapun! Kalau pun bisa, aku ingin hidup seperti bayangan agar semua orang tak terganggu dengan kehadiran ku bahkan terluka. Membayangkan kalian merasa terganggu dengan kehadiran ku? Itu sungguh membuat ku tak tenang.
Aku tidak ingin hidup dengan kebencian dan luka tapi kenapa semuanya menyakitiku? Itu yang ku rasakan selama ini, namun aku selalu menyingkirkan rasa sakit itu dan berusaha untuk menjadikannya biasa. Aku hanya perlu memperdulikan perasaan orang lain meskipun tak tampak, selalu seperti itu yang berusaha ku tekankan pada diriku!
"Ini tiketnya." Scoup hyung menyodorkan tiket dan aku pun mengambilnya segera.
"Ingat! Kau harus memberitahuku apapun yang terjadi disana. Jika kau ingin pulang, segera hubungi aku." Ayolah! Bahkan sekarang di mengomel seperti DK hyung.
"Ne...Jaga Yuju ku dengan baik." Aku pun memaksakan diriku untuk tersenyum.
"Baiklah, berhati-hatilah." Aku pun mengangguk membiarkan Scoup hyung pergi, meninggalkan aku sendiri disini dengan angin laut yang terus bergulir dan ditemani lampu temaram kapal feri yang berlayar.
Tanpa sadar aku menangis, meluapkan semua emosiku yang ku tahan. Inikah akhirnya? Kesendirian yang begitu menyedihkan!
Selamat tinggal Yuju, Scoup dan DK hyung. Aku akan berusaha menahan diriku untuk tak kembali. Sebisaku!
Sinb pov end
---***---
Jeon Ho High School
Pagi ini cerah dengan hijau dedaunan dan bunga bermekaran ditaman sekolah yang membuat udara sekitar sekolah semakin sejuk.
Halaman sekolah nampak begitu lenggang karena kebanyakan siswanya sudah memasuki kelas masing-masing. Hanya ada beberapa siswa yang memenuhi lapangan untuk mata pelajaran olahraga.
Di dalam kelas 2B, begitu tenang dengan seorang Songsaenim yang sedang menjelaskan tentang sebuah teori fisika. Ada yang mendengarkannya dengan seksama, ada yang berusaha untuk bermain-main dengan handphonenya, tertidur dan berbicara.
Sebuah bangku kosong sebelah Yuju yang kini menjadi pemandangan bagi dua orang yang tak lain adalah Wonwoo dan Mingyu. Bangku itu akan menjadi pemandangan dari waktu ke waktu nantinya.
Selang beberapa puluh menit berlalu bel berbunyi dan menandakan mata pelajaran pun berakhir. Scoup tiba-tiba masuk ke kelas Yuju dan menghampirinya.
"Ada yang ingin ku bicarakan dengan mu." Yuju pun mengangguk, seolah ia memang sudah menunggu Scoup.
"Kita berbicara di halaman sekolah saja." Usul Scoup sambil melirik ke arah Wonwoo dan Mingyu yang terus memperhatikannya.
"Apa kau tidak menjaganya?" Tanya Wonwoo yang sepertinya tidak sabar lagi untuk mengetahui keberadaan Sinb.
"Ia sudah berada dirumah." Yuju membantu Scoup yang terlihat kesulitan untuk memberikan alasan.
"Ckck...Ku pikir itu hanya luka biasa kenapa kalian berlebihan seperti itu?" Celetuk Mingyu dengan ekspresi menyebalkannya.
"Lebih baik kau tidak usah berbicara. Sebelum tangan ku bereaksi." Ucap Scoup datar, tidak biasanya ia seperti ini.
"Wae? Kenapa kau seperti ini hyung?" Mingyu bertingkah seolah tak mengerti penyebab Scoup menjadi marah.
"Ah, Yuju-ya kajja! Aku bosan melihat wajah mereka." Cibir Scoup yang kini merangkul bahu Yuju dan membawanya pergi dari dalam kelas.
Wonwoo hanya mampu menghela nafas dengan berbagai pikiran kacaunya dan Mingyu melihat itu.
"Kau harus mengingat perkataan ku, gadis itu busuk!" Ucapnya, setelah itu ia pergi meninggalkan Wonwoo sendiri dengan pikiran kacau yang masih memenuhi otaknya.
---***---
Satu hari...
Dua hari...
Tiga hari...
Seminggu...
Dua minggu...
Tiga minggu...
Sebulan tlah berlalu...
Sosok Sinb sepertinya hilang tertelan bumi. Setelah seminggu gadis itu tak kembali Scoup dan Yuju yang berusaha untuk merahasiakannya kini mereka ungkapkan kepada DK, Sowon dan Appa Yuju. Semua orang berusaha mencari Sinb dipelosok pulau Jeju, bahkan DK menyewa seluruh detektif swasta untuk menemukan Sinb.
"Semua ini salah ku." Joshua meletakkan kepalanya pada menja cafe yang sering kali ia jadikan tempat bertemunya ia dan DK.
"Jangan terus menyalahkan dirimu." DK berusaha untuk menghibur Joshua.
"Aku selalu egois." Kali ini Joshua menangis.
"Dia menanggung semuanya sendiri dan aku selalu mencari cara agar tak membuatnya terluka tapi kenyataanya, ia terluka lebih banyak. Dimana dia sekarang? Apa dia baik-baik saja? Aku tidak akan bisa pergi jika aku belum bisa melihatnya lagi." Lirih Joshua
DK menghela nafas. "Kalau saja malam itu, Scoup langsung memberitahuku...Aku tidak akan pernah mengizinkannya untuk pergi. Karena aku cukup tau bagaimana sifat gadis itu. Hwang Sinb! Dimana kau?" Selama sebulan ini DK tak pernah beristirahat dan makan dengan benar. Ia juga mengkhawatirkan gadis sebatang kara tersebut.
---***---
Sinb pov
Ketidak sukaan ku pada sebuah konflik yang berkepanjangan menggiring ku pada sifat yang selalu ku benci yaitu seorang pengecut. Sudah terlalu lama aku merasakan sakit yang membuatku tanpa sadar melakukan ini, menutup hatiku untuk siapapun! Tidak membiarkannya terluka lagi! Diriku yang selalu sesensitif ini, membuatku tak mudah untuk berada disekitar mereka. Bahkan aku sampai berfikir tidak membutuhkan siapapun! Aku bisa hidup sendiri dengan usaha dan kekuatanku! Pemikiran yang cukup bodoh bukan? Pada akhirnya itu hanya bentuk kepercayaan diri yang fana! Karena jika keputusaan itu hadir, aku pun tak bisa menjamin tentang bagaimana cara ku menghadapinya.
Bahkan dalam hitungan detik suasana hatiku mudah berubah. Aku tidak mengerti apa yang ku inginkan sampai aku bertindak sejauh ini, bahkan kekhawatiran yang tak masuk akal sering muncul dalam fikiran ku. Tidak ada yang akan berfikir bahwa aku berada disini bukan? Sebuah panti asuhan dimana teman lama ku di besarkan disini.
Selama sebulan ini aku begitu sibuk mengurusi anak-anak tapi pada kenyataannya aku hanya berusaha menyibukkan diri. Cukup sulit aku manahan semuanya, rasa rinduku pada Seol dan semua orang tapi aku juga tak memiliki kekuatan untuk kembali.
"Apa kau akan tetap disini?" Umji datang mendekati ku dan duduk disamping ku. Ia adalah sahabat terbaik ku.
"Kau sangat terus terang menunjukkan ketidak sukaan mu kepadaku?" Tanya ku dan ia memicingkan matanya.
"Aku sangat tidak ingin bercanda." Aku pun tertawa, teman yang selalu mengkhawatirkan ku meskipun sudah lama kami tidak saling bertemu. Aku dan dia tetap sama, hanya keadaan lah yang berubah, menyulitkan semuanya.
"Keluargamu pasti mengkhawatirkan mu." Ia memegang tangan ku dan aku menantikannya untuk terus berbicara kepadaku.
"Apa yang terjadi? Katakan? Bahkan selama sebulan ini kau tak mengatakannya." Ah, jadi aku berada disini selama sebulan? Lumayan lama dan aku masih diam dengan kebungkaman ku.
Terlalu banyak bicara juga tidak akan menyelesaikan apapun! Aku tidak mengerti apa yang ingin ku lakukan, ketika aku bahkan tak mengerti kenapa aku harus bertahan untuk tetap hidup sampai detik ini.
"Jadi tak mau mengatakannya kepadaku?"
"Aku tidak tau, apa yang harus ku katakan kepadamu? Mungkin, aku merasa jenuh dengan hidupku yang seperti ini." Ya, mungkin itu yang ku rasakan.
"Ah, kau ini...Seharusnya kau tidak boleh berkata seperti itu. Kau masih memiliki orang tua yang dapat kau lihat sepanjang waktu sementara kami? Terkadang kami tak tau seperti apa wajah mereka? Kau masih punya keluarga lain seperti pamanmu dan beberapa teman sepertiku. Cobalah sedikit lebih positif Sinb-ah, Tuhan begitu menyayangimu dan seharusnya kau bersyukur untuk itu." Ya, aku selalu memandang semuanya dengan rasa sakit dan tak pernah sedikit pun berfikir lebih positif. Kini aku hanya menangis dipelukannya. Katakan bagaimana aku bisa menyemangati diriku sendiri?
"Gwanchana...Dengan kau menangis seperti ini, semua rasa sakit itu akan segera pergi." Aku selalu merasa terharu ketika Umji berkata seperti ini.
"Gomawo." Guman ku
"Ne...Ini, telpon eommamu." Aku mengernyitkan kening ku tak mengerti dengan apa yang dikatakan Umji sebenarnya.
"Begini, kemarin eommamu menelepon ku dengan menangis dan aku mengatakan bahwa kau ada disini, aku tidak tega mendengarkanya menangis karena mencemaskan mu."
"Apa kau marah? Ku rasa sebentar lagi eomma mu akan sampai sini. Mianhae, aku melakukan ini karena aku juga khawatir terhadapmu." Ya, mungkin ini juga yang terbaik karena aku juga tak melakukan apapun.
"Sinb-ah..." Suara itu? Eomma! Aku melihatnya berlari kearah ku dan secepat mungkin memelukku.
"Eomma sangat mengkhawatirkanmu." Aku benci melihatnya menangis. Selama ini, ia terlalu banyak menangis untuk Appa.
"Aku baik-baik saja." Aku melepaskan pelukannya dan berusaha untuk menahan kesedihan ku.
"Mulai sekarang tinggalah dengan eomma. Agar eomma bisa menjagamu." Seketika aku menggeleng.
"Mianhae eomma, aku tidak bisa." Aku tidak sanggup jika harus merepotkan eomma atau keluarga barunya.
"Tapi..."
"Aku bisa mengatasi semuanya." Selalu, aku terus bersikap naif kepadanya.
"Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Umji-ya, jika Sinb membutuhkan sesuatu kau telpon saja bibi." Aku melihat Umji mengangguk dan aku masih dengan kebungkaman ku dan eomma memeluk ku kembali, aku melihatnya berat meninggalkan ku sendiri disini.
"Aku akan baik-baik saja eomma." Ucapku lagi dan ia mengangguk dengan linangan air mata. Mianhae eomma, aku akan melalui ini sendiri.
Dan aku masih termenung menatap punggung eomma yang semakin lama menghilang.
"Jadi, kau bersembunyi disini?" Ini? Bukannya Eunha? Aku menoleh, Eunha adalah salah satu orang yang tidak ingin ku temui.
"Bukan urusan mu!" Tidak terlalu penting untuk menanggapinya.
"Jangan salah paham, aku datang kemari hanya untuk mengikuti wanita itu. Ku pikir kau dan dia memiliki sebuah rencana licik?" Aku hanya mampu tertawa sinis. Gadis bodoh ini? Kapan akan pergi dari hidupku? Aku sangat muak!
"Maksudmu? Ku pikir aku lebih pintar dan tidak seceroboh itu untuk bisa terlacak olehmu." Sindir ku. Pergilah sebelum emosiku meledak!
"Haha benar juga, tapi kenapa Mingyu terus mengawasi rumah ku? Kurasa dia mencurigai sesuatu dan sebentar lagi dia akan menuju kemari." MWO? Wae?
"Kau terlihat terkejut? Bagaimana kau akan menghadapinya sekarang? Mingyu bukan tipikel yang mudah untuk dihadapi." Aish! Kenapa dia harus datang kemari? Dan kenapa juga Eunha begitu menyebalkan!
"Benarkan? Tapi sayangnya aku tidak peduli dengan semua itu." Kataku.
"Kau yakin? Kau tidak memiliki kesalah terhadap ku?" Akhirnya namja brengsek ini muncul juga.
"Aku tidak tau rasa percaya dirimu itu muncul dari mana? Yang pasti kalian tidak harus mengacau di sini." Eunha terlihat mulai tegang dan Mingyu tersenyum. Ku rasa meskipun aku menodongkan sebuah pistol dengan peluru, namja ini tidak akan pernah takut. Karena dia adalah namja gila yang pernah ku temui!
"Kau pergi seperti seorang pecundang, itu adalah salah satu kesalahanmu!" Bajingan ini! Bagaimana ia berbicara kasar seperti itu dengan mudahnya? Aku tidak mengerti, sebenarnya hatinya terbuat dari apa? Bagaimana ia tidak peka sama sekali? Tidak memiliki emosi dengan benar? Bagaimana orang tuanya membesarkan dia sebenarnya?
"Apa kau dengan berusaha menghakimiku sekarang? Apa perlu aku mengatakannya lagi? KAU BUKAN SIAPA-SIAPA DAN KALIAN BOLEH PERGI DARI SINI SEKARANG!" Aku muak dengan ini, dengan kalian dan semua orang yang terus saja memaksakan kehendak mereka kepada ku! Aku membenci itu!
"Kau tidak bisa menyuruh ku untuk melakukan itu!" Namja berhati baja ini benar-benar!
"Apa harus ada sesuatu yang terjadi? Baru kau mau pergi?"
"Apa kau menggertakku?" Aku tidak tau harus melakukan apa untuk membuat mereka pergi? Aku benci dengan ini sungguh!
"Mungkin dengan aku mati, kalian akan berhenti untuk menggangguku!"
Aku menghabiskan waktu ku selama ini dengan hanya diam dan memandangi semua yang terjadi tanpa berkomentar. Mereka tidak pernah mengerti arti dari kediaman ku, semakin aku tak menunjukkan reaksi semakin mereka mengambil tindakan berlebihan melampoi batasannya, batasan untuk masuk dalam ruang yang lebih dalam dari hidupan pribadi seseorang. Aku sudah terlalu lama ingin diriku hilang meskipun itu dengan sepenggal cerita yang ku buat dalam sebuah note sampah yang selama ini ku gunakan dan melalui begitu banyak tertandingan judo yang sebenarnya ku gunakan untuk melepaskan semua amarahku, tapi semua itu tak mampu membuat diriku semakin membaik, mungkin saat inilah waktunya...Waktu ku untuk mengakhiri segala omong kosong memuakkan ini! Dunia ini sungguh mengerikan dengan kejayaan orang-orang semacam mereka! Aku sungguh sangat muak dan putus asa menghadapi mereka!
Sinb pov end
Sinb mengambil sebuah skrop yang tadi ia gunakan untuk menanam sebuah tanaman bersama Umji sebelum eommanya datang, menggoreskan bagian yang tajam pada pergelangan tangannya.
"YAK! APA YANG KAU LAKUKAN!" Mingyu berteriak dan berlari kearah Sinb sementara Eunha terlihat terkejut.
"Ka! Aku benci diri..." Belum Sinb menyelesaikan kalimatnya, gadis itu sudah terjatuh dalam dekapan Mingyu dan tak sadarkan diri.
"Apa ini?" Tanya Umji yang baru saja datang. Terlihat panik ketika melihat sahabatnya ini sudah tergeletak dengan pergelangan tangan yang terus mengeluarkan darah segar.
"APA YANG KAU LAKUKAN? BANTU AKU MEMBAWANYA!" Bentak Mingyu membuat Umji segera bergegas sementara Eunha masih terlihat membatu.
20 menit waktu yang mereka butuhkan untuk sampai di sebuah klinik kecil. Mingyu masih menggendong Sinb berjalan cepat melewati lobi klinik dan menidurkannya disebuah kasur dan beberapa orang berpakaian serba putih datang, mulai memeriksanya dan memerintahkan Mingyu beserta Umji untuk segera keluar dari ruangan tersebut. Setelah beberapa menit kemudian seorang pria berjas putih keluar dari ruangan tersebut.
"Bagaimana keadaannya Dok?" Tanya Mingyu yang mendahului Umji.
"Dia menggoresnya terlalu dalam, untung kalian segera membawanya kemari dan kondisi mentalnya benar-benar lemah. Saya harap kalian bisa membantunya melewati ini semua dan menghindari segala sesuatu yang membuatnya tertekan karena itu akan membahayakannya kembali, ia akan lebih nekat dari ini." Mingyu terlihat termenung sementara Umji berusaha menahan tangisnya.
"Ini semua karenamu. Sepanjang aku mengenalnya, ia tak pernah seputus asa ini. Katakan! Apa yang kau lakukan padanya?" Umji memukul berulang dada Mingyu yang masih membatu dan Eunha datang berusaha untuk menghalangi Umji agar tak memukuli Mingyu terus.
"Yak! Apa yang kau lakukan? Lepaskan tangan kotormu itu darinya!" Umji tak mendengarkan ucapan Eunha, ia memandangi mereka berdua dengan tajam.
"Kalian lebih baik pergi dari sini, kalau aku masih menemukan kalian disini? Aku akan menyuruh bagian keamanan untuk mengusir kalian!" Jerit Umji kesal.
"Kau yakin? Kau bisa membayar biaya pengobatannya?" Sinis Eunha.
"Kau pikir kami semiskin itu? Bahkan jika kami harus mati karena tak memiliki uang kami tidak akan meminta sepeser pun dari kalian. Ah! Aku sekarang mengerti, kenapa ia bisa setertekan itu? Manusia angkuh seperti kalian lah penyebabnya!" Umji terlihat geram memandangi mereka berdua.
"Kau! Beraninya kau berkata seperti itu kepadaku!" Eunha hendak mendekati Umji tapi Mingyu menghalanginya.
"Wae?" Tanya Eunha marah.
"Ikut aku!" Mingyu menarik tangan Eunha dengan cepat dan meninggalkan Umji yang masih terus mengawasi mereka sampai memghilang dibalik tembok gedung.
Mingyu pov
Aku masih tidak menyangka, bagaimana bisa gadis itu? Melakukan hal bodoh!
Ia selalu membuat posisiku selalu sulit. Selama ini, aku selalu hidup dengan cara ku! Persetan dengan perasaan seseorang yang penting aku bisa melakukan apapun yang ku mau. Bahkan hari ini, saat aku tau bahwa dia ada disini dari hasil orang suruhan ku untuk mengikuti wanita itu. Aku mengejarnya tanpa pikir panjang dan saat melihatnya pingsang seperti itu, semuanya semakin jelas kenapa aku mengejarnya? Karena aku mengkhawatirkannya.
"Apa yang ingin kau bicarakan?" Jung Eunha, kau selalu ada dimana pun!
"Pulanglah!"
"Aku akan pulang jika kau ikut dengan ku!" Ah! Gadis ini!
"Ka! Sebelum aku berbuat kasar kepadamu!"
"Ani, lagi pula aku sudah memberitahu Wonwoo, ku rasa ia akan..."
"MWO? Apa kau bilang? Kau memberitahunya? GADIS BODOH!"
"Aku hanya..."
"PERGI DARI SINI SEKARANG SEBELUM AKU MELAKUKAN SESUATU KEPADAMU!" Jika ini tidak membuatnya gentar, aku akan benar-benar melakukan sesuatu kepadanya.
Bagus! Dia pergi dan aku bisa memantaunya gadis itu dari jauh. Aku tidak akan tenang jika belum melihatnya. Sial! Kenapa aku menjadi seperti ini sekarang!
Mingyu pov end
---***---
Wonwoo memandangi ponselnya dengan bimbang, duduk di atas tempat tidurnya dengan sejuta pikiran yang terus mengganggu dirinya.
Setelah beberapa menit ia menimbang, akhirnya ia memencet beberapa tombol pada layar handphonenya.
"Hyung..."
"Aku tau dimana Sinb."
"Di panti asuhan tapi sekarang dia berada di sebuh klinik. Aku akan mengirimimu alamatnya."
"Aku masih sibuk, jika semuanya selesai aku akan menyusul kalian."
Ttutt
Sambungan itu pun terputus dan Wonwoo menjatuhkan tubuhnya pada tempat tidurnya. Ia memejamkan matanya dengan helaan nafas panjangnya.
Wonwoo pov
Apa yang kau lakukan? Seharusnya kau pergi menemuinya! Tapi untuk apa menemuinya? Mengingat semua dugaan Mingyu sungguh membuat ku semakin tak yakin dengannya, dengan semua hal yang menyangkut dirinya.
Benarkah, kau merencanakan pertemuan kita? Kau dan keluargamu berusaha melakukan ini? Jika itu benar? Aku tidak bisa memaafkanmu!
Tapi aku tak tenang jika aku tak melihat keadaanmu. Apa yang membuatmu harus dirawat di klinik? Apa ini juga salah satu rencanamu? Tapi kenapa Mingyu juga ada disana? Ah, Jeon Wonwoo! Seharusnya kau bertanya pada Eunha apa yang terjadi sebenarnya!
Salah satunya cara agar aku tau adalah pergi kesana! Ya, aku harus kesana!
Wonwoo pov end
---***---
Umji duduk di samping tempat tidur Sinb di rawat inap klinik. Ia memegangi tangan Sinb dan terus menanti dengan cemas kesadaran sahabatnya ini. Waktu terus bergulir menyisahkan kesunyian didalam ruangan tersebut dan Umji yang kelelahan sudah tertidur dengan kepala yang tersandar pada tempat tidur Sinb tanpa tau bahwa Sinb telah sadar. Ia memandangi Umji dengan ekspresi sedihnya. Merasa pergerakan tubuh Sinb membuat Umji segera bangun.
"Gwanchana?" Tanya Umji dan Sinb mengangguk kemudian pandangannya terlihat memeriksa sekeliling.
"Tenanglah, mereka sudah pergi." Menyadari apa yang membuat Sinb seperti itu, Umji pun memberitahunya bahwa kedua orang itu sudah pergi.
"Umji-ya..." Pangil Sinb dengan suara lemahnya.
"Ne..."
"Mianhae...Aku tidak mengerti kenapa aku melakukan itu? Aku merasa tak bisa bernafas..." Ungkap Sinb sambil menangis.
"Gwanchana...Gwanchana..." Umji memeluk Sinb dan meneluk punggungnya pelan, berusaha untuk menenangkan sahabatnya ini.
"Aku sudah mengatakan kepada mu untuk mengeluarkan semua amarahmu ini. Kenapa kau menyimpan begitu lama? Bagaimana mereka akan tau apa yang kau rasakan? Dengan menjadi dingin seperti ini tidak akan mengubah apapun. Aigo, kenapa kau sulit sekali mengungkapkan perasaanmu?" Sinb terus menangis dalam pelukan Umji. Entah hanya pada Umji saja ia bisa menumpahkan semua kesedihan dalam hatinya selama ini.
"Kau tidak memberitahu eomma kan?" Bahkan di saat situasi seperti ini pun, Sinb tak ingin eommanya tahu.
"Tentu saja tidak, tapi aku tidak tahu kalau mereka memberitahunya." Ungkap Umji membuat Sinb menghela nafas.
"Aku tidak ingin bertemu dengan siapapun. Jadi jangan biarkan siapapun kecuali dirimu masuk kemari." Pinta Sinb.
"Baiklah." Jawab Umji setuju.
"Sekarang kau istirahatlah, keadaan ku sudah membaik." Sinb menyuruh Umji untuk beristirahat.
"Kau yakin?" Tanya Umji dan Sinb pun mengangguk.
Sinb memandangi Umji yang terlelap di sofa dengan rasa bersalahnya sampai ia mendengar seseorang membuka knop pintu. Ia menangkap sosok Yuju, DK, Scoup dan Sowon yang seketika membuat Sinb membisu.
"Sinb-ah..." Yuju segera berlarian memeluk Sinb setelah itu Sowon, DK dan Scoup segera mendekat.
"Apa yang sebenarnya kau fikirkan?" Tanya DK namun Sinb hanya diam.
"Kenapa kau tak mengabari kami?" Kali ini Scoup pun bertanya.
"Aku baik-baik saja." Ungkap Sinb sambil menghela nafas. Ia berusaha untuk menyembunyikan semua rasa sakitnya dari teman-temannya.
"Kalau kau baik saja? Kenapa kau berada disini, dengan perban di tangan mu dan muka itu kenapa?" DK tak mau menyerah untuk terus bertanya.
"Ini hanya kecelakaan hyung, jangan berlebihan." Seperti biasa Sinb merasa risih.
"Kalian siapa?" Tanya Umji yang baru saja bangun.
"Tenanglah, mereka teman ku." Umji mengangguk.
"Bagaimana kabar Paman dan Bibi?" Sinb bertanya pada Yuju.
"Mereka begitu mengkhawatirkanmu." Lirih Yuju yang terlihat sedih.
"Maafkan aku." Balas Sinb.
"Tidak! Aku tidak akan memaafkanmu! Kau telah menipuku!" Scoup berpura-pura kesal kepada Sinb.
"Mianhae hyung." Kata Sinb dengan tersenyum.
"Kau benar-benar tidak ingin kembali ke Seol?" Tanya Sowon membuat Sinb terdiam.
"Tidak masalah kalau kau tidak mau kembali. Tapi kabari kami sesekali." DK sungguh berbeda saat ini, ia tak terlihat banyak bicara seperti biasanya.
"Chagi..." Panggil DK kepada Sowon membuat kekasihnya itu memperhatikannya.
"Bukannya kalian merasa lapar? Scoup, tolong ajak mereka pergi ke restaurant biarkan aku yang menjaga Sinb." Pinta DK dan Scoup mengangguk mengerti.
Mereka pun pergi, Umji keluar untuk mengurusi administasi dan kini hanya tinggal Sinb beserta DK.
"Sesungguhnya kau tidak ingin menemui kami bukan?" Dugaan DK membuat Sinb mendesah.
"Siapa yang memeberitahu mu hyung?" Sinb mengalihkan topik pembicaraan.
"Wonwoo!" Mata Sinb melebar seketika.
"Bagaimana bisa?" Tanya Sinb dan DK hanya menggendikkan bahunya tak tahu.
"Ku pikir kau yang memberitahunya? Karena kalian sebentar lagi akan bertunangan?" Sinis DK berpura-pura.
"Hentikan! Jangan mengatakan omong kosong itu lagi! Kau sangat tahu, itu bukan seperti diriku." Melihat Sinb serius DK mengangguk.
"Ku rasa Mingyu atau Eunha yang memberitahunya."
"Mingyu? Eunha? Bagaimana ia bisa disini?" Tanya DK tak mengerti.
"Dia mengikuti Eomma." Jawab Sinb.
"Mereka tidak melakukan sesuatu kepadamu kan?" DK yang selalu punya insting tajam. Sinb hanya menjawabnya dengan gelengan.
"Kau tau, seberapa khawatirnya Joshua?" Lanjut DK.
"Jangan katakan apapun kepadanya! Lagi pula sudah ada gadis itu disisinya bukan?" Ekspresi Sinb berubah sedih.
"Sinb...Itu tidak seperti apa yang kau lihat. Joshua..."
"Apapun itu hyung, kita tidak akan pernah bisa bersama. Jebal! Jangan membahas ini lagi, aku merasa sesak dengan semuanya." DK terdiam melihat ekspresi Sinb yang tersiksa.
"Aku tidak ingin kau atau siapapun melihat ku seperti ini. Hyung, ku mohon kembalilah ke Seol bersama yang lain. Aku tidak bisa kembali lagi." Sinb mulai menangis, bagaimana pun Sinb sangat rapuh sekarang.
DK menghela nafas. "Baiklah, aku akan membawa mereka pulang." Sinb masih diam dengan tangisnya sementara DK pergi keluar sambil terus melirik Sinb. Namja itu mengkhawatirkannya bahkan sampai didepan pintu kamar pun DK bersandar disana.
"Kenapa kau menjadi seperti itu?" Lirih DK.
"Hyung..." DK mencari sumber suara itu dan menemukan Wonwoo berjalan mendekatinya.
"Apa yang terjadi? Kenapa mukamu seperti itu?" Wonwoo hendak membuka pintunya tapi DK melarangnya.
"Ani, kau tidak bisa menemuinya." Ungkap DK.
"Wae? Dia baik-baik saja kan?" Wonwoo terlihat cemas. DK menggeleng.
"Aku akan melihatnya!" Wonwoo memaksa masuk.
"Tidak Wonwoo! Kau tidak..." Namun Wonwoo berhasil memasuki ruang inap Sinb. Ia melihat Sinb berbaring dan memejamkan matanya.
"Apa kau tidak ingin menemuiku juga?" Sinb masih diam dan memejamkan matanya dengan membalikkan tubuhnya memunggungi Wonwoo. DK hanya diam melihat semuanya.
"Wae? Seharusnya kau mengatakan sesuatu? Apa tidak ada sesuatu yang ingin kau jelaskan kepadaku?" Desak Wonwoo.
"Hwang Sinb! Apa kau mendengar ku?" Sinb masih tetap diam dan Wonwoo menghampiri Sinb untuk membangunkannya.
"Wonwoo..." DK berusaha memperingatkannya tapi terlambat kini Sinb telah bangun dan memandangi Wonwoo dengan datar.
"Ka!" Usir Sinb, setelah mengatakan itu, Sinb membaringkan tubuhnya lagi.
"Kenapa kau sekeras kepala ini! Apa kau begitu menginginkan perjodohan ini?"
"Jeon Wonwoo!" Kali ini DK yang membentaknya.
"Wae, hyung!"
"Ini tidak seperti yang kau kira." Ungkap DK.
"Lalu seperti apa?" Tanya Wonwoo yang tak mengerti.
"Ikut dengan ku!" DK menyeret Wonwoo untuk segera meninggalkan Sinb.
Sinb hanya mampu menangis dengan diam sampai Umji datang.
"Apa temanmu sudah pergi?" Tanyanya.
"Aku ingin segera kembali ke panti sekarang!" Permintaan tak terduga dari Sinb.
"Wae? Apa sesuatu terjadi?" Tanya Umji dan Sinb hanya mampu menangis. Ia tak sanggup untuk mengatakan semua yang ia rasakan sekarang.
"Baiklah, tapi kau harus berjanji! Kau tidak akan melakukan hal yang berbahaya lagi?" Sinb menangguk.
"Bagus, kajja!"