Ketiga namja tengah duduk di sebuah cafe tepatnya di sebuah rumah sakit. Mereka memesan 3 cup kopi panas dan meminumnya dalam keheningan untuk beberapa saat.
"Apa kau tidak akan pulang?" Tanya Scoup membuka pembicaraan, menantikan jawaban dari Wonwoo.
"Bagaimana dengan kalian?" Wonwoo menatap Scoup dan DK bergantian.
"Aku yang menunggunya, kalian pulang saja. Besok kau harus menjemput Sowon kan?" Scoup bertanya kepada DK membuat sahabatnya itu mengangguk.
"Bagaimana kalau aku tetap disini menunggunya?" Usul Wonwoo membuat Scoup dan DK saling berpandangan dan tersenyum.
"Katakan? Apa yang mendorongmu untuk melakukan ini?" Seketika DK penasaran dengan niat Wonwoo yang bersikeras untuk tetap menjaga Sinb.
"Ani, tidak ada. Aku hanya ingin menemani Scoup hyung saja." Sangkal Wonwoo yang seketika membuat dua hyungnya itu tertawa.
"Baiklah, aku akan pergi bersama DK dan kau yang menungguinya." Kata Scoup dan DK hanya tertawa mendengarnya.
"Wae? Kenapa hanya aku?" Wonwoo dengan kebingungannya.
"Karena hanya kau yang mampu menakhlukannya." Jawab DK dan Scoup membenarkan itu.
"Kalau kau membutuhkan sesuatu segera hubungi kami. Aku akan mendatangi rumah Yuju besok untuk membicarakan ini dengan keluarganya." Terang Scoup.
"Jaga dia baik-baik. Aku yakin kau bisa mengatasinya." DK menepuk pundak Wonwoo pelan, di ikuti Scoup juga. Kemudian duo absturd itu meninggalkan Wonwoo yang hanya mampu menghela nafas berat.
"Bagaimana aku dapat menghadapi kekeras kepalaannya." Gumam Wonwoo sembari bangkit dari kursi dan berjalan menuju lobby dan terus berjalan sampai di depan kamar rawat Sinb.
Ragu, ia mengurungkan niatnya untuk mengetuk pintu. Memilih untuk duduk dibangku sebelah pintu masuk sampai akhirnya ia pun tertidur di sana.
---***---
Pagi menjelma memberikan kemurnian dan kecerahannya. Membuka lembar baru untuk memulai hiruk pikuk kota Seol. Hari ini Jeon Ho high school di sibukkan begitu banyak kegiatan seperti biasanya.
Yuju melangkah memasuki sekolahnya dengan terus mengedarkan pandangannya berusaha mencari sosok Sinb sampai seseorang mendekatinya.
"Yuju-ah..." Panggil seseorang yang tak lain adalah Scoup.
"Sunbae!" Yuju segera mendekati Scoup berharap namja ini menemukan sesuatu tentang Sinb. Scoup memberikan isyarat pada Yuju untuk mengikutinya, mereka berbicara di tempat yang lebih sepi.
"Apa kau menemukannya?" Tanya Yuju tak sabar ingin segera tahu keadaan saudarinya ini.
"Hoh, dia sekarang ada dirumah sakit." Jawab Scoup dengan ragu.
"MWO? Wae? Apa yang terjadi padanya Sunbae?" Yuju merasa panik dan khawatir seketika. Itu kenapa Scoup mengajaknya ke tempat yang begitu sepi karena ia cukup bisa menebak seperti apa nantinya respon yeoja ini.
"Nanti, kita akan pergi bersama. Jangan memberitahu orang tuamu dulu. Dia membutuhkan waktu untuk sendiri." Yuju mengangguk dengan ekspresi sedihnya.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang?" Yuju juga ingin membantu saudarinya itu.
"Kau cukup mengenalnya bukan? Ku rasa ia hanya butuh waktu sendiri untuk beberapa saat." Saran Scoup yang seketika membuat Yuju menghela nafas.
Percakapan mereka berhenti ketika bel masuk untuk memulai kelas berbunyi. Yuju berjalan berdampingan dengan Scoup yang cukup menyita perhatian. Scoup, DK, Wonwoo dan Mingyu masuk jajaran kelas teratas yang cukup populer di kalangan siswa sekolah ini. Apa lagi Scoup masih tak memiliki kekasih seperti DK jelas saja banyak yang mengincar dan mengaguminya.
Yuju menyadari bahwa beberapa siswi meliriknya tak suka dan itu cukup membuatnya tak nyaman.
"Gwanchana, kau harus terbiasa dengan ini mulai dari sekarang." Yuju mengirutkan keningnya menatap Scoup tak mengerti. Scoup tersenyum melihat ekspresi lucu Yuju.
"Waeyo?" Kali ini Yuju berhasil menghilangkan ke gugupannya dan bertanya dengan ragu. Scoup tersenyum penuh arti.
"Nanti kau akan tahu, masuklah!" Pintanya sambil mengacak rambut Yuju membuat pipi gadis itu merona karena malu dan itu cukup menghebohkan siapapun yang melihatnya.
Selama jam pelajaran Yuju tidak bisa berkonsentrasi penuh, pikirannya melayang pada percakapannya dengan Scoup tentang Sinb dan arti dari ucapan pria itu.
Sama halnya dengan Yuju seseorang yang duduk beberapa meter dibelakangnya memandangi bangku sebelah Yuju yang merupakan bangku Sinb. Dia adalah Mingyu yang tak henti menatap bangku itu tentunya dengan rasa penasarannya bahkan ia juga tidak menyadari ada satu lagi bangku yang kosong di dalam kelas tersebut. Bangku itu adalah milik Wonwoo yang masih setia menunggui Sinb.
---***---
Sinb pov
Aku terbangun dalam keadaan kacau setelah malam dan hari yang begitu menyakitkan. Hal yang masih tidak bisa ku terima tapi itu sebuah kenyataan. Bagaimana mereka melakukan semua itu?
Appa bagaimana bisa kau melakukan itu kepada kami? Bahkan aku begitu sangat membenci diriku sendiri. Aku menyukai saudara ku sendiri? Bagaimana aku harus menghilangkan perasaan hina ini? Bagaimana katakan? Bahkan satu kalimat bodoh itu kini memenuhi otak ku.
'Aku ingin mati saja'
Aku tidak tahu bagaimana aku harus bertemu dengannya lagi. Aku tidak bisa dan tak sanggup hanya dengan membayangkannya saja.
Ah, aku tidak bisa terus berada di dalam ruangan ini karena itu cukup menyiksaku mengingat setiap apa yang ia ucapkan semalam. Aku membutuhkan udara segar.
Aku berjalan menuju halaman luar rumah sakit dan ketika aku membuka pintu. Cukup mengejutkan melihatnya tertidur disana. Apa ia menungguiku semenjak semalam? Aku memeriksa dirinya dengan mataku. Ya Tuhan, dia pasti kedinginan tidur di luar tanpa selimut. Aku pun berjalan ke dalam dan mengambil selimut untuknya.
Jeon Wonwoo, aku tidak tahu apa yang membuatmu begitu peduli kepadaku? Tetapi apapun itu, gomawo. Terima kasih karena kau telah membuat ku tak merasa buruk sebagai seseorang. Melihatnya tidur dengan kedamaian seperti ini? Sungguh dia terlihat lebih baik.
"Kau sudah lebih baik?" Aku hendak pergi, namun ia terbangun dan membuat ku canggung seketika. Aku bingung harus menjawab apa kepadanya.
"Wajahmu masih terlihat pucat. Masuklah dan istirahat." Bahkan kini ia berdiri dan menyelimutiku dengan selimut yang ku pakai untuk menyelimutinya. Ah, ini memalukan dan ditambah beberapa perawat memandang kami dengan senyum gelinya.
Sungguh melihat hubungan kami yang seolah begitu dekat seperti ini membuatku takut. Semoga saja ia tidak merencanakan sesuatu yang aneh. Karena ini benar-benar bukan gaya kami untuk saling bersikap manis.
"Aku ingin jalan-jalan." Aku ingin tahu seperti apa reaksinya setelah aku mengatakan ini? Ia mengangguk, seolah berusaha untuk mengerti. Ah, ini benar-benar aneh? Apa benar dia Jeon Wonwoo? Namja kasar yang pernah berteriak kepadaku beberapa hari lalu?
"Perlu ku temani?" Tawarnya. Wah, bahkan ia menawarkan untuk menemaniku? Apakah sikapnya memang seperti ini? Aku berusaha untuk tersenyum dan meyakinkannya.
"Anio, terima kasih untuk semalam. Kau sebaiknya pulang, aku tidak merasa baik jika terus merepotkanmu." Dan aku melihatnya menghela nafas. Kami adalah dua orang asing dan kehadirannya di sini sejujurnya membuat ku tak nyaman.
"Baiklah...Jaga dirimu baik-baik." Bahkan reaksinya susah untuk ku tebak. Tatapan apa itu sebenarnya? Aku seketika merasa merinding pada sekujur tubuh ku. Aku tak pernah melihat senyum dan perkataan lembut itu darinya. Kalau dia bisa bersikap seperti itu? Kenapa ia terus mempertahankan sikap dingin dan kasarnya? Apa yang sebenernya terjadi kepadanya?
Bahkan aku masih berfikir keras ketika ia tidak ada lagi di hadapan ku. Ya, saat ini hanya ada aku dan semua rasa sakit ini.
Aku mulai berjalan melewati lorong rumah sakit. Kepala ku sudah tidak sesakit seperti semalam namun di sini--didalam sini sungguh begitu menyakitkan. Bahkan semua fikiran kritis yang selama ini mampu untuk membuatku selalu optimis dalam menghadapi hidup seolah menguap dan menghilang seperti buih.
Aku tidak memiliki apapun yang tersisa kecuali rasa sakit yang membuat ku selemah ini. Sungguh aku begitu sangat membenci diriku melebihi siapapun orang yang ku benci di dunia ini.
Aku mencapai titik terlemah dengan ketidak berdayaan untuk menjalani kehidupan. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi hari esok? Bahkan membayangkannya saja sudah membuatku begitu takut.
Aku rasa mati jauh lebih baik? Bahkan dalam sedetik aku menjadikan diriku seorang pecundang dengan pemikiran seperti itu.
Aku terus berjalan sampai ketika rasa sakit pada kepala ku menyerang dan tatapan ku mulai mengabur. Aku akan terjatuh kalau seseorang tak menahan ku dengan tangannya. Aku tidak bisa melihat siapa dia karena setelah ini, aku merasa begitu lelah dan terus memejamkan mataku.
Sinb pov end
Setelah meninggalkan Sinb. Wonwoo sebenarnya tidak benar-benar pergi. Ia hanya membiarkan gadis itu sendiri, memberinya banyak waktu untuk mengatasi semua kesedihannya. Wonwoo sebenarnya mengikuti Sinb dari jauh dan melihat semua yang di lakukan gadis itu. Bahkan saat Sinb terus menangis sambil memegangi dadanya. Wonwoo sudah sangat ingin menghampiri gadis itu namun ia terus memperingatkan dirinya untuk tetap hanya mengawasinya.
Wonwoo pov
Meskipun ia bersikeras bahwa ia baik-baik saja tapi tetap tak bisa meninggalkannya. Aku tahu ia begitu tak nyaman dengan kehadiran ku dan aku memberikannya ruang untuk membuat dirinya lebih baik, namun ku rasa itu tidak akan mudah. Aku melihatnya berada di titik terlemahnya.
Kalau saja ia mau berbagi dengan ku? Aku sangat ingin menenangkannya tapi aku juga tidak bisa memaksanya untuk nyaman dengan kehadiran ku. Hanya seperti ini yang bisa ku lakukan, mengikutinya secara diam-diam dan aku melihatnya akan terjatuh, membuatku segera berlari kepadanya.
Aku membawanya kembali ke kamar dan menyelimuti tubuhnya kembali. Dokter sudah memeriksanya beberapa saat yang lalu, ia memang masih belum pulih. Jadi aku sedikit lega kalau alasan ia sampai pingsan karena ia terlalu memaksakan diri untuk terlalu banyak bergerak namun sebenarnya tubuhnya membutuhkan istirahat.
Dret~dret
Handphone ku pun bergetar dan aku melihat eomma menelepon ku. Ah, sekarang apa lagi?
"Kau dimana? Kenapa kau tidak pulang?" Sudah ku duga.
"Aku sedang berada di rumah sakit." Jawab ku.
"MWO? Apa kau sakit? Kenapa kau tidak memberitahu Eomma?" Eomma selalu saja berlebihan.
"Bukan aku tapi seseorang." Aku terlalu malas untuk mengatakannya kepada eomma karena ia akan selalu mendesak ku untuk mengatakan semuanya.
"Iya siapa dia? Sampai membuatmu harus membolos sekolah? Kalau Abojimu tahu tentang ini dia akan benar-benar memotong saham mu." Selalu saja ancaman yang sama.
"Eomma, aku sangat sibuk sekali jadi sampai jumpa nanti di rumah."
Tut
Aku mengakhiri panggilan dan dapat ku pastikan eomma akan mengomeliku nanti.
"Wae? Kenapa kalian melakukan ini kepada ku?" Gadis ini mengigau dan aku melihatnya ia menangis. Apa yang harus ku lakukan sekarang?
Haruskan aku menenangkannya?
"Wae? Ka! Pergi ku bilang." Bahkan kini ia menjerit. Aku pun mendekatinya dan berusaha membangunkannya.
"Sinb...Gwanchana?" Pertama kalinya aku memanggil namanya. Aku masih berusaha membangunkannya dengan menyentuh pucuk kepalanya.
"Sinb-ah..." Ulang ku dan ia mulai membuka matanya dan menatap ku masih dengan linangan air matanya.
"Kenapa kau masih disini?" Aku mendesah, di saat seperti ini ia masih mempertanyakan itu?
"Apa itu penting sekarang? Lihatlah dirimu! Kau bahkan tak bisa menjaga dirimu dan kau menyuruh orang lain untuk tak mengkhawatirkanmu? Kau terlalu egois menjadi seorang manusia!" Bahkan aku mengomelinya sekarang. Kali ini ia mendesah dan ku pastikan ia akan memberikan jawaban yang sama seperti biasanya.
"Aku tak mau mendengarkan alasan itu!" Sela ku sebelum ia mengatakan itu.
"Gomawo..." Mwo? Ia mengucapkan terima kasihnya? Sebuah kemajuan.
"Tuan muda..." Bukan kah itu suara Sek. Park.
"Sepertinya ada seseorang yang mencarimu." Yeoja ini menunjuk pada sosok yang kini berdiri di belakang kami. Ah, benar Sek. Park.
"Apa yang kau lakukan disini?" Aku sangat malas untuk menanggapi nasehatnya sekarang.
"Jadi ini nona Hwang." Aku melihatnya kebingungan menatap Sek. Pak dan akhirnya mengangguk pelan.
"Apa yang sebenarnya ingin kau ketahui, maksud ku apa yang berusaha eomma cari?" Aku menatapnya tajam dan seperti biasa ajussi ini hanya menunjukkan ekspresi santai dengan kegeliannya.
"Anda putri dari Hwang Hyung Sik pemilik firma hukum Tae San?" Aish! Bahkan sekarang ia mengabaikan ku. Apa dia tidak tau, yeoja ini sedang tidak ingin membahas orang tuanya.
"Aku tinggal bersama paman ku sekarang." Bahkan ia juga tidak mau mengakui secara gamblang tentang hubungan dengan abojinya.
"Sek. Park, sejak kapan kau beralih menjadi seorang detektif? Jangan mengganggunya, kembalilah kepekerjaan mu. Aku akan berbicara dengan eomma nanti." Dia sungguh menyusahkan! Aku melihatnya tersenyum. Ah dia menggoda ku.
"Baiklah tuan muda. Nona saya pergi." Aku hanya melambaikan tangan ku untuk menyuruhnya segera pergi.
"Kenapa kau bersikap seperti itu?" Aku menatapnya dan ia terlihat penasaran.
"Maksudmu?" Masih belum jelas apa yang yeoja ini tanyakan.
"Pada Sek. Park?" Oh, jadi itu maksudnya.
"Ah, dia dan eomma adalah dua orang yang selalu membuat ku sakit kepala. Mereka selalu ingin tahu apa yang ku lakukan!" Itu adalah kenyataannya dan apa yang ku lihat? Ia tersenyum untuk pertama kalinya.
"Aku tidak pernah berfikir kau sedekat itu dengan eommamu?" Bahkan ia mulai tertarik dengan kehidupan ku?
"Ah itu, setiap kali kami pergi bersama. Banyak orang yang berfikir bahwa eomma adalah noonaku." Dan itu kenyataanya.
"Mwo? Benarkan? Ku rasa eommamu masih sangat muda. Pasti dia sangat cantik." Bahkan dia mulai penasaran dengan wajah eomma ku.
"Kau bisa melihat itu dari wajah ku. Apa aku tak masuk dalam standart namja dengan wajah di atas rata-rata?" Dan apa yang ku lihat? Dia tertawa.
"Apa selama ini kau sepercaya diri itu?" Aku pun mengangguk. Ia tertawa lagi. Sepertinya aku benar-benar tak bisa menghindari ini, untuk terus terlibat dalam setiap hal yang yeoja ini lakukan.
"Jadi, apa kau mau berteman dengan ku?" Aku harus membuat sebuah gerakan! Agar kami tidak terus terjebak dalam suasana canggung.
Aku melihatnya terdiam dan menatap ku tak percaya.
"Apa yang kau katakan?" Ia menginginkan aku untuk mengulangi kata itu lagi.
"Jadilah teman ku Hwang Sinb." Ulang ku dan ia tersenyum.
"Kenapa kau berfikir seperti itu?" Ia masih belum bisa mempercayai ini. Aku bahkan juga tidak mengerti diriku? Kenapa aku sangat ingin melakukan ini?
"Wae? Apa aku tidak boleh? Kau bisa begitu terbuka dengan DK dan Scoup hyung kenapa dengan ku tidak?" Keluh ku dan ia terkekeh geli.
"Apa kau cemburu kepada mereka?" Ah, jadi itu yang ia fikirkan?
"Ani, ayolah!" Mohon ku.
"Ah, ini sungguh aneh. Kenapa kita berakhir seperti ini? Apa kau masih ingat bagaiman kita saling mencibir dengan dinginnya." Aku juga tidak mengerti kenapa kita berakhir seperti ini, ku rasa ia cukup geli dan aku juga merasa seperti itu.
"Kau tidak sedang merencanakan sesuatu bukan?" Tanyanya dengan tatapan penuh selidik.
"Ya aku merencanakan sesuatu." Ia semakin memicingkan matanya setelah mendengarkan ucapan ku.
"Apa itu?" Rasa ingin tahunya yang begitu tinggi.
"Berteman dengan mu." Jawab ku santai dan apa yang ia lakukan? Memukul lengan ku pelan.
Akhirnya, kami bisa menghilangkan suasana canggung itu.
Wonwoo pov end
Akhirnya mereka berdua bisa menghilangkan ketegangan satu sama lain. Bahkan kini Sinb tidak merasa risih lagi dengan kehadiran Wonwoo disebelahnya. Wonwoo sedang asyik menonton motor GP dan Sinb menyelesaikan sarapannya.
"Kau tidak makan?" Tanya Sinb pada Wonwoo.
"Nanti saja, ini terlalu seru untuk di tinggalkan." Sinb pun tersenyum melihat keseriusan Wonwoo menonton motor GP.
"Bukankah itu tayangan ulang?" Tanya Sinb lagi dan Wonwoo mengangguk.
"Semalam sangat tidak memungkinkan untuk melihatnya, apa lagi kondisimu seperti itu." Sinb terdiam sesaat masih menatap Wonwoo lebih lembut dari biasanya.
"Gomawo..." Hanya kata itu yang selalu ingin Sinb ucapkan kepada namja di hadapannya ini. Wonwoo mengalihkan pandangannya pada Sinb dan tersenyum. Mereka saling tersenyum dan memandang untuk sesaat sampai kedatangan seseorang.
"Wah, apa ini? Kau tidak pulang dari semalam?" Scoup menatap tak percaya Wonwoo dan Sinb yang biasa saja dengan kehadiran Wonwoo.
"Kalian baik-baik saja?" DK menempelkan tangannya pada dahi Sinb yang seketika di tepis oleh gadis itu.
"Kau baik-baik saja?" Sowon dan Yuju berjalan mendekati Sinb dan seketika Sinb tersenyum mengangguk kearah mereka.
"Aku tidak bisa tidur karena mengkhawatirkan mu, Appa dan Eomma juga." Ekspresi Sinb seketika berubah sedih, ia merasa bahwa dirinya bersalah karena kasar kepada pamannya. Sinb tahu bahwa pamannya tak bermaksud untuk melakukan itu tetapi saat itu Sinb sudah sangat emosional dengan kehadiran Appanya yang begitu sangat tidak ia suka.
"Mianhae Yuju-ah..." Sinb pun melentangkan kedua tangannya berharap Yuju datang dalam pelukannya dan Yuju melakukan itu.
"Ku mohon, jangan lakukan ini lagi. Seputus asanya dirimu, aku harus menjadi orang yang pertama tahu dan menjadi tempatmu untuk bersandar." Pinta Yuju dan Sinb mengangguk.
"Aigo, kalian berdua manis sekali." Goda DK seperti biasanya, Sowon, Scoup dan Wonwoo hanya tersenyum menyaksikan kedekatan dua saudari ini.
Akhirnya kamar rawat inap Sinb begitu ramai karena semua temannya berkumpul dan membahas banyak hal. Sinb yang masih belum sembuh sepenuhnya hanya memperhatikan mereka dan sesekali tersenyum dengan bualan DK yang tidak pernah ada habisnya.
Setidaknya Saat ini Sinb merasa tidak sendiri lagi. Mungkinkah masa menyakitkan itu akan mudah untuk ia lalui?
Sampai kehadiran seseorang membuat ekspresi Sinb berubah. Seorang wanita paruh baya yang terlihat anggun memasuki ruang. Yuju tersenyum melihat sosok itu, begitu juga dengan Scoup, Sowon juga tersenyum setelah DK membisikkan sesuatu kepadanya. Wonwoo terdiam dengan ekspresi santainya.
"Immo..." Sambut Yuju dan di ikuti dengan kehadiran eomma Yuju tanpa Appanya.
"Kau baik-baik saja?" Tanya Ny. Choi dan Sinb mengangguk sementara eomma Sinb masih terlihat ragu ingin mendekati putrinya.
"Anak-anak apa kalian sudah makan?" Tanya tiba-tiba dari Ny. Choi membuat mereka nyengir dengan kompak.
"Baguslah, bibi sudah membawa ini. Ayo kita cari tempat yang nyaman di luar." Ajak Ny. Choi dan disetujui oleh mereka yang sebenarnya Ny. Choi membiarkan anak dan eomma itu untuk berbicara berdua.
Kini tinggal mereka berdua dan Sinb mulai mendesah. Ia terlihat berusaha tak menatap eommanya.
"Paman mu sudah menceritakannya pada eomma." Eomma Sinb memulai pembicaraanya. Wajahnya hampir mirip dengan Sinb bahkan ekspresi datar itu juga sama.
"Kalau kau tidak mau, kau tak perlu untuk mengikuti perkataan Appamu." Sinb masih diam tak menunjukkan reaksi apapun.
"Apa kau masih marah pada eomma?" Mata eomma Sinb mulai berkaca-kaca dan Sinb hanya menatapnya dengan sedih.
"Kenapa eomma menikahinya kalau eomma tahu bahwa orang itu tidak mencintaimu?" Pertanyaan tak terduga muncul dari Sinb membuat wanita itu terdiam dan menatap Sinb dengan mata berkaca-kaca, sepertinya ia berusaha untuk tidak menangis di depan putrinya ini.
"Eomma..." Wanita itu tak mampu melanjutkan perkataannya karena kini ia mendesah berusaha menghilangkan sesak pada dadanya.
"Eomma tahu? Aku merasa seperti sampah sekarang! Kehadiran ku akan mengingatkan mu pada luka itu bukan? Dan Appa, memperlakukan ku seperti bonekanya. Aku tidak mengenalinya lagi atau selama ini aku terlalu bodoh untuk tak mengerti semuanya?" Sinb mulai menangis dan wanita itu hendak memeluknya namun Sinb menepisnya.
"Mulai sekarang hiduplah dengan bahagia. Jangan menghiraukan aku lagi. Aku akan mencari kebahagiaan ku sendiri." Ucap Sinb dan wanita itu terlihat sedih namun tak meneteskan air mata sama sekali.
"Sekarang pergilah!" Usir Sinb dengan menahan isak tangisnya. Sesungguhnya, ia tidak mampu melepaskan eommanya tapi sudah cukup semua penderitaan yang eommanya alami selama ini. Pembicaraannya dengan Joshua semalam membuat semua tabir misteri tentang sikap eommanya selama ini kepadanya terjawab sudah. Sinb tidak habis pikir kenapa eommanya begitu dingin dan terlihat frustasi selama ini. Kini Sinb tahu kenapa eommanya seperti itu? Ia sudah banyak menderita dengan memendam semua rasa sakitnya.
Hari ini, Sinb memutuskan untuk melepaskan eommanya dan membiarkan ia bahagia dengan keluarga barunya. Ia akan berusaha untuk tak menjadi penghalang bagi kebahagiaan eommanya. Sinb akan berusah untuk itu.
---***---
Pagi menjelma dan menghiasi dunia dengan cerah mentari yang juga menyinari ruang rawat Sinb. Semenjak eommanya pergi Sinb terus memejamkan matanya, bahkan ketika ruangan itu begitu ramai dengan kehadiran teman-temannya Sinb masih terus memejamkan matanya. Perasaannya masih begitu emosional dan ia tak mau memperlihatkannya pada siapapun. Ia tidak mau siapapun untuk mengkhawatirkannya lagi.
"Apa kau tidak apa-apa bibi tinggal?" Sinb mengangguk sambil tersenyum meyakinkan bibinya. Yuju dan pamannya sudah pergi semenjak tadi pagi, karena Yuju harus berangkat ke sekolah dan Pamannya harus berangkat bekerja.
"Tidak apa-apa bibi, aku sudah lebih baik sekarang." Ucap Sinb dengan lembut.
"Baiklah, nanti jika kau membutuhkan sesuatu segera kau telpon bibi."
"Ne..." Sinb mengangguk, selama ini ia tidak pernah bersikap semanis ini. Ini pertama kalinya yang seketika membuat bibinya tersenyum dan membelai lembut pucuk kepala Sinb.
"Bibi pergi dulu." Katanya dan Sinb masih tak melepaskan pandangannya sampai bibinya menghilang di balik pintu. Ekspresinya berubah kembali menjadi sedih, sesungguhnya sikapnya barusan hanya untuk membuat bibinya tak terlalu mengkhawatirkannya.
---***---
Jeon Ho High School
Yuju berangkat dengan di jemput oleh Scoup yang membuatnya sedikit shock. Bahkan sekarang Scoup menggandeng tangannya, mengantar gadis itu memasuki kelasnya membuat Yuju semakin menunduk karena malu.
"Tunggu..." Seketika Scoup menghentikan langkahnya membuat Yuju terkejut dan mendongakkan kepalanya.
"Kau tidak sedang ada tugas bukan?" Yuju menggeleng dengan rasa penasarannya.
"Kalau begitu kita ke ruang musik sekarang!" Mata Yuju seketika melebar, ia tidak mau membuat dirinya malu di ejek oleh DK atau siapapun itu.
"Ani, aku benar-benar banyak tugas." Ucap Yuju dengan gugup yang seketika membuat Scoup tertawa geli.
"Wae? Kau bilang tidak ada tugas? Jangan pencari alasan, ikuti saja perkataan ku." Scoup pun menyeret Yuju untuk mengikuti langkahnya. Yuju terlihat pasrah dan pipinya terlihat merona.
Mereka telah sampai diruang musik, seperti biasa DK sedang melakukan aksi gilanya dengan memainkan gitar seperti seorang rock an roll. Sowon dan Mingyu hanya menertawai kegilaan DK.
"Kenapa kau bisa menyukai namja gila ini noona?" Akhirnya Mingyu mempertanyakan apa yang selalu membuatnya penasaran. Sowon adalah salah satu sosok yeoja yang cukup populer di sekolah ini tapi memilih seorang DK yang sangat di kenal dengan sikap gilanya? itu benar-benar di luar ekspektasi. Setidaknya ia bisa memilih Scoup yang lebih baik dari DK tapi Yeoja ini malah memilih DK.
"Kenapa kau sangat ingin tahu?" Kata Sowon dengan gaya santai namun tetap menunjukkan keanggunannya.
"Jadi kau tidak mau mengatakannya?" Sowon menggeleng membuat Mingyu mendesah.
"Wah, lihat pasangan baru ini. Sekarang aku tahu kenapa kau sering pergi ke kelas Mingyu. Kau mengincarnya dasar Ajussi pedofil!" Cibir DK
"Chagi! Yuju, jangan dengarkan dia." Sowon menatap sebal DK sementara yang ditatap hanya menunjukkan cengiran khasnya.
"Kemari kau! Aku akan membanting tubuhmu sekarang!" Scoup berusaha mengejar DK dan mereka berdua jadi kejar-kejaran. Mingyu memperhatikan Yuju yang masih terdiam dengan muka meronanya.
"Kau akan mengaku atau tidak?" Teriak DK sambil terus berlari.
"Iya aku menyukainya, kenapa? Dia seorang gadis cantik, bukan anak kecil?" DK tertawa dengan ucapan Scoup yang terus mengejarnya.
"Wkwkwkwk, Yuju-ah dia mengakuinya. Kau harus berterima kasih kepadaku karena proses pernyataan cinta ini berjalan lebih singkat wkwkwkwk." Menyadari jebakan DK, Scoup berhenti mengejarnya dan menatap Yuju yang sudah tidak bisa digambarkan seperti apa ekspresi malunya. Namja itu menghampir Yuju dan meraih tangannya.
"Jangan melakukan adegan drama disini. Aku akan mengusirmu!" Ancam DK dan Sowon segera membekap mulut kekesihnya ini.
"Hyung, lakukan dengan cepat jangan bertele-tele." Sahut Mingyu yang tak kalah gelinya melihat Scoup dan Yuju.
Scoup tak menghiraukan ucapan dua orang absturd itu, ia masih dengan tenangnya menatap Yuju. "Sebenarnya aku sedikit kesal kepadamu." Tanpa di duga? Scoup mengatakan sesuatu yang lain. Yuju berkesiap menatap Scoup dengan bingung. "Kau tidak cepat tanggap dengan apa yang selalu ku lakukan kepadamu selama ini." Mata Yuju semakin melebar dan ia terlihat semakin tegang.
"Yuju, mari berkencan!"
"Akhirnya, wkwkwkwk...Pertama kali ini aku melihatmu sekeren itu kawan." DK memberikan dua jempolnya kepada Scoup. Sowon hanya tersenyum melihat Yuju seperti mayat hidup.
"Kenapa kau diam saja? Apa kau tidak ingin berkencan dengan ku?" Tanya Scoup dengan ekspresi dibuat-buat. Namja ini sudah cukup tahu bahwa Yuju sudah menyukainya semenjak lama hanya saat ini ia berpura-pura untuk memancing gadis itu berbicara.
"Itu-itu...Ah, aku sangat malu." Seperti yang di duga Yuju berlari meninggalkan mereka semua yang cukup membuat mereka tertawa geli. Scoup pun menyusul Yuju.
"Dia sangat cute, kalau saja Sinb bisa bersikap manis sepertinya. Kurasa aku tidak akan terlalu mengkhawatirkannya." Ucap DK dengan ekspresi yang berubah.
"Kenapa dengannya?" Mingyu dengan cepat bertanya. Sesungguhnya semenjak kemarin ia sudah tidak melihat kehadiran gadis itu. Ada perasaan bersalah yang menggerogoti jiwanya membuatnya selalu teringat dengan wajah Sinb.
Mingyu pov
Aku tidak tahu kenapa aku harus berada disini? Sesungguhnya lebih mengasyikkan bila aku bermain-main dengan siswa kelas bawah dari pada melihat kegilaan DK hyung yang tak pernah habis. Hanya karena rasa ingin tahu tentang gadis itu.
Ah, Kim Mingyu kenapa kau seperti ini?
"Kenapa kau ingin tau?" Aku tahu, mungkin ia akan mulai menceramahiku.
"Apa salah aku bertanya?" Kukuh ku dan DK hyung pun menepuk bahu ku.
"Sudah ku katakan untuk tak mengganggunya kan!" Dan dugaan ku benar. Aku menepis tangannya.
"Kau tidak bisa mengatur ku untuk ini hyung. Aku akan melakukan apapun sesuka hati dan kau tidak bisa melarang ku untuk itu." Aku pun meninggalkan mereka tentu dengan perasaan kesal. Seberapa penting yeoja itu sesungguhnya sampai semua orang berusaha untuk melindunginya?
Ah, terserahlah! Kita lihat saja apa yang mampu ku lakukan untuknya. Tunggu rencana ku untuk mu Hwang Sinb!
"Kau disini rupanya?" Ah, yeoja ini lagi.
"Wae?" Tanya ku.
"Appa ingin menemuimu. Nanti kita pulang bersama ya." Ia menggandeng tangan ku yang sesungguhnya membuat ku sangat risih.
Aku melepaskan gandengan tangannya.
"Bilang aku sedang sibuk, jika itu bukankah lebih baik Appamu menghubungi orang tua ku." Kataku kemudian meninggalkannya dan berjalan lebih cepat.
"Kim mingyu!" Bahkan dia berteriak. Sampai kapan aku harus mengikuti perjodohan konyol ini? Mendengarkan suaranya saja sudah membuat ku sakit kepala.
Dan apa yang ku temukan dihadapan ku? Wonwoo, apa lagi sekarang?? Kenapa semua orang begitu menyebalkan!
"Aku hanya akan mengatakan ini sekali. Jangan pernah mengganggunya lagi!" Dan dugaan ku memang benar.
"Kau selalu mengklaim seseorang adalah milikimu tetapi akhirnya selalu menjadi milikku." Aku berusaha memprovokasinya dan ia menarik kerah bajuku.
"Jaga ucapanmu! Aku tidak akan mempermasalahkan jika pada akhirnya ia mau bersama mu tetapi setidaknya kau gunakan perasaanmu, bukan akal picikmu!" Picik? Jadi itu pandangan mu tentang diriku?
"Aku tidak akan sepicik ini kalau kau serahkan Kim Bona kepada ku."
BUAK
Dan ia memberikan sebuah tinjuan kepada ku. Ya, aku sengaja membuat amarahnya memuncuk ketika aku selalu menyebutkan nama gadis itu.
"Kau bahkan tidak belajar dari kesalahanmu!" Suaranya makin bergetar. Bagus! Aku ingin lihat seberapa hebat kau mengontrol emosimu!
"Kesalahan? Wkwkwkwk...Kesalahan ku dari awal adalah membiarkan dia mengenalmu!" Ucap ku dengan sinis dan aku melihatnya menatap ku dengan api menyala di kedua bola matanya.
BUAK...BUAK...
Kali ini aku benar merasakan sakit pada kedua pipi dan bagian rahang. Wah, aku merindukan semua ini, berkelahi dengannya. Mungkin ini saatnya aku membalasnya.
"Jangan terlalu percaya diri! Kau juga brengsek sama seperti ku! Cukup menggelikan jika kau bersikap seperti ini." Aku meraih kerah bajunya dengan cepat dan memukulnya.
BUAK...BUAK...
"Kau dan aku membahas tentang benar dan salah? Jangan membuat ku tertawa Jeon Wonwoo!" Aku melihatnya terjatuh dan tatapannya tetap sama. Hanya seringaian yang mampu ku munculkan. Aku hanya perlu menyadarkannya untuk kembali pada posisinya.
Kita sudah terlalu kacau dan ia ingin kembali? Jangan pernah bermimpi!
Mingyu pov end