Sinb terus berjalan tanpa mempedulikan pandangan banyak mata. Ia sungguh sudah berada dibatas kesabarannya. Kali ini, ia tidak akan bisa mengabaikan semuanya yang terjadi padanya. Suasana hatinya yang buruk saat ini tak mengizinkannya untuk kembali ke kelas atau pun menyendiri di atap. Ia hanya ingin terus melangkah sejauh langkah kaki yang mampu ia tempuh.
Ia memutuskan untuk membolos dan pergi begitu saja lewat gerbang belakang. Tidak ada hidup yang mudah untuk di lalui, apa lagi itu menghadapi sebagian banyak orang dengan karakter tertentu. Sinb sudah sangat sering menghadapi ini dan sekarang ia sangat begitu lelah.
Sinb pov
Tidak akan pernah berakhir, sudah ku katakan bukan? Menghadapi manusia itu cukup menakutkan dari pada kau menghadapi sesuatu yang berbahaya. Fikiran dan tindakan apa yang akan mereka lakukan?Tidak akan mampu kalian tebak sebagus apapun kepekaan kalian. Itu yang disebut batas, batas sebagai manusia untuk menyadarkannya bahwa ia tidak bisa melampoi Tuhan yang telah menciptakannya. Bahkan sekeras apapun aku berusaha untuk mengabaikan semuanya tetap saja, ada titik dimana aku tidak dapat melaluinya.
Lihatlah bahkan aku berlaku seperti pecundang sekarang, aku sama seperti kebanyak orang yang berusaha untuk melarikan diri. Sama seperti Eomma dan Appa, sungguh sangat menyedihkan kau Hwang Sinb! Bahkan aku tak dapat menghentikan tangan ku untuk menelepon paman.
"Yeoboseob....Paman ini aku. Bisakah kita bicara?" Seketika keraguan itu hadir dan pergi tapi aku tidak bisa mundur lagi.
"Ada apa? Bukannya kau ada disekolah sekarang?"
"Ne, tapi ada sesuatu yang penting yang ingin ku bicarakan kepadamu paman." Kataku
"Baiklah kalau itu sangat mendesah, temui paman di cafe dekat kantor paman."
"Ne, aku akan segera kesana." Aku hanya menghela nafas, akhirnya aku akan melepaskan semuanya.
Beberapa menit berlalu sampai aku turun dari sebuah bus untuk menemui paman dan aku melihat paman di dalam cafe sedang berbicara dengan seseorang tapi aku tidak tau siapa orang itu karena memunggungiku.
"Paman..." Panggil ku dan paman pun mencari keberadaan ku sampai akhirnya ia menemukan ku dan memberikan isyarat kepada ku untuk datang segera. Aku pun berjalan lebih cepat dan memberi hormat dan apa yang terjadi?
"Kebetulan kau ada disini." Aku yang merasa sangat familiar dengan suara bass itu segera mendongakkan kepala dan aku melihat sosok itu, sosok yang selalu membuat sakit dan kesal ketika mengingatnya, Appa.
Aku melirik ke arah Paman yang sepertinya mengerti arti dari tatapan ku.
"Saat kau menelepon ku, kami sudah berada disini." Terang paman yang membuatku merasa tak senang. Seseorang yang tak ingin ku temui adalah Appa!
"Sampai kapan kau harus menghindariku? Dewasalah Sinb-ah." Dewasa? Dia menyuruhku untuk dewasa? Hah, bahkan nuraninya sudah pergi.
"Bersyukurlah! Karena aku sudah sangat dewasa maka aku lebih memilih untuk pergi dari pada bertingkah kekanakan disini." Aku melihat amarah pada ekspresi Appa.
"Duduk ku bilang sebelum aku menyeretmu!" Dan tebakan ku memang benar. Appa tidak pernah berubah sedikit pun! Sikap arogannya yang sudah mendarah daging.
"Segera kemasi barangmu dan tinggal bersama Appa." Dan kata yang paling aku benci terucap, sampai ingin membuat ku mati saja. Aku benci harus tinggal bersama Appa, wanita pendosa dengan pria tak memiliki perasaan seperti Oppa.
"Andwae! Bahkan jika kau menyeret ku pun aku tidak akan pergi kerumah wanita itu!" Teriak ku dengan kesal. Bahkan ketika beberapa tahu berlalu, akankah Appa terus bersikap seperti ini?
"Sinb!" Dan Appa membentak ku.
"Sekali pun kau membunuhku disini, itu tidak akan mengubah pendirian ku. Aku menbencimu, wanita itu dan keluarganya!" Yang membuat ku marah, aku tidak pernah menemukan penyesalan di kedua mata Appa, tidak sedikit pun!
"Sinb-ah..." Paman berusaha untuk memperingatkan ku.
"Kalau paman sudah tidak bisa lagi untuk menerima ku dirumah paman, seharusnya paman mengatakannya. Aku tidak akan keberatan untuk pergi."Bahkan aku juga tidak dapat menutupi rasa kecewa ku kepada Paman, seseorang yang selalu ku sebut berbeda dari Appa.
"Hwang Sinb!" Appa berusaha melayangkan pukulannya dan hampir saja kalau paman tak mencegahnya.
"Apa yang kau lakukan? Apa kau selama ini berlaku kasar seperti ini kepadanya?" Aku memilih untuk pergi dan membiarkan mereka berdebat sesuka hati mereka. Aku tidak peduli lagi!
Bahkan setelah sekian lama kami tak bertemu? Appa bahkan tak pernah mengatakan satu kata yang selalu ingin ku dengar 'Gwenchana?'
Ia selalu memperlakukan ku seperti bonekanya. Appa aku benar-benar membencimu lebih dari apapun!
Sinb pov end
Langit pun semakin gelap, perasaan Sinb begitu emosional sampai ia tak menyadari keberadaannya sekarang. Ia berdiri didepan sebuah halte di iringi dengan rintihan hujan yang semakin deras. Ia bahkan tidak memperdulikan bajunya yang basah terkena air hujan semenjak tadi. Sinb sangat tidak suka kehujanan karena jika ia terkena air hujan kepalanya akan sakit dan tubuhnya mengalami demam hebat, ia akan mengalami flu parah karena itu. Namun hari ini, bahkan air hujan tak membuatnya untuk berhenti melangkahnya. TIba-tiba saja sebuah bus menghampirinya dan supir membukakan pintunya.
"Haksaeng...Ini adalah bus terakhir. Apa kau tidak akan naik?" Tawar supir itu yang menyentak Sinb untuk mengembalikan kesadaran.
Dengan ekspresi datarnya, Sinb memasuki bus tersebut. Sepanjang perjalanan yang ia lakukan hanya terus melamun.
Sementara dirumah Yuju sudah mondar-mandir kebingungan. Setelah Appanya pulang dan memberi tahu semuanya, Yuju terus menelepon Sinb namun hpnya non aktif. Tidak biasanya Sinb berlaku seperti ini dan kejadian tadi mungkin benar-benar membuatnya marah.
"Aku sudah mengatakan kepadamu untuk tak melakukannya lagi. Pagi tadi kau sudah melihatnya marah bukan?" Omel eommanya Yuju kepada Appanya, membuat pria itu mendesah.
"Dia terus mendesak ku. Aku tidak tau bagaimana lagi? Yuju, apakah Sinb sudah mengangkatnya?" Tanya Appa Yuju dan Yuju menggeleng dengan cemas.
"Aku akan menelepon temen ku dulu Appa." Ucap Yuju sembari meninggalkan kedua orang tuanya.
Yuju memencet beberapa tombol pada layar hpnya dengan ragu dan tertera nama S.coup disana. Setelah beberapa detik berfikir akhirnya ia menekan tombol hijau.
"Yeoboseob, sunbae ini aku Yuju." Kata Yuju berlahan.
"Ada apa Yuju? Aku tidak menyangka kau seberani ini." Seketika raut wajah Yuju berubah merah. Ia sangat tahu bahwa sunbaenya ini suka sekali menggodanya.
"Sunbae...Apa kau bersama Sinb?" Yuju tak punya banyak waktu untuk malu dengan perkataan S.coup. Rasa cemasnya kepada Sinb begitu besar.
"Ani, wae? Ada apa dengannya?" Yuju menggigit bibir bawahnya.
"Dia belum pulang sampai detik ini, aku dan keluarga ku benar-benar mengkhawatirkannya. Sunbae, apa kau tahu beberapa tempat yang sering ia kunjungi?" Kali ini Yuju memperlihatkan kecemasan yang berlebihan.
"Tenanglah, aku akan mencarinya sampai ketemu dan kau jangan terlalu khawatir. Dia adalah seseorang yang kuat dan aku tahu dia hanya butuh waktu sendirian untuk berfikir." Yuju cukup tercengang dengan ucapan S.coup karena ini kalimat terpanjang dan terbijak dari pria ini sepanjang ia mengenalnya.
"Baik sunbae." Hanya kata itu yang mampu Yuju ucapkan saat ini.
"Tidurlah, ini sudah malam. Aku berjanji kepadamu, aku akan menemukannya." Setidaknya Yuju merasa sedikit lega sekarang.
"Ne sunbae, gomawo." Jawab Yuju dengan senyum tertahan kemudian ia menutup teleponnya.
Disebrang sana S.coup juga menutup sambungan teleponnya dan menghela nafas dengan berat. Nampaknya ketenangannya itu hanya untuk membuat Yuju tidak cemas.
"Wae? Siapa yang meneleponmu?" Tanya Wonwoo yang semenjak tadi memperhatikan perubahan ekspresi pada raut wajah S.coup. Kedua pria ini sekarang ada disebuah bengkel motor, mereka hendak menyetel motornya untuk balapan liar yang akan berlangsung tengah malam nanti. S.coup melirik jam pada tangannya yang menunjukkan pukul 21.00 KST.
"Kau berangkatlah dulu, pasti DK sudah menunggumu. Aku harus mencari Sinb." Wonwoo mengirutkan keningnya tak mengerti.
"Kenapa? Ada apa lagi dengannya? Apa Mingyu masih mengganggunya?" Rentetan pertanyaan muncul dari mulut Wonwoo.
S.coup menghela nafas. "Apa kalian masih saja mengganggunya?" Tanya S.coup yang membuat Wonwoo terdiam. Melihat Wonwoo tak bereaksi, S.coup menghela nafas lagi.
"Bukankah DK sudah mengatakan untuk tak mengganggunya? Kenapa kalian masih saja keras kepala? Ia bukan seseorang yang harus kalian pedulikan." Ucapan S.coup seketika membuat Wonwoo penasaran.
"Maksudmu apa hyung?" Tanya Wonwoo kali ini.
"Ada banyak hal yang telah ia lalui dan jangan kalian menambahkan bebannya." Wonwoo berfikir keras untuk mengerti maksud dari S.coup tapi konsentrasinya teralih ketika S.coup menepuk pundaknya.
"Lupakan saja, aku akan pergi mencarinya." S.coup berjalan meninggalkan Wonwoo yang masih mematung.
Ketika S.coup mengendarai motornya dengan cepat Wonwoo juga mengikutinya dari belakang tanpa S.coup tahu.
---***---
Di sebuah danau seorang gadis duduk sendirian di atas bangku dengan cahaya yang samar-samar. Wajahnya sudah sangat kacau dengan baju yang masih basah oleh air hujan. Ia terlihat tidak takut sama sekali meskipun disekelilingnya menunjukkan kegelapan, matanya seolah menerawang dan fikirannya seolah berada di dimensi lain. Hwang Sinb gadis itu masih saja enggan untuk beranjak pergi.
"Ah, kau disini rupanya. Apa yang kau lakukan disini? Apa kau tidak tau keluargamu mencarimu?" Omel seorang namja yang baru saja menghampirinya. Dia adalah S.coup yang cukup mudah untuk menemukan keberadaan Sinb karena ia sudah mengenalnya cukup lama.
Sinb mendongakkan kepalanya menatap datar S.coup dan Wonwoo melihat semuanya. Ia bersembunyi hanya beberapa meter dari tempat Sinb.
"Katakan apa yang terjadi?" Tuntut S.coup. Ekspresi Sinb seketika berubah dari datar menjadi sedih.
"Hyung...Ottokae?" Lirih Sinb namun suaranya yang bergetar masih dapat S.coup dan Wonwoo dengarkan. S.coup yang menyadari bahwa gadis ini tidak baik-baik saja, memilih untuk berjongkok dan mulai menatapnya.
"Wae?" Tanya S.coup.
"Ottokae..." Sinb mengulang kata itu membuat S.coup menatap Sinb kasihan.
"Katakan padaku kenapa?" Tanya S.coup lagi dengan berusaha lebih lembut.
"Aku akan tinggal dengannya..." Kata Sinb dengan suara seraknya. Ia pun bangkit dan di iringi dengan S.coup.
"Kau mau kemana? Ayo ku antar pulang." Sinb menggeleng dengan ekspresi kecemasan yang terlihat.
"Aku tidak bisa..." Setelah mengatakan itu Sinb langsung pingsan. S.coup begitu panik dan bingung harus berbuat apa. Wonwoo yang semenjak tadi menguping pembicaraan mereka segera menghampirinya.
"Wae hyung...?" Tanya Wonwoo yang membuat S.coup merasa heran. Bagaimana ia berada disini sekarang?
"Kau? Apa yang kau lakukan disini?" Tuntut S.coup
"Apa itu penting sekarang? Aku akan membantumu membawanya pulang." Wonwoo berusaha meraih tubuh Sinb.
"Tunggu! Kita tidak akan membawanya pulang. Kita bawa dia kerumah sakit." Perintah S.coup.
"Bukannya dia hanya kedinginan hyung?" Wonwoo merasa Scoup terlalu berlebihan.
"Tidak! Dia tidak bisa terkena air hujan. Ia akan mengalami demam tinggi, aku sudah mengenalnya cukup lama. Aku tidak mau terjadi apapun dengannya, kita harus membawanya kerumah sakit." Akhirnya Wonwoo menuruti perkataan S.coup. Karena di daerah ini tidak ada taksi bahkan bus pun sudah tidak ada di jam seperti ini, akhirnya mereka membonceng Sinb dengan Scoup yang mengendarai motornya dan Wonwoo yang memegangi Sinb.
"Kenapa kita tidak menunggu mobilku saja?" Tanya Wonwoo saat dijalan. Bukan ia merasa keberatan menyanggah tubuh Sinb yang telah pingsang tapi ia takut sakit Sinb bertambah parah. Sopirnya akan datang beberapa saat dan membawa motor sportnya yang ia tinggal.
"Itu akan terlalu lama. Ah, kenapa ia selalu membuat orang lain khawatir! Ia tidak pernah kuat dengan air hujan. Kalau saja Joshua tau, ia pasti akan marahinya." Omel Scoup yang sama sekali Wonwoo tak mengerti.
"Siapa Joshua?" Tanya Wonwoo penasaran. Menyadari bahwa ia terlalu banyak bicara, Scoup memilih untuk mengalihkan pembicaraan.
"Ah, itu tidak penting. Lupakan saja!" Lagi-lagi Scoup mengatakan itu membuat Wonwoo bertambah penasaran meskipun ia tak mengatakannya dengan gamblang.
---***---
Sinb sudah berbaring dengan memakai seragam rumah sakit. Dengan suhu yang panas pada tubuhnya Sinb masih berusaha mengembalikan kesadarannya.
"Hyung, aku dimana?" Tanyanya pada Scoup yang semenjak tadi mondar-mandir dengan cemas. Scoup segera menghampirinya.
"Wae? Wae? Apa kau lebih baik." Sinb terdiam tak menjawabnya membuat Scoup mendesah.
"Apa yang harus ku lakukan sekarang? Siapa yang harus ku hubungi?" Scoup cukup tahu bagaimana sensitifnya seorang Hwang Sinb. Ia akan bertanya dulu kepadanya sebelum mengambil tindakan apapun yang berhubungan dengan gadis itu. Sangat berbeda dengan DK yang lebih sembrono tetapi tanpa disadari semua orang, ia begitu mempedulikan Sinb dan menyayanginya seperti dongsaeng kandungnya.
"Andwae, jangan menghubungi siapapun." Scoup sudah menduganya kalau itu jawaban dari Sinb.
"Lalu? Siapa yang akan menungguimu? Aku ada urusan tapi aku juga tidak bisa meninggalkan mu sendirian disini, Joshua pasti akan memarahiku." Ucapan Scoup seketika membuat Sinb memandangnya tajam. Scoup nyengir kuda seperti seorang ketangkap basah mencuri. Sebenarnya Joshua sudah menghubungi Scoup beberapa waktu untuk memastikan bagaimana keadaan Sinb tapi karena sudah lama Scoup tak menemuinya jadi ia tidak tahu bagaimana keadaan Sinb sekarang.
"Apa kau memberitahunya?" Scoup menggeleng membuat Sinb mendesah lega.
"Kau bisa meninggalkan ku sendiri. Aku akan baik-baik saja." Ucap Sinb dengan ekspresi datarnya.
"Ani, aku tidak bisa meninggalkanmu disini." Scoup menggeleng dan mondar-mandir lagi, membuat Sinb risih.
"Jangan berlebihan! Karena sekarang aku masih baik kepadamu, lebih baik kau pergi." Bahkan dalam keadaan selemah ini Sinb masih bisa mengancam Scoup.
"Wah! Kau memang benar-benar gadis kutub. Aku akan menyerahkanmu ke DK." Scoup meraih telp hendak menelepon DK.
"Aku akan menghancurkan handphone mu sekarang!" Lagi...Sinb mengancam Scoup membuat Scoup menghela nafas kesal.
"Wonwoo-ah, masuklah!" Perintah Scoup dan Wonwoo pun muncul dari balik pintu membuat Sinb melotot pada Scoup.
"Wae? Kenapa kau membawanya?" Protes Sinb sambil mendudukan dirinya.
"Dia yang akan menjagamu. Wonwoo-ah, kau tidak keberatan bukan?" Wonwoo tersenyum yang hampir mirip dengan seringaian membuat Sinb hanya mampu mendesah tanpa mengucapkan apapun. Scoup kebingungan dengan atmotfer yang berbeda secara tiba-tiba. Kenapa Sinb berhenti melakukan protes ketika Wonwoo datang? Selama ini tidak ada yang dapat membuatnya berhenti menjadi keras kepala dan Wonwoo? Ah, Scoup masih tidak mengerti ini, bahkan pria itu masih memandangi Sinb dan Wonwoo bergantian.
"Baiklah, aku akan meninggalkan mu dengannya. Jaga dia baik-baik." Scoup berpesan kepada kedua anak itu sambil tersenyum geli. Ada sesuatu yang Scoup tidak tau tentang mereka.
Akhirnya Scoup meninggalkan mereka berdua. Kini hanya Sinb, Wonwoo dan kesunyian yang semakin merasuk di dalam ruang rawat inap yang Sinb tempati.
Wonwoo masih memperhatikan Sinb yang berusaha untuk tak menatap Wonwoo, tapi lama kelamaan Sinb tidak sanggup lagi di perhatikan seperti itu oleh Wonwoo.
"Yak! Berhenti menatapku!" Protes Sinb dengan kesalnya.
"Kalau begitu berhentilah untuk memprovokasi Mingyu." Tanggapan tak terduga muncul dari mulut Wonwoo membuat Sinb menatapnya tak mengerti.
"Apa maksudmu? Ia sungguh tak mampu menahan rasa penasarannya untuk ucapan Wonwoo.
"Kau sangat tidak menyukai untuk bergantung pada orang lain dan sekarang apa yang kau lakukan? Kau menyusahkan banyak orang!" Tidak berniat menjawab pertanyaan Sinb malah Wonwoo melancarkan ucapan pedasnya yang membuat Sinb merasa tertohok. Sinb merasa tersinggung dengan ucapan Wonwoo.
"Aku tidak pernah memintamu untuk melakukan ini. Kalau kau tidak menyukainya kau boleh pergi dari sini." Sungut Sinb yang seketika membuat Wonwoo tersenyum.
"Kau bilang kepada ku untuk hidup seperti layaknya manusia? Kau bahkan tidak menggunakan perasaan manusiawimu itu untuk mengerti keadaan orang disekelilingmu." Cibir Wonwoo yang seketika membuat Sinb terdiam, berusaha untuk mencerna apa yang dikatakan pria dihadapannya ini.
"Kau sedang menilaiku sekarang?" Tanya Sinb yang sesungguhnya masih belum mengerti dengan apa yang dikatakan Wonwoo.
"Menurutmu?" Wonwoo mencondongkan badannya sampai wajahnya begitu dekat dengan wajah Sinb. Membuat gadis itu harus memundurkan wajahnya dengan kikuk.
"Yak! Apa yang kau lakukan." Protes Sinb pada Wonwoo yang masih terus mencondongkan wajahnya.
"Bagaimana kalau kita berkencan saja." Mulut Sinb menganga dengan tatapan yang melebar. Namja ini sudah singting atau bagaimana? Bagaimana bisa ia berfikir untuk berkencan? Mengenalnya saja tidak, bahkan sampai detik ini Sinb belum bisa melupakan kekesalannya pada Wonwoo.
"Kau pasti sudah gila? Apa sebegitu inginnya kau mengolokku? Sampai kau membuat lelucon konyol seperti ini." Sinb tak habis pikir bahwa namja seperti Wonwoo itu tidak benar-benar normal seperti kelihatannya, dia sedikit sinting!
"Aku serius Hwang Sinb!" Tatapan Wonwoo masih tetap sama yang seketika membuat Sinb bingung.
"Apa kau juga ingin bermain-main sama seperti Mingyu? Kau baru saja mempertanyakan tentang hidup layaknya seperti manusia bukan? Sekarang aku tanya...Jika aku memutuskan untuk tak memperdulikan semuanya kenapa? Kalau pada akhirnya rasa peduli itu membuatmu terlalu usil untuk mengurusi kehidupan orang lain untuk apa? Apa setelah mempermainkan seseorang seperti itu kau merasa senang?" Wonwoo terdiam, kemudian ia menunjukkan senyumnya.
"Kau pengecualiannya." Jawaban singkat Wonwoo membuat Sinb tak puas.
"Wae? Aku bahkan tak mengusik siapapun!" Sangkal Sinb dengan rasa penasarannya. Wonwoo seolah berfikir dan mulai mengatakan sesuatu.
"Kau punya sesuatu yang membuat seseorang tertarik memperhatikanmu, rasa ketidak pedulianmu salah satunya dan ucapanmu yang selalu kasar itu juga penyebabnya." Terang Wonwoo dengan santai.
"Hanya itu? Benar-benar kalian. Ah, aku lelah berdebat dengan mu...Pergi saja sana!" Usir Sinb.
"Ani, kau tidak bisa menyuruh ku untuk pergi karena aku sudah berjanji pada Scoup hyung." Kata Wonwoo bersikukuh.
Sinb hanya mampu mendesah kemudian ia membaringkan tubuhnya lagi, beralih posisi memunggungi Wonwoo. Ia sudah tidak punya banyak tenaga untuk berdebat dengan Wonwoo dan semakin lama ia berdebat dengan Namja itu, seolah semua rahasianya akan terungkap. Entah dari mana Wonwoo bisa mengatakan kata-kata itu? Sinb sangat penasaran, kenapa pria ini tak hentinya menilai dirinya. Apa dia ingin menjadi seorang psikolog? Sinb tidak pernah takut kepada siapapun tapi namja ini mempunyai atmosfer yang berbeda menurutnya.
Ketika tengah malam, Sinb terbangun dan mendapati Wonwoo masih tak beranjak dari ruangan inap ini. Sinb bingung, ada apa dengan namja ini? Kenapa ia tidak meninggalkannya saja?
Sinb sangat ingin ke kamar mandi tapi kepalanya masih sangat berat, tetapi tidak mungkin juga ia meminta bantuan Wonwoo bukan? Akhirnya ia memutuskan untuk turun dari tempat tidurnya dan berjalan berlahan dengan berpegangan pada tepian ranjang.
BRUG
"Ah..." Sinb terjatuh yang seketika mengagetkan Wonwoo. Namja itu terbangun dan mendapati Sinb jatuh disamping ranjangnya. Ia berjalan cepat menghampiri Sinb.
"Apa yang terjadi?" Ia meraih tubuh Sinb dan menggendongnya membuat Sinb malu setengah mati. Bahkan gadis itu merasa canggung seketika.
"A-aku ingin ke kamar mandi." Lirih Sinb dengan menahan rasa sakit dan malu bersamaan.
"Seharusnya kau membangunkan ku." Reaksi yang cukup mengejutkan dari Wonwoo membuat Sinb terdiam. Namja ini tak merasa risih atau terganggu dengan Sinb, ia hanya merasa sedikit khawatir mungkin? tetapi tetap saja ini cukup memalukan bagi Sinb.
"Aku akan menunggumu di luar. Kalau sudah selesai beritahu aku." Pesan Wonwoo membuat Sinb mengangguk dengan pipi meronanya. Jangan katakan bahwa dia tidak malu sekarang, dia sangat malu bersama dengan orang asing dengan sesuatu yang memalukan seperti ini. Ah, Sinb merasa ingin terjun ke dasar lautan untuk menutupi rasa malunya.
"Ottokae? Kenapa seperti ini? Ah, Scoup hyung! Aku benar-benar ingin membunuhnya!" Gumam Sinb didalam toilet.
"Apa kau tidak lelah menyumpahi seseorang terus-terusan?" Sinb terdiam sementara dibalik pintu Wonwoo tersenyum geli.
"Yak! Apa yang kau lakukan disitu? Menjauh kataku!" Sinb mengacak-ngacak rambutnya frustasi.
"Cacing hwang? Apa kau baik-baik saja." Seseorang berteriak dari balik ruangan membuat Wonwoo segera duduk kembali dan Sinb yang berada di dalam kamar mandi hanya mendesah kesal.
"Yak! Dimana dia?" DK dengan kehebohannya mengacak-ngacak selimut Sinb. Sudah jelas bahwa Sinb tidak berada disitu tetapi dengan tololnya DK masih menyusuri selimut itu seolah Sinb berada didalamnya.
"Apa kau tidak punya mulut untuk berbicara?" Cibir Scoup kepada Wonwoo yang juga bingung mencari keberadaan Sinb.
Dengan malas Wonwoo menunjuk tangannya pada kamar mandi.
"Oh...Apa kau di kamar mandi?" Dan dengan tololnya DK masih saja mempertanyakan itu. Sinb yang malu, bingung harus menjawabnya atau tidak?
"Hoh..." Jawabnya singkat membuat DK terkikik sementara Scoup dan Wonwoo saling berpandangan dan tersenyum geli.
"Apa kau sudah selesai? Apa perlu ku gendong?" Tawar DK.
"Anio, aku bisa sendiri." Sesungguhnya Sinb tidak benar-benar kuat untuk berjalan tetapi ia sudah sangat malu dan tak ingin dipermalukan untuk kedua kalinya.
Berlahan Sinb berjalan dengan berpegangan pada dinding dan membuka pintu kamar mandi berlahan. Wonwoo masih terus memperhatikannya, terlihat sekali pada wajahnya kalau namja ini mengkhawatirkan Sinb. Tanpa sadar ia berjalan dengan cepat menghampiri Sinb yang seketika membuat DK dan Scoup saling melirik kemudian tersenyum geli.
"Wae? Aku bisa melakukanny sendiri." Protes Sinb yang tidak di gubris sama sekali oleh Wonwoo. Malah namja itu dengan tidak sabaran menggendong Sinb.
"Wah, ku pikir kau akan membutuhkan ku disini? Nyatanya kau sudah memiliki asisten yang lebih baik dariku." Goda DK yang seketika membuat Sinb menatapnya tajam.
"Apa kita mengganggu mereka? Haruskan kita pergi dari ini?" Scoup tak kalah hebohnya. Ah, duo absturd ini terkadang memang menjengkelkan. Wonwoo semenjak tadi hanya tersenyum tanpa mereka ketahui.
"Kalian semua harus pergi dari sini. Aku ingin istirahat." Keluh Sinb.
"Kau masih sangat lemah, kami tidak bisa meninggalkanmu begitu saja." Ucap Scoup serius.
"Biarkan aku saja yang menjaganya." Seseorang muncul dari balik pintu yang masih terbuka yang cukup membuat Sinb tercengang, antara tak percaya dan merasa begitu kesal.
"Bukan aku yang memberitahunya." Merasa Sinb menatapnya membuat Scoup harus mengatakan itu.
"Ah, mian tadi aku hanya terlalu banyak bicara." Akui DK dengan cengiran khasnya. Ingin rasanya Sinb membanting semua orang yang membuatnya kesal disini, namun apa daya? Dia begitu lemah tetapi kenapa dengan kepercayaan diri mereka membuat Sinb semakin jengkel.
Sinb mendesah, seolah lidahnya merasa keluh untuk mengatakan sesuatu. Dari semua orang yang tidak ingin ia temui, pria ini masuk dalam kategori yang paling tidak ingin ia ketemui.
"Aku yang akan menjaganya karena aku adalah kekasihnya." Semua orang tercengang termasuk Sinb. Entah apa yang mendorong Wonwoo untuk bertindak tanpa pikir panjang, seperti bukan gayanya. DK dan Scoup saling lirik merasa bingung harus bereaksi apa? Dan pria dihadapannya ini masih dengan ketenangannya memandang Sinb.
"Kalau begitu biarkan aku berbicara sebentar dengannya sebagai seorang saudara." Wonwoo terdiam dengan ekspresi ketidak mengertiannya dan Sinb menarik-narik baju Wonwoo membuat namja itu memperhatikannya. Sinb menggeleng menandakan bahwa gadis itu tak menginginkannya.
"Dia tak mau...Aku tidak bisa memaksanya." Kata Wonwoo dan terlihat suasana semakin memanas.
"Bicaralah Joshua-ah, kami akan keluar. Sudah saatnya kalian berbicara." Ucap DK dengan serius, kalau seperti ini tidak ada yang berani membantah DK. Wonwoo mundur dengan teratur meskipun Sinb masih memegang erat tangannya, ia berusaha untuk meyakinkan Sinb agar mau berbicara dengan Joshua dengan anggukannya.
Akhirnya kini hanya tinggal mereka berdua. Joshua duduk dihadapan Sinb dengan menunduk. Namja itu tidak sanggup untuk menatap Sinb.
"Maafkan aku..." Lirih Joshua, Sinb hanya diam tak mengatakan apapun.
"Ada satu hal yang belum kau ketahui." Lanjut Joshua yang kini berusaha menatap Sinb.
"Apa itu? Katakan dengan cepat." Sinb tak sanggup jika harus terus menatap Joshua. Ia terlalu takut, begitu takut tak mampu menahan dirinya untuk berlari dan memeluk pria dihadapannya ini.
"Kalau kita saudara seayah." Sinb tersenyum, tidak percaya dengan apa yang di ucapkan Joshua.
"Apa kau sebegitu terganggu dengan diriku? Sampai kau harus membuat lelucon konyol seperti ini?" Kata Sinb sinis.
"Aku serius, itu kenapa aku memutuskan untuk menjauhimu sejak dulu dan memilih menetap di Amerika sampai sekarang." Terang Joshua nampak keseriusan diwajahnya.
"Jadi mulai sekarang kau harus melupakan ku dan membuka lembaran baru." Sinb hanya mampu tersenyum mendengarkan ucapan Joshua.
"Kenapa kau begitu percaya diri bahwa aku belum melupakanmu?" Tanya Sinb.
"Aku mengenalmu lebih dari siapapun." Jawab Joshua dengan sedihnya.
"Ah, aku melupakan itu. Tapi kau salah kali ini, aku sudah melupakanmu." Kukuh Sinb.
"Kalau kau sudah melupakan ku, itu berarti saat kita bertemu kau akan bersikap biasa saja." Sinb tersenyum getir.
"Kita tidak dalam kondisi dimana harus bersikap biasa saja, apa begitu mudah bagimu melupakn semuanya?" Sindir Sinb membuat Joshua mendesah. Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, untuk yang terakhir kalinya Joshua menyodorkan sesuatu kepada Sinb.
"Apa ini?" Tanya Sinb tak mengerti.
"Hasil tes DNA, itu sesuai tanggal dimana kita putus." Sinb mengambil kertas itu dengan ragu kemudian membacanya dengan wajah keterkejutannya.
"Wae? Kenapa kau tak mengatakannya sejak dulu?" Teriak Sinb dengan isak tangisnya. Tak pernah ia sehisteris ini tetapi kali ini? Sinb tidak bisa menahannya lagi.
"Aku tak sanggup mengatakannya kepadamu." Joshua terlihat begitu sedih.
"Apa kau puas sekarang melihatku seperti gadis bodoh, hah?" Sinb begitu emosional sekarang.
"Maafkan aku..." Hanya itu yang mampu Joshua katakan.
"Ka! Aku tidak mau melihat wajahmu lagi." Joshua pun pergi meninggalkan Sinb yang terisak.
Joshua hendak pergi tetapi Wonwoo menghalanginya. Meraih kerah baju pria itu.
"Apa yang kau lakukan kepadanya?" Tanya Wonwoo dengan tatapan menusuk. Scoup dan DK berusaha untuk melerainya.
"Biarkan dia pergi." Ucap Scoup.
"Ku harap ini terakhir kalinya kau menemuinya." DK berusaha memperingatkan sahabatnya ini, Joshua mengangguk tanpa mengatakan apapun ia pergi.
Selepas kepergian Joshua, Wonwoo hendak masuk kedalam melihat keadaan Sinb namun DK dan Scoup menghalanginya.
"Biarkan dia sendiri." Pinta DK dan Wonwoo hanya bisa memantau dari balik jendela menatap Sinb yang masih terisak.
Wonwoo pov
Apa yang terjadi padanya? Kenapa ia begitu sedih? Aku tidak pernah melihatnya sesedih itu.
Siapa pria itu? Saudaranya? Tapi kenapa seperti mereka mempunyai hubungan spesial?
Entah mengapa? Aku tak bisa melihatnya rapuh seperti itu, ingin rasanya aku datang dan memeluknya, melindunginya. Hwang Sinb, entah apa yang membuatku terus tertarik kepadamu! Namun kau adalah orang ketiga setelah eomma dan dia yang ingin ku lindungi.
Wonwoo pov end