Dia hanya takut untuk terjatuh lagi karena dia pernah merasakan pahitnya cinta. Di mana dia hanya dapat merasakan mencintai tanpa pernah merasakan dicintai.
***
Devan kini tahu mengapa banyak yang memilih untuk menyerah mendapatkan hati Cia. Menurutnya, dia saja yang memiliki tingkat kegantengan yang tinggi bisa tidak diacuhkan oleh Cia, apalagi teman-temannya yang tampangnya biasa saja.
"Gue yakin gue bisa dapati hati Cia, enggak ada yang susah bagi Devano Archelaus Reagan," ucap Devan dengan tingkat kepercayaan dirinya yang tinggi.
Setelah berbicara pada dirinya sendiri, dia menyusul langkah Cia ke lapangan basket yang kini sedang digunakan untuk upacara bendera.
Cia berjalan dengan santai menuju barisan kelasnya, dia berdiri tepat di belakang Jessy. Dia tersenyum geli melihat ekspresi Jessy yang menahan umpatan karena dia paling tidak suka panas-panasan.
Cia mengerucutkan bibirnya kesal begitu mengetahui upacara belum berlangsung lama. Dia menghela napas begitu mendengar pembaca acara mengatakan amanat pembina upacara.
Dia mengumpat dalam hati begitu menyadari bahwa yang menjadi pembina upacara kali ini adalah Alden. Dia yakin Alden akan berbicara lama di depan sana. Dia sudah mengganti posisi berdiri sebanyak lima belas kali, tetapi Alden masih setia berbicara di depan.
Dia heran apakah Alden tidak capek berbicara terus di depan? Sekitar setengah jam, Alden baru selesai memberikan amanat membuat semuanya mengembuskan napas kasar termasuk Cia.
Semua siswa-siswi bersorak ria begitu pembawa acara mengatakan bahwa upacara telah selesai dan mereka sekarang telah dibubarkan. Semua langsung memasuki kelas, kecuali Cia dan kelima temannya itu.
Cia ingin sekali menceritakan kepada teman-temannya mengenai rencana perjodohan yang Alden rencanakan untuknya. Tetapi, dia mengurungkan niatannya ketika melihat wajah lesu teman-temannya. Dia yakin mereka semua pasti lelah karena upacara tadi yang memakan waktu cukup lama.
Mereka berenam berjalan ke kantin lalu duduk di meja yang selalu mereka tempati. Mereka hanya memesan minuman yang menurut mereka dapat menyejukkan mereka setelah berjemur sekian lamanya.
Reno dari ujung kantin tersenyum begitu melihat Cia sedang di kantin juga. Tanpa berpikir dua kali, dia langsung menghampiri mereka dengan senyuman manis yang dia miliki membuat lesung pipinya terlihat.
Cia yang melihat Reno mendekatinya tersenyum tipis. Dia tidak mengerti mengapa Reno sangat gencar mendekatinya padahal dia sudah menolaknya berkali-kali. Tetapi, bukan berarti dia akan langsung percaya bahwa Reno akan serius padanya.
Dia tidak berani untuk membalas perasaan Reno, karena dia menganggap semua cowok yang pernah datang di hidupnya itu tidak mungkin pernah serius dengannya. Dia dapat berpikir seperti itu karena dia pernah merasakan pahitnya mencintai seseorang yang pada akhirnya cinta seseorang itu bukanlah untuknya, melainkan untuk sahabatnya sendiri.
Tidak ada seorang pun yang mengetahui alasan sebenarnya Cia selalu menolak cowok-cowok yang pernah menembaknya. Mereka menganggap Cia menolak mereka karena mereka tidak memiliki tampang yang luar biasa sehingga tidak pantas untuk berdiri di samping Cia. Padahal, sebenarnya Cia menolak mereka semua karena dia terlalu takut untuk terluka lagi. Dia belum siap.
Reno langsung menyuruh Vita berpindah ke kursi lain. Vita dengan malas bangun lalu mengikuti suruhan Reno. Reno mencolek dagu Cia membuat Cia yang melamun terkejut. Dia langsung menepis tangan Reno yang mencolek dagunya itu. Reno tersenyum penuh arti lalu berkata, "Gak boleh kasar sama pacar sendiri, Yang."
Cia mendengus kesal mendengar ucapan Reno. Sejak kapan dia menerima Reno menjadi pacarnya? Dia tertawa renyah, Reno terlalu banyak berharap. Jessy, Angel, Darnia, Bella, dan Vita terkejut mendengar penuturan Reno. Mereka berlima langsung mengira bahwa Cia sudah menerima Reno sebagai pacarnya.
"Kalian jadian?" tanya Vita membuat Cia menggelengkan kepalanya sedangkan Reno mengangguk.
"Gak usah ngaku-ngaku," ujar Cia sembari meneguk jusnya.
Setelah jusnya habis, dia langsung berjalan ke kelas. Mood-nya untuk berlama-lama di kantin sudah rusak karena kehadiran Reno di antara dia dan teman-temannya.
Devan terkekeh melihat aksi Reno di kantin. Dia percaya bahwa kegantengan Reno jauh di bawah darinya, jadi Cia tidak mengacuhkan Reno. Dia tersenyum sembari berucap pada dirinya sendiri bahwa sekarang adalah waktunya untuk beraksi.
Dia berjalan mengikuti Cia dari belakang. Cia menengok ke belakang untuk memastikan siapa yang mengikutinya karena dia merasa ada yang mengikutinya. Cia melotot melihat Devan yang tadi sebelum upacara menabraknya kini mengikutinya.
Devan yang ketahuan mengikuti Cia hanya memasang wajah konyolnya berharap Cia gemas dengan wajahnya. Sayangnya, hal itu malah membuat Cia jijik sehingga dia kembali berjalan ke kelasnya dengan langkah cepat. Devan yang melihat itu segera mencekal tangan Cia sehingga langkah Cia terhenti.
Cia mendengus sebal. Apa tidak bisa satu hari saja tidak ada satu cowok yang menganggunya? Dengan wajah datar dia berucap, "Apa?"
"Ketus amat sih, gue 'kan cuma mau minta maaf aja soal yang tadi," jawab Devan dengan senyumannya membuat hati Cia berdesir.
Seketika Cia tersadar bahwa dia merasakan desiran hati saat melihat senyuman Devan. Dia langsung mengumpat dalam dirinya. Tanpa membalas perkataan Devan, Cia langsung pergi meninggalkan Devan dengan perasaan yang bahkan dia sendiri tidak mengerti.
Sebentar lagi, gue yakin lo akan jatuh ke dalam pesona gue, karena tidak ada yang bisa menolak seorang Devano Archelaus Reagan. Devan tersenyum penuh arti memandang kepergian Cia.
Jangan sampai gue terhipnotis sama senyumannya dia. Gue masih belum siap untuk terjatuh kedua kalinya, ucap Cia dalam hati sembari berjalan ke kelasnya.
Cia mendaratkan pantatnya di kursi miliknya dan menenggelamkan wajahnya di meja. Dia bersyukur karena guru yang mengajar di kelasnya tidak masuk karena sakit. Dia mengacak rambutnya frustasi sebelum berucap, "Gue ini kenapa?"
Jessy mengernyitkan dahinya bingung melihat Cia mendesah frustasi, dia baru berhasil menyusul langkah Cia setelah ditahan lama oleh Vita tanpa alasan yang jelas. Jessy duduk di samping Cia sebelum berucap, "Lo kenapa?"
"Stres," jawab Cia singkat dan padat membuat Jessy tersenyum kecil.
"Kenapa?" tanya Jessy.
"Hal pertama yang lo harus tahu, kemarin Dad jodohin gue sama David yang bahkan gue gak tahu dia siapa dan dia sekolah di mana. Terus hal kedua itu, gue tabrakan sama Devan si player. Yang ketiga, gue udah asik minum jus, tiba-tiba cowok tengil itu datang ngerusuhin kita, kayak tadi dia ngaku-ngaku sebagai pacar gue, hih, ogah banget gue. Yang terakhir, si player tadi ngintilin gue. Kenapa gue apes banget deh?" ujar Cia menceritakan semua keluh kesahnya pada Jessy membuat Jessy terkekeh.
"Lo itu bego banget sih, Cia. David 'kan satu sekolah sama kita," ucap Jessy membuat dahi Cia berkerut.
"Emang lo tahu David siapa yang gue maksud?" tanya Cia dibalas gelengan Jessy.
"Tapi menurut gue sih, yang dijodohin sama lo itu pasti kakak kelas kita yang sekarang udah kelas 12 itu. Lo tau nama lengkapnya David yang dijodohin sama lo?" tanya Jessy.
Cia mengetuk-ngetukkan jari di jidatnya yang menandakan dia sedang berpikir keras nama panjang David yang dijodohkan oleh Alden. Cia mengangguk seketika teringat pembicaraan mereka saat malam setelah mereka pulang dari acara makan itu.
"Siapa?" tanya Jessy.
"David Alcander Alexis," jawab Cia membuat sebuah senyuman terbit di wajah putih Jessy.
"See? Tebakan gue gak meleset, Itu nama kakak kelas kita, Cia," kata Jessy membuat Cia terkejut.
Bagaimana bisa dia baru mengetahui bahwa orang yang dijodohkan dengannya adalah kakak kelasnya. Baru kali ini dia menyadari bahwa dia orang bodoh. Jessy terkekeh melihat Cia terkejut seperti itu.
"Dia ganteng kok, Cia. Gue rasa dia juga orang baik-baik. Yang jelas dia bukan teman dekatnya Reno berarti dia orang baik," kata Jessy membuat Cia mendengus kesal.
"Belum tentu dia baik, cuma karena dia bukan teman dekat Reno," ucap Cia.
"Cia, gue tahu kalau lo pernah terluka dan itu buat lo agak sedikit takut untuk jatuh cinta lagi. Tapi, lo harus tahu gak semua cowok kayak dia, Cia. Gue yakin pilihan Uncle gak bakalan salah. Dia sayang banget sama lo, Cia. Dia gak bakalan milih orang yang salah buat lo," ujar Jessy mampu membuat Cia mengatupkan bibirnya rapat.
Seketika teriakan nyaring siswi di kelas mereka membuat mereka terkejut, mereka mengikuti arah pandangan siswi di kelasnya. Cia kini percaya bahwa David yang dijodohkan dengannya adalah kakak kelasnya karena David sekarang berada di depan kelasnya.
Cia tidak mengerti tujuan David datang ke kelasnya. Jantung Cia berdegup lebih cepat begitu David berjalan ke arahnya.
David tersenyum sembari berkata, "Hai, calon tunangan!"
Pupil mata Cia membesar mendengar sapaan David seperti itu. Teriakan siswi nyaring kembali masuk ke indera pendengarannya membuat dia mendengus sebal.
"Siapa calon tunangan lo coba?! Gue gak bakalan mau tunangan sama lo," pekik Cia kesal membuat David semakin tersenyum.
"Kenapa gak mau? Harusnya lo bersyukur karena dijodohin sama gue, gue yakin banget lo pasti bahagia," kata David tersenyum membuat Cia menghela napas panjang. Dia tidak mengerti dengan David.
Harusnya laki-laki itu memasang muka sebal karena dikatakan seperti itu, bukannya malah tersenyum. Dia baru menyadari senyuman milik David sangat mirip dengan senyuman yang sampai sekarang dirindukan olehnya.
Luka yang selama ini berusaha dia kubur, terbuka sempurna begitu melihat senyuman milik David Alcander Alexis yang mirip dengan senyuman seseorang yang sedang menempati hatinya.