BAIKLAH, CUKUP
"Zahra! Ayo kita keluar, Sayang. Semua sudah menunggumu di depan." Mama membuyarkan seluruh imaji Zahra.
Menatap kembali lembar terakhir buku catatan di tangannya, lalu menutupnya. "Mungkin semua harus ber-ending begini," bisiknya lirih disertai desahan dalam.
Zahra, melangkah gontai menuju ruang tengah rumahnya. Berbalut kebaya putih dengan make up sempurna, membawa ia melangkah mendekat di antara orang tua, saudara dan kerabat.
"Mobil sudah siap. Ayo kita menuju masjid segera." Mama menggenggam erat tangan Zahra yang mendingin.
Zahra tersenyum, "Benar. Ini adalah akhir yang sebenar-benarnya adalah awal. Awal dari kisah baruku bersamanya, surgaku. Lelaki yang beberapa puluh menit lagi halal bagiku. Nugra, begitu nama yang tersemat untuknya, calon suamiku, calon imamku."
"Sudah, Sayang. Jangan biarkan dia terlalu lama menunggu." Sekali lagi mama mengingatkan.
"Baiklah, Zahra, cukup," bisik Zahra pada dirinya sendiri. "Dialogue ini benar-benar terjawab hari ini. Lo dan gue sudah diatur oleh Dia, yang maha pengatur segalanya. Bismilahirahmanirahim."
Zahra kembali menggores senyum bahagia di wajahnya. Dengan digandeng mama, ia memasuki mobil pengantin. Hingga melaju menuju masjid tempat ia dan Nugra melangsungkan ijab qobul.