Sudah seminggu sejak gue memilih untuk merantau di Jakarta.Ini pertama kalinya,gue hidup di kota keras.
Tujuan utama gue merantau ya dapat uang.Tau sendiri kan,remaja seumuran gue itu cuma butuh uang dan uang.
Eh,tapi gue juga butuh kepastian.
Entah kenapa gue lebih memilih buat merantau di Jakarta daripada harus terbang sampai ke Kalimantan.Mungkin gue takut,nanti ketemu mantan.
Orang tua gue asli orang Jawa.Ya,daerah Solo Raya.Kota jomblo yang dihormati.
Coba lo semua main kerumah gue,ga bakalan ga dapet senyuman.Orang Jawa itu murah senyum dan ya gitulah sekali senyum bikin kita kepikiran terus.
Balik lagi ke diri gue yang memilih untuk merantau diJakarta.Gue cuma iseng,belum ada satu tempat kerja pun yang mau nampung gue.
Jakarta sangat ramai.Pantas saja,banyak yang menolak.Dari seberang terlihat cafe yang cukup elegan.
Kurang mewah sih,tapi kalo gue diterima kerja disana,mungkin cukup untuk bayar kos dan makan gue.
Gue bergegas menyebrangi jalanan,tak lupa menengok kanan kiri dan kanan lagi.
Keadaan cafe itu cukup ramai,ternyata cafe itu menjual berbagai macam varian cake dan coffee serta minuman lainnya.
Sepertinya,gue cocok berada di tempat se elegan ini.
Gue berjalan dan bertanya ke salah satu pelayan disana, "Permisi,Mba.Bisa saya bertemu dengan pemilik cafe?"
Pelayan itu heran lalu sedetik kemudian dia berkata, "Tunggu sebentar,saya panggilkan."
Gue hanya mengangguk dan memilih untuk duduk di kursi yang sudah bersarang disana.
Cukup singkat waktu untuk menunggu sang pemilik cafe.15 menit,sama persis kaya gue kalo lagi gambar alis.
Gue mendongak melihat pemuda yang saat ini sedang berada tepat didepan gue.Kesan pertama yang gue lihat,dia itu cool.
"Alfarizi,senang bertemu dengan anda." ucapnya sambil mengulurkan tangan,lalu detik berikutnya dia menjatuhkan bokong ke kursi.
Gue mencoba tersenyum,seraya mengulurkan tangan, "Kanaya,senang juga bertemu dengan anda,Pak."
"Ada perlu apa kamu sama saya?" tanya Alfarizi.
Kanaya menghembuskan napas sebelum berbicara, "Saya butuh pekerjaan.Kalau bapak bersedia menerima saya,itu sangat membantu."
Alfarizi mengamati tubuh gue hingga detail.Jujur aja,gue grogi dilihatin bos cafe.Apalagi,Alfarizi itu tipe orang yang kalem dan irit bicara.
"Saya butuh satu pelayan,bagian cake." ujar Alfarizi mantap.
Gue menelan ludah,bagian cake?Itu artinya memasak berbagai macam cake yang ada disana.
LAH ! GUE MASAK NASI AJA MASIH REMIDI.Bagaimana nanti,dengan cake?
Alfarizi,mengibaskan tangannya dihadapan gue.Ternyata gue melamun.
"Gimana,kamu sanggup?" tanyanya.
Gue berpikir sebentar,kalau tawaran ini gue tolak,harus cari kerja dimana lagi.
"Saya mau,Pak." ucap gue sambil mengangguk mantap biar meyakinkan.
Alfarizi tersenyum simpul.Tampan sekali pria itu, "Baiklah,selamat bergabung." seraya mengulurkan tangannya untuk menjabatku.
Gue tersenyum dan menerima uluran tangan itu.
Sepertinya,lika-liku hidup gue dimulai saat ini juga.
Aku padamu,Kota Keras.
Tepat siang ini,hari pertama gue bekerja di cafe elegan.Gue lupa bilang,nama cafe ini "MORECHO CAFE" entah apa artinya.
Alfarizi langsung mengajakku berkeliling cafe dan mengenalkan beberapa pelayan cafe itu.Tidak banyak,hanya beberapa orang saja.
Setelah puas berkeliling,Alfarizi langsung mengajakku untuk masuk ke kitchen khusus pembuatan cake.
Ruangan ini cukup dingin,mungkin karena dalam pembuatan cake itu membutuhkan suhu dingin.
Seorang chef perempuan berdiri disana.Sepertinya ia sedang asik membuat garnish.
Alfarizi seakan memberiku kode untuk mendekat kesana.Lalu ia mengacungkan jempolnya memberiku semangat dan bergegas meninggalkanku berdua dengan wanita ini.
Gue berdehem dan berjalan mendekati wanita itu, "Hai.Kanaya,lo siapa?"
Wanita ini menghentikan sejenak aktifitasnya lalu berbalik memandang kearahku, "Gue Aliya,selamat bergabung." seraya menjabat tangan gue.
Gue tersenyum dan mencoba untuk berani berbicara lebih banyak lagi.
"Al,sejujurnya gue sama sekali belum paham tentang cake.Lo mau bantu gue?" tanya gue mencoba berani.
Aliya langsung menautkan alis heran, "Lalu kenapa lo milih bagian cake?"
"Ah,Pak Alfarizi yang nyuruh gue.Gue mau nolak tapi ya gimana deh,butuh uang." ujar gue seraya membenahi rambut.
Aliya tertawa mendengar penjelasanku,padahal sama sekali tidak lucu, "Okelah,sebelum proses pembuatan cake lo harus tau alatnya dulu." ucapnya mantap.
Gue mengangguk,semangat untuk mendengarkan penjelasan yang akan Aliyah katakan.
"Mulai dari ini,palet roti.Kalo gue pakai benda ini buat ratain whipping cream atau butter cream.Supaya halus dan enak dipandang." jelasnya seraya memegang benda yang bernama palet roti.
"Whipping cream?" tanyaku.
"Ya,whipping cream itu hampir sama dengan butter cream.Tapi mungkin,rasa dan teksturnya lebih lembut dan enak.Harganya lebih mahal." jelasnya lagi.Dan gue mengangguk lagi.
Dan seterusnya,Aliya sama sekali tidak keberatan menjelaskan alat-alat yang ada disana.Partner yang baik.
"Gimana masih ada yang lo bingungin?" tanyanya setelah menjelaskan semua.
Gue menggelengkan kepala, "Yuk selanjutnya,gue butuh melihat lo praktek buat cake."
"Sama lo sekalian dong,biar ahli." ajak Aliya.
"Oke deh.Kita mau buat apa?" tanya Gue antusias.
Aliya mencoba berpikir, "Bagaimana dengan Red Velvet or another cake?" tanyanya kepadaku.
"Gue mana tahu begituan.I mean,red velvet mungkin seru untuk pemula seperti gue." jawab gue mantap.
"Let's start it.Kita siapkan bahan untuk membuatnya." ajak Aliya.
Gue mengangguk dan mengikuti apa yang ia perintah.Mulai dari memisahkan antara putih telur dan kuning.
"Lo pisahin telur itu,lalu yang bagian putihnya nanti lo mixer sampai pucat dan kaku." ucapnya kearahku.
Gue mengangguk mencoba mengikuti instruksi yang Aliya berikan.
"Kenapa harus dipisahin,emang kalo langsung masuk telurnya bakal beda hasil?" tanya Gue disela kegiatan memixer.
"Fungsi putih telur itu kalo menurut gue untuk melembutkan tekstur cake,dan tadi lo masukin gula kan.Nah itu untuk membentuk warna cake,info aja sih." jelas Aliya cukup detail.
"Paham deh gue.Terus nanti warna merah dari mana." tanya Gue heran.
"Merah sendiri biasanya gue ambil dari essen red velvet.Oiya,dua tetes aja.Pelanggan disini gasuka kalo warna cake kami mencolok." ujar Aliya.
"Ini gimana,udah kaku belum?" ucap Gue seraya menunjukkan telur yang sedang gue mixer.
Dia maju selangkah,mengamati. "2 menit lagi,abistu lo tuang tepung sedikit demi sedikit."
"Siap bos,trus abis tepung gue harus masukin apa?Perasaan?" tanya gue nyeleneh.
"Dasar lo baperan,masukin essen red velvet lalu mixer sebentar biar warnanya kecampur.Usahakan warnanya jadi soft."
"Siap,Bos!"
Adonan red velvet abal-abal gue sudah jadi.Tinggal nuang ke cetakan dan mengoven.
"Hati-hati nuang ke loyangnya,biar hasilnya bagus." perintah Aliya.
"Oke deh,ini kita nunggu lama gak?" tanya Gue karena jujur,ini kali pertamanya gue membuat roti.
Aliya mengangguk, "Iya,lama.Kaya lo pas nunggu doi gapeka."
"Hahaha,bisa aja,lo."
"Emang apasih yang nggak gue bisa?" ujar Aliya menyombongkan diri.
"Tadinya gue kira lo itu orangnya flat,gabisa diajak bicara.Taunya open banget sama gue." ucap Gue.
Aliya menautkan alisnya karena ucapan gue, "Gue mana bisa diem.Seorang Aliya diam itu mustahil."
Gue bener-bener bersyukur bisa dapat partner kerja seperti Aliya.Mungkin gue bakal bertahan di cafe elegan ini.Dan kehidupan di Jakarta,tidak sekeras yang gue pikirkan.
"Lo asli Jakarta?" tanya Aliya kepadaku.
Gue menggeleng, "Bukan,gue asli orang Solo."
"Wah,mantap deh.Gue suka nasi liwet khas Solo." kata Aliya.
"Lah,lo tahu nasi liwet?Kapan-kapan deh lo main ke kos atau nanti kita buat nasi liwet disini.Ya,walaupun beda rasa dengan yang di Solo." tawar Gue ke Aliya.
"Wah asik dong.Eh,lo ngekos sendiri disini?" tanyanya lagi.
Gue mengangguk sebagai jawaban, "Lo sendiri,tinggal dimana?"
"Gue deket sih dari sini.Paling juga 15 menitan doang.Gue masih kuliah,dan kerja disini itu buat bayar kuliah gue.Biasalah,malu ngrepotin orang tua terus." jelas Aliya panjang lebar.
Suara lelaki mengganggu percakapan antara Gue dan Aliya.
"Kanaya,bisa ke ruangan saya sebentar?" ucap pria itu yang saat ini sudah berdiri diambang pintu.
Alfarizi.Dia yang manggil gue.
"Iya,ada perlu apa,Pak?" tanya gue seraya melangkah untuk mendekat.
"Ke ruangan saya." ulangnya lalu bergegas terlebih dahulu.
Gue menoleh kearah Aliya, "Gue mau dipecat ya?"
"Ngomong apa sih lo,udah sana ke ruang Alfa.Lo gabakalan dipecat sama dia." ucapnya meyakinkan.
Gue menghembuskan napas.Mencoba percaya dan bergegas meninggalkan Aliya seorang diri.
"Ada apa,Pak?" ucapku setelah berada di ruangan.
"Kemari sebentar."