MANITTO
"Rasa suka sudah bukan sesuatu yang harus diucapkan, sebab kami bukan anak kecil lagi."
- Eza Harudi -
***
Lagi, Eza dapati Feya sedang memperhatikan Rean dari jauh. Sering sekali, dalam satu hari ia melakukannya hampir puluhan kali.
Sekarang pun begitu. Kelas Eza sedang pelajaran olahraga di lapangan. Kebetulan Feya dengan rombongan kelasnya baru selesai praktek kimia di lab. Ia sengaja berhenti untuk melihat sosok pujaannya yang sedang duduk malas di pinggir lapangan.
Eza buang muka, tiba-tiba saja dadanya panas. Ia memutuskan berhenti sebelum terlibat jauh dengan perasaannya.
Tapi... Feya berteriak memanggilnya.
"Kaichou~" lengkingan yang enerjik. Siapapun bisa mendengarnya dan menoleh.
Feya melakukan sesuatu dengan tangan di kepala membentuk lambang love. Eza mengerjap diberi atraksi imut lengkap dengan senyum khas Feya.
Sebagian teman sekelasnya tidak ada yang tahu panggilan Kaichou diperuntukan pada Eza. Tapi Rean tahu, ia bisa bahasa Jepang sedikit. Rean menoleh pada Eza yang memerah wajahnya. Kemudian pada gadis yang buat heboh teman sekelasnya.
Untuk pertama kalinya, tatapan Rean dan Feya bertemu. Bukan jenis tatapan yang bersahabat, tapi Feya suka.
Feya tersenyum. Eza tersenyum. Teman-teman sekelasnya ribut memuji gadis periang dan cantik tersebut. Sedangkan Rean satu-satunya orang yang buang muka dan memunggungi Feya.
***
Kelas Feya berada di seberang kelas Eza. Biasanya Eza jarang berada di depan kelas. Tapi belakangan ia lebih sering duduk-duduk di kursi selasar dan memandang kelas Feya, X-3.
Yang namanya jatuh cinta memang selalu begitu, kebiasaan akan dikalahkan penasaran. Memandang jadi satu keharusan untuk memuaskan batin. Seperti yang Eza lakukan kali ini.
Sejak jam istirahat Feya duduk di depan kelasnya, tidak ke kantin seperti yang lain, atau merumpi dengan kelompok para gadis. Feya lebih sering sendiri daripada beramai-ramai. Sesekali memang selalu bersama Sanny. Tapi gadis berambut kuning itu lebih senang menghabiskan jam istirahat di dalam kelas.
Eza memperhatikan Feya seperti sedang menonton drama. Feya terpekur memegang sebuah buku tulis, rupanya ia sedang merapal catatan dari bukunya. Eza tergelitik untuk mendekat. Selalu tiap saat ia ingin lebih dekat dengan Feya. Eza beringsut duduk di samping Feya yang serius merapal.
"Lagi apa?" tanya Eza basa-basi.
Feya mengayunkan tangan kanannya sebagai ucapan halo. Lalu menjawab Eza dengan ekspresi bebek manyun.
"Menghapal Unsur Golongan Kimia, nanti guru akan mengetes dan ga boleh buka buku katanya. Uuh~ tsumaranai!"[1]
Bibir Eza membulat serta anggukan kepala seolah mengerti. Eza juga begitu saat kelas satu dulu, guru kimia mereka sama.
"Aku ga hapal terus, pusing!" keluh Feya.
"Mau kubantu ga? Aku punya cara cepat menghapal Unsur Golongan," tawar Eza mendapat perhatian penuh dari Feya.
"Hontou ka?[2] Gimana?"
"Aku biasanya menyingkat nama-nama unsur terus kubuat kalimat unik." Eza memberi tips and trick.
"Contohnya Unsur Golongan 1A atau Alkali. H, Li, Na, K, Rb, Cs, Fr. Aku akan ganti jadi kalimat 'HerLiNa Kawin Roberto Carlos Frustasi.' Itu lebih gampang dari pada aku harus menyebutkan nama unsurnya.. Hidrogen.. Litium.. Natrium.. ah, yang ada lidahku kebelit duluan."
"Hee~ bisa begitu ya?"
"Iya, coba aja!"
"Coba lagi satu, Kaichou..." Tidak seperti Eza yang sudah hapal di luar kepala, Feya harus mengintip buku catatannya. "Kalau... Unsur golongan 5A Nitrogen, gimana?"
"Hm... NaPas SeBelum Bicara... N, P, As, Sb, Bi."
"Aaahh, sugoii~" Feya menggoyang-goyangkan tangan di depan dada. Ia antusias. "Aku mau coba Kaichou." Feya mengintip lagi buku catatan, mulai merumus sendiri.
Saat itu, Eza memanfaatkan momen Feya yang sedang berpikir untuk ia rekam di otaknya. Eza menyukai Feya dari sisi manapun.
"Unsur golongan 2A, alkali tanah. Hm... Beli Mangga Campur Sirsak Bagi Rata.. Iya kan? Be, Mg, Ca, Sr, Ba, Ra."
Eza tersenyum dan menepuk puncak kepala Feya. Feya senang bukan main. Ia jadi punya cara unik menghapal cepat. Semua berkat Kaichou-nya.
"Arigatou, Kaichou~"
Senyum Feya terkembang dan sangat murni. Hampir saja Eza tersedot ke alam khayal sedang menemukan bidadari cantik memberi air segar padanya. Feya-lah bidadari cantik itu.
Tapi, Eza teringat kalau gadis ini menyukai laki-laki lain. Ia jadi tidak bersemangat.
"Feya... Kamu... Suka Rean?" terbata-bata Eza bertanya.
Feya langsung membelalakan mata. Baginya ia tidak menduga akan ada pertanyaan semacam itu, apalagi dari mulut Kaichou-nya.
"Atarimaeda!"[3]
Beda dengan gadis kebanyakan. Feya cenderung jujur dan spontanitas. Ia tidak ragu mengatakan jawaban. Bukti kalau ia telah mantap.
"Kenapa kamu suka Rean?" Eza tak berhenti bertanya.
"Karena wajahnya!"
Kening Eza ditekuk. "Karena Rean ganteng gitu maksudnya?"
"Haik~ Rean-kun emang ganteng, kan. Aku suka laki-laki ganteng," seloroh Feya disertai senyum ambigu.
Eza tidak puas dengan jawaban itu. Memang, menyukai seseorang alasannya kadang tidak logis.
"Kalo... Ada laki-laki lain yang lebih ganteng suka sama kamu, gimana?" Eza memberanikan diri bertanya.
Feya mengerucutkan bibir. Manis sekali.
"Maksudnya, Kaichou ya?" Feya menebak.
"Eh?"
"Kan, Kaichou ganteng. Kaichou suka sama Feya ga?"
Eza tidak menyangka pembicaraan mereka akan sesantai itu. Ia kira akan sulit menyatakan perasaannya pada Feya. Ternyata gadis ini lebih terbuka dari yang ia tahu.
"Ya... Suka, sih!" Eza salah tingkah. Terlebih Feya sedang menyipitkan ekor matanya, seperti curiga.
"Kalo aku bilang suka, apa kamu bakal berhenti suka ke Rean?"
"Engga dong, aku cuma suka Rean-kun."
"Kamu yakin?"
"Seribu persen!"
"Rean itu rumit loh, dia ga sama kayak laki-laki kebanyakan. Jalan kamu menuju dia bisa dibilang susah. Apa kamu siap?"
"Aku suka, meskipun ga dekat juga ga apa-apa, yang penting aku bisa lihat wajahnya setiap hari. Jadi manitto pun aku mau."
"Manitto?"
"Ada permainan dari korea, seseorang jadi teman rahasia atau manitto untuk orang lain, dia harus mengurus dan memberi kebahagian buat orang itu. Aku mau jadi manitto-nya Rean-kun."
Sorot mata Feya tegas. Baru Eza temukan keseriusan dalam pandangan matanya. Eza merasakan ada dinding tebal yang mesti ia rubuhkan untuk dapat hati Feya.
Eza mendengus. "Baiklah, kalo gitu... Aku yang akan jadi manitto-mu."
Samar-samar yang kedengaran, sebab bel istirahat berbunyi nyaring. Mereka saling bertatapan. Bagi Eza, kalimatnya barusan seperti deklarasi kalau ia tidak akan menyerah. Apalagi pada Rean. Laki-laki yang punya masa lalu kelam dengannya.
***
F I N
Kamus :
[1] Membosankan
[2] Benarkah?
[3] Ya begitulah
Arigatou @dede_pratiwi
Comment on chapter Prolog