Hanya ada Icimiya di tempat itu. Berdiri termangu menatap sisi lain dari tempatnya berdiri. Sorot lampu yang menyala lalu mati setiap beberapa detik itu menyedot perhatiannya. Lalu terdengar langkah kaki dan terlihat seorang anak berlari ketakutan. Saat tangan kecil itu ingin meraihnya, anak itu terjatuh tepat di hadapannya.
Seketika Ichimiya tersadar akan lamunannya. Apa yang aku lakukan? Tanya Ichimiya pada diri sendiri. Tangannya terulur namun terhenti secepatnya. Dia bisa merasakannya dengan jelas. Rasa hangat yang menyelimuti tangannya. Cairan kental berwana merah menetes perlahan.
“Bohong…”
Matanya melirik bergantian antara tangannya dan anak itu. Perlahan darah mengalir di bawah kakinya. Darah dari tangannya menetes membuat riak. Ichimiya melihat bayangan dirinya yang terlihat kacau. Benarkah itu dirinya? Gadis yang terlihat mengerikan itu?
Ichimiya merasakan kehadiran seseorang di belakangnya. Saat dia menoleh, seorang anak laki-laki berpakaian serba putih tersenyum samar padanya. Anak itu mengulurkan tangan pada Ichimiya. Mulutnya bergerak mengucapkan sesuatu, tapi Ichimiya sama sekali tak mendegar sepatah kata pun. Meski begitu, dari gerak bibir itu Ichimiya bisa tau apa yang diucapkannya.
“Pem... bu… nuh…”
Tidak. Ichimiya bukan pembunuh. Dia tidak membunuh anak itu. Dia bukan pembunuh. Ichimiya terus meyakinkan dirinya jika yang diucapkan anak itu salah. Puluhan kali Ichimiya mengatakan hal itu dalam hatinya. Dadanya mendadak sesak dan sulit bernapas. Seperti tercekik Ichimiya mulai merasa kesakitan.
“Maafkan aku…”
Terdengar menyedihkan saat kalimat itu terucap setelah Ichimiya terbangun berlinang air mata. Segera dia bangun dari lantai teras samping rumahnya. Segelas minuman dingin di sampingnya menyisakan dua butir es batu di dalamnya. Meleleh perlahan di tengah panasnya cuaca.
Ichimiya mengusap air mata dengan punggung tangan. Rupanya dia tertidur dan bermimpi. Mimpi yang aneh lagi dan entah sudah berapa kali dia mengalami mimpi semacam itu. Dia bisa merasakan keringat mengalir turun perlahan di balik kausnya. Dadanya masih merasakan sakit walau dia bisa bernapas tenang.
Rasanya melelahkan. Setiap kali memejamkan mata dan tertidur, dia akan segera terbangun kembali karena mimpi-mimpi itu. Ichimiya jadi merasa takut setiap kali dia terbangun di tengah malam bermandikan keringat dingin. Kapan terakhir kali dia bisa tertidur pulas di setiap malamnya? Ichimiya rasa sudah sangat lama sekali. Bahkan untuk menenangkannya, gadis itu sampai meminum obat lebih banyak dari biasanya.
Sejak malam itu Ichimiya jadi bertingkah aneh. Ya, malam itu. Malam ketika untuk pertama kalinya mereka kehilangan target dalam misi. Karena campur tangan Kyou dan rekannya, misi malam itu menjadi sebuah tragedi.
Anak itu mati. Tepat di depan Ichimiya. Tepat saat dia ingin meraihnya.
***
Bel pintu rumah Ichimiya berbunyi ketika dia sedang mencuci piring di dapur. Gadis itu baru saja selesai sarapan—yang sebenarnya bisa dikatakan makan siang karena memang hampir jam makan siang. Ichimiya berlari kecil dan membuka pintu. Sebuah kejutan saat mendapati Rin tengah berdiri di depan pintu rumahnya.
“Apakah aku mengganggu?” Senyumnya ramah.
***
Terik matahari terasa membakar kulit. Ichimiya ingin segera melompat ke dalam kolam saat melihat matahari bertengger di langit tepat di atas mereka. Masih setengah perjalanan lagi sampai mereka tiba ke kolam renang. Erika dan Kurumi sudah sampai di sana sejak beberapa menit yang lalu. Mereka mengirim pesan singkat akan menunggu Rin juga Ichimiya di sana.
Ichimiya terus membayangkan dinginnya air kolam begitu dia menyeburkan diri. Bermain prosotan dan mencoba permainan air di sana. Sayang sekali tidak ada transportasi menuju kolam renang agar lebih cepat sampai. Area tempat tinggal Ichimiya memang minim sekali kendaraan lewat. Memang perumahannya memiliki suasana damai.
Memikirkan bagaimana mereka sampai ke kolam membuat Ichimiya melirik Rin. Jarak rumahnya dan gadis itu cukup jauh dan berlawanan arah. Rin berjalan kaki menuju rumahnya di tengah teriknya musim panas ini. Padahal Rin bisa mengirimkan pesan dan bertemu di titik tengah antara rumah mereka. Namun dia mau berjalan jauh hanya untuk menjemput Ichimiya.
“Ini untuk Ichimiya.” Rin mengulurkan sebotol teh dingin yang dibelinya dari mesin penjual minuman.
Ichimiya menerimanya. “Rin, terima kasih ya,” ucap Ichimiya tulus. Rin tersenyum senang.
“Ini hanya minuman.”
“Tidak. Maksudku, terima kasih karena mengajakku pergi. Bahkan menjemputku segala. Padahal bisa saja aku sedang keluar dan kau jadi sia-sia berjalan jauh. Bisa saja aku menolak ajakanmu juga kan.”
“Tapi, Ichimiya di rumah kan. Dan tidak menolak ajakanku juga.”
Ichimiya tidak tau harus mengatakan apa lagi. Dia hanya bisa menghela napas dan tersenyum pada temannya itu.
Di tengah perbincangan mereka tiba-tiba muncul sosok anak kecil yang berlari dari belakang Ichimiya. Rin sangat terkejut begitu tangan anak itu mengambil dengan paksa minuman dingin di tangannya dan berlari pergi. Anak itu mencuri.
Rin yang mencoba meraih lengan anak tersebut tapi tidak sampai hanya bisa merelakan minumannya dibawa pergi. Gadis itu masih tertegun dengan kening berkerut. Dia keheranan. Baru pertama kali ini dia melihat ada anak seperti itu di Distrik 7. Tidak pernah dirinya melihat anak terlantar dan kotor, bahkan sampai mencuri di tengah hari seperti saat ini.
“Kira-kira apa yang terjadi ya? Dari mana asal anak…” Belum sampai anak itu menghilang dari pandangannya. Rin malah melihat Ichimiya berlari melewatinya. Mengejar anak yang mencuri minumannya. Rin membelalak dan berteriak sekuat tenaga. “Ichimiya!”
Rin tidak menduga jika Ichimiya begitu mempedulikan hal itu. Padahal dia tidak aapa-apa karena itu hanya sebotol minuman. Tapi Ichimiya sampai berlari mengejar anak tersebut.
Beberapa saat kemudian sosok anak tersebut menghilang begitu juga Ichimiya yang mengejarnya. Rin sungguh khawatir. Segera dia menyalakan ponselnya dan menelpon Ichimiya. Namun yang didapati berikutnya adalah ponsel gadis itu tertinggal bersama dengan tas yang ternyata dijatuhkannya. Rin tambah panik lagi. Bagaimana jika terjadi sesuatu pada Ichimiya?
***
Kota Natsushibara adalah kota yang tenang. Distrik 7 adalah distrik yang damai. Kejadian seperti barusan seharusnya amat sangat jarang terjadi. Kecuali jika anak itu tadi berasal dari Distrik 1.
Ichimiya tau jika yang dilakukannya terlihat bodoh. Dia tau jika Rin tidak mempermasalahkannya. Bahkan saat namanya tadi dipanggil dengan keras, dia begitu sadar dengan apa yang dilakukanya. Tidak tau apa yang terjadi, tapi tubuh Ichimiya bergerak dengan sendirinya begitu terlintas jika anak itu salah satu anak percobaan.
Mereka telah berlari cukup jauh. Anak itu berlari menuruni tangga menuju sebuah jembatan. Mengetahui hal itu Ichimiya mulai memelankan langkahnya dan berhenti. Dia melihat anak itu masih berlari melewati bawah jembatan tersebut.
Napasnya terengah-engah. Kulitnya terasa berkeringat dan panas. Matahari masih menyinarinya dengan terang. Setelah menyibakkan rambut poninya, Ichimiya berjalan menuju jembatan tersebut. Dia bisa merasakan keberadaan anak itu tak jauh dari tempatnya saat ini. Anak itu pasti juga kehabisan tenaga sama seperti dirinya. Apalagi saat ini musim panas sedang berlangsung.
Langkah Ichimiya yang semakin mendekati jembatan kian memelan. Dia berpikir selanjutnya apa yang akan dilakukannya. Ini di luar misi. Dia belum pernah menangani anak percobaan yang bukan target misinya. Apakah Ichimiya harus melapor? Apa sebaiknya dia memberitahu agensi? Atau seharusnya dia mminta bantuan Ao atau Aki agar mereka membawa anak itu?
Tapi begitu menyadari dia tadi melempar tas yang berisikan ponselnnya membuat Ichimiya mendesah kecewa. Tadi Ichimiya langsung berlari meninggalkan Rin. Kini dia hanya bisa kesal pada dirinya.
“Bodoh. Rin juga pasti khawatir saat ini,” gerutunya pada diri sendiri.
Ichimiya benar-benar bingung. Musim panas telah membuat kepalanya terbakar. Pikirannya juga kacau beberapa waktu ini.
Di tengah kebingungannya, seseorang memanggil Ichimiya dari atas jembatan.
“Heh? Apa yang kau lakukan Mi-chan?”
Suara yang tidak asing. Ichimiya mendongak dan reflek menyipitkan matanya. Sinar matahari membuatnya silau. Hanya terlihat siluet dari pemilik suara nakal itu. Tentu saja Ichimiya tau siapa dia.
“Kyou-kun?”
Kyou segera turun menemui Ichimiya. Pemuda itu memakai jaket tebal di tengah musim panas ini. Peluh mengucur keluar di dahinya.
“Apa kau tidak apa-apa?” Ichimiya merasa heran. Diperhatikannya Kyou lebih dekat. Pemuda itu berbeda dari biasanya. Wajahnya terlihat agak pucat dan keringatnya begitu banyak.
“Aku hanya habis berlari saja. Kelihatannya aku kehausan.” Cengir Kyou. “Apa kau mengkhawatirkanku?”
Tidak ada tanggapan dari Ichimiya. Saat berpikir ingin meminta bantuan pada Kyou, tiba-tiba Ichimiya teringat dengan kejadian waktu itu. Dia mengurungkan niatnya. Berharap Kyou atau teman-temannya tidak menemukan anak itu duluan, Ichimiya mulai mendorong Kyou pergi. Namun tentu saja tidak semudah itu. Dengan sifat Kyou yang terlihat kekanak-kanakan, pemuda itu malah merasa penasaran dan tidak mau pergi.
Ichimiya mendorongnya lagi, namun yang terjadi kemudian adalah Kyou berteriak dengan cukup keras.
“Sakit!. Apa yang kau laukan?!”
Ichimiya menjingkat. Dia yakin dirinya tidak mendorong pemuda itu dengan keras. “Ma-maaf,” ucap Ichimiya.
“Sebenarnya apa yang terjadi?” desak Kyou. Dengan terpaksa Ichimiya bercerita. “Jadi apa yang akan kau lakukan pada anak itu?” Tanya Kyou setelah mendengar cerita singkat Ichimiya.
Dari tadi Ichimiya masih memikirkan bagaimana cara menangkap anak itu. Dia kesal pada dirinya, kenapa di saat seperti ini dia begitu tidak berguna. Hanya karena bukan sebuah misi, Ichimiya jadi tidak bisa bergerak sesuai keinginannya.
“Kau terlalu mengandalkan mereka.” Setelah Kyou mengucapkan hal itu, dia berjalan menuju tempat persembunyian anak tadi. Ichimiya membelalak karena pemuda itu bergerak seenaknya. Inilah yang dia takutkan. “Tinggal ikuti apa kata hatimu. Percayalah jika yang kau lakukan adalah hal yang benar.”
Selama ini Ichimiya selalu bergerak menurut perintah. Dia selalu memikirkan banyak hal saat melakukan sesuatu. Takut karena akan berakibat buruk pada yang lainnya. Dirinya selalu dilanda keraguan. Sebenarnya apa yang ingin dia lakukan? Apakah benar kehidupannya saat ini sudah bisa dikatakan bebas? Tidak. Ichimiya masih terikat oleh Distrik 3. Dia akan selalu terikat oleh mereka.
Sementara gadis itu hanya mematung di tempatnya berdiri. Kyou berhasil membuat anak itu keluar dari persembunyiannya. Melihat Kyou bergerak ke sana ke mari menghindari serangan anak itu, membuat tubuh Ichimiya bergerak.
“Kyou-kun!” Ichimiya segera membantu.
Kyou terlihat kewalahan. Gerakannya kacau dan beberapa kali hampir kena pukul tongkat anak itu. Untung saja Ichimiya bergerak cepat. Segera dia menendang tongkat itu dan terlempar jauh.
Anak tadi begitu kaget saat mengenali Ichimiya sebagai teman dari gadis yang tadi dia curi minumannya. Dalam keadaan panik dia mencari tongkatnya tadi. Segera dia melompat menuju tongkat kayu yang digunakan sebagai senjata. Diambilnya dan diayunkan ke segala arah. Melihat Ichimiya yang mendekat, anak itu menodongkan tongkatnya ke depan.
“Ja-jangan mendekat!” Teriaknya ketakutan. Tangan yang menodongkan tongkat itu terlihat gemetar.
Kembali Ichimiya dilanda keraguan. Perlahan kakinya melangkah mundur. Tiba-tiba energinya seperti terkuras dan tubuhnya lemas. Napasnya menyesakkan dada. Perlahan pandangan Ichimiya berubah buram. Sesaat anak yang berdiri di depannya semakin banyak. Mereka semua dalam keadaan yang sama. Ketakutan. Meraka menatap Ichimiya seperti melihat sosok monster mengerikan. Apa yang sebenarnya terjadi pada dirinya?
Ichimiya bisa merasakan kedua tanggannya bergetar. Detak jantungnya terdengar dengan keras.
“Menghindar dari sana!” Ichimiya menoleh pada Kyou ketika pemuda itu berteriak dan berlari ke arahnya. Tangan Kyou meraih tubuh Ichimiya dalam pelukannya dan melindunginya dari tongkat yang dilemparkan anak kecil itu. Tongkat kayu itu menghantam bahu kiri Kyou dengan keras.
Begitu melihat kesempatan, anak itu langsung kabur dengan sekuat tenaga.
Ichimya masih terbelalak dalam pelukan Kyou. Dia tidak percaya dirinya dilindungi oleh pemuda itu. Setelah tenang Kyou melepaskan dekapannya dan berdiri. Dari tampangnya terlihat jelas jika dia kesakitan. Ichimiya melihat darah menetes dari balik pakaian Kyou. Pemuda itu terluka karena melindunginya.
“Karena aku tanganmu…” Saat Ichimiya ingin menyentuh Kyou, pemuda itu malah menampiknya.
“Ini bukan karena melindungimu. Pergilah.” Sikap Kyou tidak seperti biasanya. Dia mengusir Ichimiya dengan kibasan tangannya. Dalam keadaan terluka pemuda itu pun berjalan pergi. Langkahnya terhuyung-huyung berjalan menjauh.
Ichimiya meremas tangannya sendiri. Apa yang sebenarnya aku lakukan? Selalu pertanyaan tersebut yang muncul dalam benaknya. Saat mendongak kembali, sosok Kyou sudah menghilang dari pandangannya. Perlahan Ichimiya berbalik dan melangkah pergi dari tempat itu. Namun yang dilihatnya saat ini adalah sosok Rin dengan napas terengah-engah. Sungguh Ichimiya merasa amat sangat bersalah.
“Ichimiya…” Rin memeluk Ichimiya erat. “Syukurlah. Kau tidak apa-apa?” Rin menyentuh kedua bahu Ichimiya dengan wajah lega.
“Maaf Rin. Aku membuatmu khawatir.” Ichimiya mencoba tersenyum, tapi, dia yakin senyumnya saat ini pasti terlihat menyedihkan.
Dia meninggalkan Rin sendirian membuat gadis itu khawatir. Dia bahkan membuat Kyou melindunginya sampai terluka. Dan lagi dia tidak bisa melakukan apapun pada anak tadi. Ichimiya merasa jika dirinya tak berguna dan banyak merepotkan.
“Ayo kita segera ke tempat Erika dan Kurumi-chan,” Rin menyerahkan tas Ichimiya.
“Hmm.” Benar. Bukan hanya Rin saja yang kerepotan dan khawatir. Acara mereka bahkan hampir gagal karena dirinya. Dia telah membuat Erika dan Kurumi menunggu lama.
Dalam wajah lesu Ichimiya mengikuti langkah kaki Rin di depannya. Sejak meninggalkan jembatan itu dia hanya diam tertunduk.
Rin yang melirik Ichimiya di belakangnya mengambil napas dalam-dalam dan mengnebuskannya. Dia berhenti dan berbalik menatap Ichimiya.
“Apa yang kau khawatirkan?” tanyanya pelan.
Ichimiya balas menatap Rin. Kekhawatiran terlihat jelas di mata gadis itu. Ichimiya hanya bisa membuang muka dalam kegelisahannya. Kembali dia menunduk dan terdiam. Saat memperhatikan lengan kanannya, ada sebuah bercak merah di kaus bajunya. Darah, batin Ichimiya. Bekas darah Kyou saat pemuda itu melindunginya.
Kedua tangan Ichimiya mengepal erat-erat. “Ternyata aku tidak bisa meninggalkannya,” gumamnya masih tertunduk. Dalam detik selanjutnya Ichimiya menatap Rin kembali dengan yakin. “Rin maaf. Sepertinya aku tidak bisa ikut pergi ke kolam renang. Aku benar-benar minta maaf.” Ichimiya membungkuk dalam-dalam.
Ide ceritanya boleh, saran aku coba ambil referensi dialog dan plotting ala western biar lebih greget
Comment on chapter Mission 3