Tanpa repot-repot melepas sepatu, Ichimiya memapah Kyou masuk ke dalam rumahnya dengan panik.
Setelah meminta maaf pada Rin, Erika dan Kurumi karena tidak jadi ikut pergi ke kolam renang, dia segera kembali ke jembatan dan menyusuri jalan yang mungkin dilewati oleh Kyou. Sisa tetesan darah masih membekas meninggalkan jejak di beberapa tempat, membuat Ichimiya cepat menemukan pemuda itu.
Kekhawatiran Ichimiya berubah menjadi ketakutan saat menemukan Kyou terbaring lemah di sebuah gang kecil. Tangannya tergeletak penuh darah di tanah. Kyou tertunduk menyandarkan tubuhnya ke tembok. Saat Ichimiya memanggil namanya memastikan pemuda itu masih hidup, Kyou mengangkat wajahnya perlahan. Ichimiya sedikit lega.
Langsung saja Ichimiya menarik Kyou berdiri dan membawanya menuju rumah.
Ichimiya membawa Kyou ke dekat meja makan lantas menurunkan perlahan pemuda itu ke lantai. Kyou memegangi tangan kirinya dan mengeram menahan sakit. Ichimiya membuka pintu kaca geser menuju halaman samping, membiarkan udara masuk ke dalam. Langkahnya bergerak menuju bawah tangga. Ada sebuah lemari kaca kecil di sana tempat menyimpan obat-obatan juga kotak P3K.
Tangan Ichimiya meraih kotak putih besar itu kemudian bergegas ke dapur mengambil baskom berisi air. Masih dalam keadaan panik dia kembali ke Kyou yang kini sudah melepas jaket juga kaus yang dikenakannya.
Ichimiya duduk bertumpu lutut. Mengambil handuk dari dalam tasnya yang akan dibawanya ke kolam renang. Perlahan dia membersihkan luka di tangan kiri Kyou. Dan benar, itu bukan luka akibat melindungi dirinya. Luka yang mengeluarkan darah ini bekas luka sayatan benda tajam.
Kyou memekik beberapa kali. Setelah memberikan antiseptic pada luka, Ichimiya mengambil perban dan gunting. Saat ingin melilitkan perban, Ichimiya tercengang. Luka itu membengkak dan ada mulai kebiruan. Darah juga masih belum berhenti keluar. Melihat luka itu membuat tangan Ichimiya gemetar. Dilihatnya kedua telapak tangannya yang memegang perban. Sekelebat ingatan tentang mimpinya akhir-akhir ini mulai terbayang.
“Apa kau takut darah?” Ichimiya mendongak. Kyou menatapnya sangat dekat. Iris mata sebelah kanannya yang berwara hijau itu tetap memancarkan ketenangan. Memikat Ichimiya selama beberapa saat.
“Tidak,” jawabnya mencoba tetap terlihat tenang. Segera Ichimiya membalut luka itu walau tangannya masih gemetar. Perlahan dan hati-hati.
Kembali suara eraman Kyou menahan rasa sakit terdengar. Ichimiya kembali mendongak. Pemuda itu terlihat pucat dan tubuhnya dipenuhi keringat. Melihatnya membuat Ichimiya seperti merasakan sakit yang sama.
Setelah perban itu terlilit sempurna, Ichimiya mulai mengambil gunting. Namun melihat benda itu terpakai di tangannya kembali mengingatkannya pada sesuatu yang mengerikan. Kembali napasnya memburu, jantungnya berdetak kencang dan peluh mulai mengucur deras. Dengan jelas diia melihat tangannya bergerak pelahan untuk menggunting sisa perban. Amat perlahan karena tangannya bergetar hebat.
“Mi-chan..” Tangan Kyou memegangi tangan Ichimiya. Gadis itu mengerjap dan bersusah panah menelan ludah. Bisa dirasakannya tangan dingin Kyou di kulitnya. “Biar aku saja.” Pemuda itu mengambil alih. Ichimiya melepaskan guntingnya dan beringsut memberi ruang untuk Kyou.
Kedua tangannya masih terasa gemetar. Ichimiya mengepalkan tangannya di atas lutut, “Maaf,” ucapnya. Kyou hanya melirik sembari menyelesaikan perban lukanya.
“Apa yang kau takutkan?” Tanya Kyou yang kini menoleh ke arah Ichimiya. Gadis itu tertunduk sedih. Kyou diam menunggu jawaban.
“Aku takut kehilanganmu,” ucap Ichimiya. Membuat Kyou terbelalak mendengarnya. Aku takut kehilangan semua orang, tambah Ichimiya dalam hati. Dia semakin menyembunyikan wajahnya. Menyedihkan.
Kyou berbalik. Memunggungi Ichimiya yang masih tertunduk. “Aku tidak tau apa yang kau pikirkan saat ini. Tapi aku tidak akan menghilang kemana-mana. Se-sekarang giliranmu.” Kyou jadi merasa canggung. Ichimiya kembali memeriksa luka di tubuh Kyou. Bahunya memar. Dan jelas luka kali ini karena tongkat tadi.
Ichimiya perlahan mengoleskan obat. Dirinya kini sudah kembali tenang. Walau masih ada kekhawatiran karena kondisi Kyou terlihat lebih buruk. Keringat dingin masih mengucur dari tubuhnya. Kelihatannya dia juga kesulitan bernapas.
“Luka apa itu tadi?” Tanya Ichimiya sembari menempelkan plester ke bahu pemuda itu.
“Bukan.. sesuatu yang… uhuk!” Tiba-tiba Kyou terbatuk-batuk. Dia tertunduk memegangi lehernya.
“Kyo-kun? Hei bertahanlah. Apa yang kau rasakan?” Ichimiya bersikap tenang walau sebenarnya panik sangat.
Kyou meronta-ronta kesakitan. Dia kesulitan bernapas. Melihat bekas lukanya tadi Ichimiya berpikir jika terdapat racun dalam luka itu. Sayang sekali dia tidak mempunyai penawar racun di rumahnya. Jika pergi ke toko obat, apakah masih sempat? Bagaimana mungkin dirinya meninggalkan Kyou dalam keadaan seperti sekarang? Dia juga tidak tau penawar racun apa yang dibutuhkannya.
Lagi-lagi Ichimiya terlalu banyak berpikir. Dia jadi geram pada dirinya sendiri.
Tidak tahan melihat Kyou yang semakin kesakitan, Ichimiya segera berlari ke dapur dan membuka kulkasnya. Dia mengambil sekotak susu cair dan memaksa Kyou untuk meminumnya. Walau hanya sedikit setidaknya berhasil ditelan.
Menunggu selama beberapa saat dan masih belum ada hasil. Ichimiya semakin tidak tega melihat Kyou kesakitan. Tanpa pikir panjang Ichimiya meraih tubuh Kyou dan memeluknya. Dia mencoba membangunkan Kyou dan membuatnya duduk tenang. Ichimiya mendekap Kyou erat-erat.
Tak lama kemudian Kyou terdiam, lalu dia terbatuk kembali dan memuntahkan susu yang berhasil diteguknya beserta darah berwarna merah kehitaman. Kelihatannya racun itu berhasil dikeluarkan dari tubuhnya. Ichimiya bernapas lega.
Pemuda itu kini sudah tidak memiliki tenaga. Bahkan sekedar untuk membuatnya tetap tersadar. Lambat laun matanya terpejam.
“Istirahatlah.” Ichimiya menidurkan Kyou di pangkuannya.
Tanpa mereka sadarai hari sudah sore. Angin yang berhembus terasa menyejukkan setelah panasnya terik matahari di siang hari. Musim panas masihlah panjang. Namun hari yang melelahkan ini akan berakhir.
“Indah sekali,” ucap Kyou lemas. Dia menghadap halaman samping yang luas. Memperhatikan bunga matahari yang berlatarkan langit senja.
“Hmm,” gumam Ichimiya. Dia juga memperhatikan bunga tersebut. Ichimiya tidak tau siapa yang menanamnya. Dulu begitu tau jika yang tumbuh bukan rumput liar melainkan tunas bunga, dia begitu senang. Setiap harinya dia menyirami tunas itu hingga tumbuh besar. Ichimiya senang yang tumbuh adalah bunga matahari. Terlihat indah di pekarangan rumahnya.
Suasana begitu menenangkan. Langit mulai berwarna keemasan ketika Kyou telah sepenuhnya terlelap. Napasnya berhembus pelan. Perlahan Ichimiya mengobati luka Kyou yang lainnya. Dia kemudian mengambil selimut dan bantal lalu memakaikannya pada Kyou.
Ichimiya senang semuanya baik-baik saja. Dia juga bersyukur karena saat ini sedang liburan musim panas. Kyou bisa tinggal di rumahnya sampai kondisinya membaik. Ichimiya juga merasa berhutang budi karena pemuda itu melindunginya tadi.
“Semuanya akan baik-baik saja,” pikirnya.
***
Ichimiya membuka matanya perlahan. Terlihat lampu gantung di langit-langit ruang tamu rumahnya. Gadis itu mendesah pelan lalu bangun dari sofa. Kain yang menyelimuti tubuhnya meluncur turun ketika dirinya berdiri dan menggeliat melemaskan otot.
Dalam gelap malam Ichimiya berjalan menuju dapur. Menyalakan kran membiarkan air keluar terus menerus. Masih dalam keadaan setengah sadar dia meraba-raba laci pantry dan menariknya. Ada kotak obat yang diberikan Miyura untuknya.
Tidak peduli berapa banyak yang berhasil jatuh e telapak tangannya. Ichimiya segera melempar obat itu ke dalam mulutnya. Dia mengambil gelas dan mengisinya dengan air lalu meneguknya.
Berapa lama lagi aku harus melihat mimpi seperti ini? Kesahnya dalam hati.
Begitu Ichimiya berbalik tiba-tiba dia membentur sesuatu. Tubuhnya limbung ke belakang menempel ke pantry. Dalam gelap ruang dapurnya itu dia masih bisa melihat walau remang-remang. Ada seseorang yang berdiri di hadapannya saat ini. Terlebih dia sedang tidak memakai baju.
Dalam diam Ichimiya mencoba menghindar. Tapi tubuh itu tiba-tiba mendekat dan menghimpit tubuhnya. Mengapitnya, membuat Ichimiya tidak bisa berpindah. Terdengar helaan napas panjang.
“Aku perlu mengisi energi,” desahnya.
“Ky-kyou… kun?” ucap Ichimiya terdengar ragu-ragu.
Kyou mendekatkan tubuh Ichimiya ke dadanya. Gadis itu bisa merasakan sentuhan kulitnya dengan kulit pemuda itu. Terasa hangat. Di saat itulah Ichimiya teringat kembali.
Kyou memang berada di rumahnya sejak tadi siang. Dia yang membawanya. Karena Kyou melindunginya dan terluka. Namun Ichiminya melupakannya dengan cepat. Merasa bukan masalah serius, Ichimiya perlahan meraba dada pemuda itu—memastikan sesuatu. Terasa hangat dan tangannya merasakan jantung Kyou berdetak normal. Pemuda itu sudah membaik.
“Apa yang kau lakukan?” Segera Ichimiya menarik tangannya dan menempelkannya ke dadanya sendiri. “Kenapa kau tidak menyalakan lampunya?” Tanya Kyou kembali. Jantung Ichimiya hampir melompat keluar.
“Aku hanya pergi minum. Apa aku membangunkanmu?”
Terdengar kembali suara desahan panjang. Pemuda itu menundukkan kepalanya ke bahu Ichimiya. “Terima kasih. Aku tertolong.”
Ichimiya hanya meliriknya. Senyum mengembang di wajahnya sembari menepuk pelan punggung Kyou. Seharusnya aku yang mengucapkan kalimat itu, batinnya.
Ide ceritanya boleh, saran aku coba ambil referensi dialog dan plotting ala western biar lebih greget
Comment on chapter Mission 3