Aku terbaring, diam didalam selimut yang menutupi hampir seluruh tubuh ku. Mataku tak terpejam, sebab aku masih terjaga sejak semalam. Hening masih menguasai pagi, walau sebenarnya diluar sana hujan lagi-lagi sedang turun.
Pikiran ku melayang, aku kembali menghayal, terbang memikirkan sesuatu yang harusnya tak ku pikirkan. Entah kenapa, tapi sepertinya aku merindukan Amara, dan karena itu, aku tak bisa tertidur dan hanya bisa melamun untuk menghabiskan malam.
Amara berhasil memenuhi pikiran ku hingga saat ini, membawa ku kembali pada masa dimana aku belum mengenal lara, dan secara egois hanya ingin mengenal suka tanpa ada rasa duka. Aku adalah orang yang paling bahagia pada saat itu, dan setelahnya menjadi orang yang paling menderita karena telah larut dalam suka, dan dengan bodohnya melupakan jika suka dan duka adalah sebuah paket lengkap yang tak terpisahkan.
Pikiran ku terus melayang, membawa ku kian lama kian jauh dari dunia nyata, dan memberiku pemandangan indah tentang bagaimana kemungkinan-kemungkinan yang akan muncul jika aku dan Amara masih tetap bersama sampai saat ini, namun lamunan ku itu seketika buyar saat pintu kamar ku di ketuk dari luar secara beruntun. Pikiran ku dengan cepat kembali menuju dunia nyata, meninggalkan semua kebahagiaan yang aku alami didunia imajinasi ku.
Aku baru saja hendak menjawab suara ketukan itu, namun orang yang mengetuk pintu itu telah lebih dulu masuk kedalam kamar setelah beberapa kali mengetuk pintu, dan membuat ku mengurungkan niat untuk menjawab panggilannya. "Oh, kau sudah bangun rupanya," kata orang itu,"apa kau tak siap-siap?" sambungnya lagi. Orang itu tak lain dan tak bukan adalah Selatan, ia datang untuk membangunkan ku, walau sebenarnya aku tak pernah tertidur sejak semalam.
Aku hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaannya, dan mengatakan padanya jika, "setengah jam lagi, aku akan bersiap-siap," kataku dari balik selimut, dan setelah itu ia kembali menutup pintu dan pergi, lalu aku juga memilih untuk memejamkan mata selama beberapa menit, sekedar untuk mengistirihatkan kepalaku yang kini telah terasa begitu berat.
Hari masih sangat pagi, baru memasuki pukul 5:15, dan aku rasa, tak ada salah nya jika aku tidur sekitar sejam dulu sebelum bangun untuk beraktivitas.
***
"Utara!? apa kau bercanda? jam berapa sekarang ini?"
Tanpa aba-aba dan pendahuluan, aku yang sedang tertidur tiba-tiba dikagetkan oleh suara Selatan yang menghambur masuk kedalam kamar ku, dan tentu saja karena hal itu aku langsung terbangun kaget karena suara Selatan yang lantang memenuhi kamar ku. "Ada apa?!" tanyaku setengah berteriak karena terkejut sekaligus kesal padanya.
"Kau harus ke sekolah!"
Akupun terdiam untuk beberapa saat, lalu mulai mencari handphone ku untuk mengecek jam berapa sekarang, dan rupanya sudah hampir jam tujuh. "Kenapa kau tak membangunkan ku?" gerutu ku kesal pada Selatan sambil menyibakan selimut dari atas tubuh ku. Aku kemudian berjalan kearah kamar mandi dengan tergesa-gesa untuk membasuh badan.
"Sudah berkali kali aku meneriakan namamu, memanggil mu untuk segera bangun, dan kau baru bangun saat aku berteriak untuk ke lima belas kalinya."
Aku hanya diam saat mendengar penjelasan Selatan, dan lebih memilih untuk gerak cepat agar aku tak menjadi lebih terlambat. "Kau harus sudah siap dalam lima belas menit, aku akan mengantar mu kesana," ucap Selatan sesaat sebelum ia memilih untuk keluar dari kamar ku.
Sepertinya, hari ini akan menjadi hari yang sibuk, sekaligus penuh pengalaman yang baru.
~
Entah bagaimana bisa, langit yang tadinya gelap dan menurunkan hujan tiba-tiba berubah menjadi cerah saat aku tiba di gerbang sebuah SMA--yang sebentar lagi akan menjadi tempat ku menutut ilmu.
"Apa kau serius akan menyekolahkan ku disini?" tanya ku tak percaya pada Selatan sesaat setelah aku turun dari dalam mobil, dan mengetahui jika sekolah yang ia pilihkan untuk ku adalah sekolah yang memiliki kualitas sangat tinggi, baik dari segi pendidikan, kedisiplinan, jiwa sosial, dan hal lainnya.
"Tentu aku serius, memang nya ada apa?"
Aku hanya menggeleng sambil menatap halaman parkir sekolah ini yang terbilang cukup luas. "Aku tak yakin bisa bersosialisasi dengan anak-anak disini," kataku serius. "Kau tahu bukan kalau adikmu ini sama sekali tidak peduli dengan pendidikan?" sambung ku lagi.
"Lalu?" tanya nya. Kini kami mulai berjalan untuk masuk lebih jauh kedalam sekolah ini, nampak beberapa siswa berlalu-lalang dan sesekali mereka menatap ku sambil berbisik-bisik. "Tentu aku akan terlihat sangat bodoh disini."
"Maka dari itu, kau harus terpacu untuk bisa menjadi seperti mereka."
"Tapi sebenarnya aku tak peduli, karena ini hanya minggu percobaan saja bukan? jadi, minggu depan aku akan berhenti sekolah," jelasku sambil menundukan kepala karena malu diperhatikan siswa-siswi disini.
"Jika kau berhenti sekolah, maka aku akan membuat mu berhenti bernapas," balas Selatan yang membuat ku sedikit terkejut, namun selanjutnya menjadi tertawa.
"Punten pa, mau numpang nanya," sapa Selatan pada seorang bapak--yang jika dilihat dari seragamnya sepertinya adalah seorang petugas kebersihan. Bapak itu nampak ramah, sebab ia melemparkan senyum berharganya kepada kami saat kami akan berbicara dengannya. "Mangga, sok atuh mau nanya apa?"
"Ruangan pak kepala sekolah dimana ya?" ucap Selatan lagi.
"Oh ruangan kepala sekolah, itu ada di gedung sana, naik tangga, terus ruangannya ada di sebelah kiri, eh nggak kanan, ada kok papan nama nya di gantung didepan pintu," jelas bapak itu sambil menunjuk kearah sebuah gedung yang berada diseberang lapangan upacara.
"Ohia, hatur nuhun ya pak," kata Selatan.
"Adek ini teh murid pindahan ya?" tanya bapak itu sambil menatap kearah ku. Akupun mengangukkan kepala sambil tersenyum. "Kasep pisan ya kayak bintang film," katanya lagi, membuat aku dan Selatan menjadi tertawa karena geli. "Makasih pak," kataku, dan setelah itu kami pun permisi untuk segera melanjutkan perjalanan. "Duluan ya pak," kata Selatan sebelum meninggalkan tempat itu.
Kami pun mulai berjalan menuju gedung dimana ruangan kepala sekolah berada. Kami melewati beberapa bangunan yang tersusun rapih dari tengah ke depan lapangan parkir, dan di tengah-tengah gedung itu adalah lapangan upacara yang dari sepenglihatan ku terlihat cukup besar.
Saat melewatinya, semua siswa yang berada dipinggiran lapangan sepertinya menatap kearah ku dan Selatan yang saat ini lagi berada tepat di tengah-tengah lapangan upacara itu. Awalnya tak ada apa-apa, namun beberapa saat kemudian, seperti api yang disiramkan minyak tanah, suasana lapangan menjadi riuh tak karuan saat salah seorang murid berteriak menyoraki kami, dan sedetik kemudian semua siswa serentak ikut menyoraki kami juga. Aku tak tahu ada apa, tapi sepertinya hal ini disebabkan karena hanya ada aku dan Selatan saja yang sedang berjalan di tengah-tengah lapangan.
Aku yang menyadari hal itu langsung menunduk dan berjalan sedikit lebih cepat, sedangkan Selatan yang tak menyadari jika dirinya sedang diteriaki hanya bisa berjalan santai tanpa ada rasa malu sama sekali. Baru lah setelah kami keluar dari lapangan, suara teriakan itu perlahan-lahan mulai menghilang. Namun, untuk tatapan yang dilemparkan padaku, itu masih berlanjut sampai aku masuk kedalam ruang kepala sekolah.
Ruang kepala sekolah yang berada dilantai dua, dan berada dipaling ujung, mengharuskan ku untuk melewati beberapa kelas yang semua penghuni nya sedang berada di koridor, di teras kelas mereka. Alhasil, aku laris menjadi bahan perbincangan dan bahan tatapan mereka sekarang.
Aku tak mengerti ada apa, sampai-sampai mereka menatap ku seperti itu. Apa mungkin, karena aku adalah murid baru? Atau hal lainnya? Aku tak tahu pasti, yang jelas sekarang, aku hanya ingin kembali ke rumah.
"Selamat pagi," ucap Selatan--lagi--saat kami tiba disebuah ruangan dengan pintu besar berwarna coklat kehitaman, ruang kepala sekolah.
"Pagi, silahkan masuk," sahut seseorang dari dalam. Selatan kemudian menekan tuas pintu, lalu mendorong nya masuk, dan kemudian tanpa ragu ia melangkah masuk kedalam sambil menarik tangan ku, akupun hanya pasrah.
Didalam ruangan itu, suasanya dingin, senyap, dan entah ada apa tapi aku merasakan seperti ada hawa-hawa negatif, terlebih lagi saat sang kepala sekolah menatap ku dari balik kacamata yang ia kenakan.
Kami berada didalam ruangan itu kira-kira sekitar lima belas menit, aku tak tahu apa yang dibahas Selatan bersama kepala sekolah, karena walaupun aku berada disana, pikiran ku sedang melayang jauh. Baru setelah itu, kepala sekolah memberi keputusan kelas mana yang akan aku masuki, dan rupanya aku akan masuk disalah-satu kelas ipa. XII IPA 6, begitulah yang tertulis di secarik kertas yang diberikan kepada Selatan dari kepala sekolah. Dan selanjut nya, aku dan Selatan berpamitan dengan kepala sekolah untuk mencari kelas baru ku itu.
Rupa-rupanya kelas XII IPA 6 terletak dibagian samping gedung ruangan kepala sekolah, dan lagi-lagi hal itu mengharuskan ku untuk melewati koridor kelas yang dipenuhi oleh siswa. Sebenarnya ada jalan lain, yaitu lewat tengah lapangan, tapi sepertinya itu bukan pilihan yang bagus, mengingat kejadian waktu aku baru datang tadi.
Setelah berjalan beberapa saat, kini kami tiba didepan sebuah ruang kelas yang terlihat lebih rapih, tak ada siswa-siswi yang berkeliaran di teras kelas, begitu juga didalam nya, kelas ini nampak sepi, berbeda dengan kelas lainnya. Dan didalam nya, hanya ada beberapa murid saja yang sedang duduk melingkar sambil sesekali mengintip kearah ku.
"Kau yakin, ini kelasnya?" tanyaku pada Selatan ragu-ragu.
"Seperti yang tertulis disini, XII IPA 6, berarti ini sudah benar, kelas mu disini."
Akupun melempar pandangan cemas kedalam kelas itu, berharap jika jam pulang akan segera tiba, dan tak membiarkan ku masuk kedalam kelas, tapi aku rasa itu mustahil.
"Kalau begitu, aku pulang sekarang ya," kata Selatan berpamitan. Belum sempat aku berkata-kata, Selatan justru sudah melangkah pergi meninggalkan ku seorang diri ditengah koridor yang dikiri dan kanan nya dipenuhi oleh siswa-siswi yang tatapannya diarahkan padaku.
Aku tak mau diam lebih lama disini, karena semakin lama aku berdiri disini, orang-orang akan terus menatap ku. Jadinya, aku memberanikan diri untuk masuk kedalam kelas yang didalam nya hanya ada beberapa siswi saja.