Setelah turun dari Busway, gadis sembilan belas tahun itu berjalan menuju pintu gerbang kampus. Ia menyisir bangunan-bangunan khas yang sedikit berbeda. Padahal baru kemarin keluar dari ruang sidang, lolos dari dosen penguji dengan berbagai pertanyaan nyleneh yang diajukan. Bangunan kokoh sebagai saksi bisu atas perjuangan mengais ilmu itu, kini sudah berbeda. Ia mengulum senyum. Kehadiranannya membuat para makhluk lain berseru riang. Saling menyambut, menggoda. Hingga ia geleng-geleng kepala.
Sesekali orang yang melintasinya tersenyum ramah. Lalu ia membalas senyum sembari menunduk. Seolah berkata ‘iya’. Ia menggelengkan kepala. Heran. Apakah dirinya begitu terkenal di kampus? Entahlah. Setahunya tak demikian.
“Hey Zela apa kabar ? Wah makin cantik aja lu” sapa seorang lelaki dengan senyuman manisnya. Sang empu nama heran. Ternyata ada orang yang mengangkap keberadaannya selama ini.
“Ck. Lu pasti enggak kenal gue. Ya iyalah secara lu kan nongkrongnya sama Joni mulu. Hmmm Gue Rejal. Tapi panggil aja Re” ucapnya sambil menyimbak rambut cepaknya.
Zela hanya mengangguk sebagai jawaban. Ia juga tak mendengar usikan pikiran dari lelaki disampingnya ini. Ia senang. Ternyata apa yang dipikirkan selama ini tentang teman sekelasnya salah besar. Buktinya Re masih ingat kepadanya. Secara tidak langsung Re cukup memperhatikan Zela.
Re masih menyejajari jalan Zela. Tak ada obrolan ringan di antara mereka. hanya hembusan angin membelah keheningan. Terjadi sesuatu di dada Re. Jantungnya memompa lebih cepat dari biasanya. Tak hanya hari ini saja. Jika diperhatkan, gejolak aneh itu selalu terjadi ketika gadis ini berjalan di area sekitarnya. Sayang, ia tak punya keberanian untuk medekati atau sekedar berteman dengannya. Re menganggap bahwa Zela tipekal yang sempurna. Jadi ia minder duluan.
Sebelum hal sesuatu yang tak inginkan. Re pamit jalan lebih dulu. Zela hanya menangguk sembari tersenyum.
“Astaga! Mempesona sekali ciptaanMu, Tuhan” ~ Re.
Zela tersentak mendengar pikiran Re yang tak terduga.
***
Kedua belah pihak sepakat dengan tanggal dan bulan yang telah di ajukan oleh Joni. Akad dan resepsi akan di gelar lima hari setelah Joni wisuda. Arum telihat bahagia. Sepanjang acara dimulai ia selalu menebarkan senyum manisnya. Namun, ada apa dengan raut wajah calon mempelai pria? Ia terlihat gusar dan mecemaskan sesuatu. Ia berpikir, akankah calon istrinya itu tetap menebarkan kebahagian ketika tahu bahwa tanggal pilihannya merupakan tanggal lahir seseorang yang begitu berarti setelah sang mama.
“Jika masih ragu, kamu bisa menunda atau mengganti tanggal Joni” ucap sang mama sembari menyetuh pundah anak semata wayangnya itu. sang mama tahu betul bahwa tanggal yang diajukan Joni merupakan tanggal lahir Zela.
Joni menggeleng.
“Ma. Ini pilihan Joni. Jadi apapun risikonya nanti, Insya Allah Joni siap. Mama jangan cemas” balas Joni dengan senyum menenangkan.
“Baiklah mama selalu mendukungmu” sang mama mengelus rambut Joni penuh sayang.
“Ma. Aku sengaja memilih tanggal itu, supaya aku bisa merayakan hari jadi Zela. Meskipun aku tak di sampingnya”~ Joni sembari tersenyum.
Kabar bahwa Joni akan menikah langsung tersebar ke penjuru grop Whatsapp yang bersangkutan dengan Joni. Bahkan ada yang mengupdate ke media sosial. Grop angkatan mendadak ramai dan tak menyangka Joni menikah dengan perempuan lain. Semuanya penasaran tentang alur percintaan Joni yang berpaling dari Zela. Teman-temannya mention Zela supaya memberi jawaban. Namun, sejam berlalu si empu nama tak nampak dipermukaan. Bagaimana muncul di grop jika handphonenya di tangan sang boss.
Jay hanya memandangi handphone ukuran lima inci itu. Ia lupa mengembalikan ke pemiliknya. Dan kejadian tempo lalu masih menari di kepalanya. Tak percaya sekaligus membuatnya mengembangkan senyuman tak biasa. Tiba-tiba gejolak aneh di hatinya ketika ingat kejadian tanpa skenario itu. Ia ingat betul ketika tangan mungil itu reflek melingkar di pinggangnya. Membungkam ocehannya.
Panjang umur. Orang yang dipikirkan melangkah keruangannya sambil menggenggam sesuatu. Namun, sebelum membuka ganggang pintu ia memasukkan benda itu ke tong sampah. Jay megernyitkan dahi dengan tindakkannya.
***
Jimin bertemu dengan Darto. Mereka membicarakan niat yang dulu pernah tertunda. Untuk memperkuat kolega bisnis. Mereka berniat menjadi besan. Menurutnya anak-anaknya sangat cocok. Apalagi usia mereka sudah layak untuk menikah.
“Bagaiman Jim, menurutmu?’
“Aku sih oke-oke aja To, tapi ya aku ikut Jay. soalnya dia yang akan menjalani”
“Iya juga sih. tapi bujuklah supaya dia mau dengan Metra”
“Entahlah To. Dia anaknya keras banget. Kemarin sebuah kemajuan dia mau datang ke acaraku. Biasanya, mana mau”
“Hmmmmm. Apa dia belum memaafkan kejadian dulu? bukankah itu sudah lama?”
“Sepertinya belum To. Buktinya dia masih gak mau ngobrol denganku”
Mereka membicarakan langkah-langkah supaya Jay mengikuti kehendak orang tuanya. Dan kali ini tak boleh gagal. Menurut mereka, Jay sudah tak ada lagi wanita yang dekat dengannya. Ini sebuah kesempatan untuk membujuk Jay. Dan diam-diam Darto juga memiliki ide lain. Berbincangan mereka tak sengaja di dengar oleh Metra yang kebetulan sedang di situ. Ia sangat senang. Kini, ia bisa melangkah medekati Jay. Dan misinya pun akan segera di mulai.
***
Thanks masukannya kaka, siap edit :)
Comment on chapter Episode satu