Prolog
Dua buah roda kecil berputar mengikuti garis lantai dan langkah kaki mengiringinya. Roda itu berhenti sejenak di depan pintu. Hanya langkah kaki yang masih terus berjalan. Pada akhirnya langkah kaki itu berhenti.
“Gue udah siap berangkat.”kata perempuan bertubuh kurang tinggi itu, ia bicara dengan seorang laki-laki yang sepuluh centimeter lebih tinggi darinya.
Lawan bicaranya masih asik dengan laptopnya, ia menjawab dengan singkat,“Ok. Gue pasti nyusul.”
“Dipta, lo tega banget. Lo nyuruh gue pergi sendirian?”rengek perempuan itu.
Laki-laki itu menghentikan aktivitasnya, ia tutup laptopnya. Ia alihkan pandangannya ke wajah perempuan itu,“Gue nggak punya pilihan lain. Laporan gue masih seambrek.”
Perempuan itu menghela nafas lalu duduk. Ia menaruh selusin kopi kaleng yang masih tersegel plastik di atas meja. Laki-laki di depannya mengambil satu kaleng. Ia melihat benda itu sejenak. “Ra, ini buat apa?”tanya Dipta keheranan.
“Begadang. Laporan lo harus kelar dalam waktu dua belas hari. Titik!”
“Dera, lo nggak amnesia, kan? Lo tahu sendiri, butuh waktu satu bulan buat ngerjain belasan laporan. Lo bercanda, ya?”
“Gue serius. Makanya lo harus begadang.”
Dipta memejamkan matanya, menghela nafas sejenak, membuka matanya kembali. “Ok. Gue usahain.”pada akhirnya ia tidak bisa menolak keinginan Dera.
Senyum lebar mengembang di wajah Dera,“Janji?”
Dipta mengangguk perlahan,“Janji.”
Setelah urusannya selesai, Dera mengambil kopernya yang terparkir di depan pintu. Roda kecil di koper itu kembali menggelinding. Setelah perjalanan lebih dari tiga jam, sampailah Dera di rumah barunya. Bukan rumah baru, bangunan berdinding biru laut itu lebih tepat disebut rumah sementara.
***