Loading...
Logo TinLit
Read Story - I'M
MENU
About Us  

                Sepatu putih menghentakkan dirinya di lantainya, menggaungkan kecemasan yang kini didera oleh sang pemilik. Beberapa kali hal itu ia lakukan, tak mempedulikan beberapa orang melewatinya. Dhisty –pemilik sepatu- tampak berpikir keras sembali melongokkan kepalanya, untuk mencuri lihat seseorang yang kini berada tak jauh dari sana, bergabung dengan segerombolan orang.

 “Sial, dia kapan pergi sih!?” geram Dhisty tertahan.

Perkuliahan sudah selesai hampir setengah jam yang lalu, dan Dhisty masih di tempat yang sama dengan pandangan yang mengarah pada laki-laki dengan kemeja biru langit tak jauh dari sana. Rencananya  dia sekarang harus pergi ke tempat kerjanya untuk menandatangani kontrak, dan mendapatkan arahan –sesuai dengan sms yang diterimanya beberapa waktu lalu. Sayangnya rencanaya harus terganggu karena orang itu ada di sana. Di jalan yang harus dia lewati untuk bisa pergi dari kelas. Gala, laki-laki yang bisa menjadi sangat merepotkan ketika tidak percaya.

“Belum pergi?” Asri mengampiri, kedua tangannya sibuk menyobek bagian ataas coki-coki sebelum akhirnya memasukan coki-coki itu ke dalam celah bibirnya.

Dhisty menggeleng, putus asa. “Belum.” Punggungnya menempel dengan pintu, tangannya bersidekap. “Gue heran, kenapa juga dia harus ada di sana, biasanya juga nggak pernah tuh dia nongkrong di sana.”

Asri menghendikkan bahu, “Gue nggak tahu sih jawabnya apa,tapi kadang-kadang situasi suka gitu sih.”

“Maksudnya?” Dhisty mengernyit, sembari memperhatikan Asri yang kini kembali memasukan coki-coki ke dalam mulutnya. Sebelah tangannya tidak berhenti untuk mendorong coki-coki untuk keluar dari sobekan yang telah dibuat. “Bagi elah. Lo makan sendiri aja.”

                “Beli dong, masa nggak modal.” Asri menjawabnya dengan cemberut, meski begitu tidak ada keseriusan dalam suaranya. Tak lama, dia merogoh tas, mengambil coki-coki yang lain dalam tasnya. “Nih.”

                Dhisty menerima. “Bantuin gue cari cara deh gimana biar gue nggak kelihatan sama Gala. Bisa berabe–ini kenapa sulit banget dibuka, sih!” keluhnya ketika jemarinya tetap tidak bisa menarik bagian atas coki-coki untuk terbuka. Beberapa kali dia mencoba, dan ketika dia putus asa, ia membawa bungkus itu di depan bibirnya, menyobeknya dengan kesal. “Gini kek dari tadi.” Dhisty tersenyum puas, sebelum menggigit dan menarik cokelat ke dalam mulutnya.

                Asri menggeleng, sedikit geli. “Maksud gue itu, kayak gimana ya jelasinnya.”Ia menggaruk rambutnya sebentar, berpikir dengan cepat. “Semesta selalu sulit ditebak, ketika lo berharap untuk tidak dipertemukan, malah dipertemukan. Berharap semuanya lancar, malah nggak. Kalau bisa dibilang–   ”

                “Lo dipermainin.”

                “Bukan!” Asri menghela napas. “Ada halangan untuk mencapai tujuan.”

                Dhisty mengerucutkan bibirnya. “Iya-iya. Coba lo bantuin gue cari cara buat ngalihin si Gala. Mana dia tadi chat gue, ngajak pulang barengan.”

                “Terus lo bilang apa?”

                “Gue bilang, gue lagi gosip. Urusan cewek, nggak usah diganggu.”

                “Terus dia balas apa?”

                “Dia awalnya nanyak banget dan akhirnya bilang kalau gue udah selesai, chat  dia.” Dhisty mendorong-dorong sisa coki-coki sebelum mengigitnya dengan kencang.

                “Terus—”

                “Berhenti bilang terus-trus! Lo mau jadi tukang parkir?” Dhsity meremas bungkus coki-coki. “Jadi, gimana nih biar gue nggak ketahuan?”

                “Sebenarnya, gue bawa bajunya Kakak gue, kalau lo mau.”

                “Bilang kek dari tadi!”

                “Lo nggak bilang, Saudah!”

                Dhisty dengan cepat merangkap pakaiannya. Dia menyembunyikan rambutnya di dalam jaket milik Kakak Asri. Tak membutuhkan waktu lama untuk mekaianya. Tak lupa memakai topi di atas kepalanya, berjaga-jaga ketika Gala menatapnya.

                “Jadi, gimana selanjutnya?”

                “Lompat gih dari sana.” Asri menunjuk pinggiran tembok yang tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah. Melompati itu, bisa membuat Dhsity memasuki keadaan aman yang pertama. Dia tidak akan berhadapan dengan Gala. Masalahnya adalah Gala tetap bisa melihatnya, meski ada jarak yang memisahkan mereka.

                “Tetep aja kelihatan.”

                “Merangkak kan bisa.”

                “Gue?”

                “Ya, lo.” Asri menunjuk Dhisty.  “Entar gue coba alihin deh.” Ia mengintip, menghitung dan mulai memikirkan cara agar Dhisty bisa lewat.

                Dhisty menghela napas panjang, sebelum akhirnya mengangguk. Masalah ini tidak seberapa dibandingkan harus mendengarkan omelan Papanya. Harus ada yang dikorbankan untuk mendapatkan apa yang diinginkan, kan?

                “Okey.”

                Setelah itu, semuanya berada pada posisinya masing-masing. Dhisty menoleh ke arah Gala, merasa aman dia langsung meloncati bagian tembok itu dan mulai mengambil posisi merangkak. Dia memepetkan diri di dekat tembok sembari berjalan menggunakan kedua tumit, dan dorongan kakinya.

                “Kak Gala? Tumben nongkrong di sini.”

                Mendengar suara Asri, Dhisty mempercepat pergerakannya. Ia menutup wajahnya ketika banyak orang yang menatapnya aneh. Merasa jauh dia langsung bangkit dan kabur dari sana.

                Mision complete!

****

                Bangunan dengan warna cokelat yang bercampur hitam, menjulang di depan Dhisty. Di atas bangunan itu terpampang jelas, nama toko Little Bear. Dari jendela yang terbuat dari kaca, memperlihatkan bagaimana interaksi orang-orang yang ada di sana. Ada yang saling bercengkrama, tertawa, atau pun hanya diam dengan menikmati makanan yang tersaji di mejanya.

                Dhisty menarik napas panjang, dia sedikit gugup. Dilihatnya kembali jam tangan cokelat yang sudah beberapa tahun menjadi temannya. Tinggal 10 menit lagi. Bibirnya mengerucut, mengeluarkan udara, menenangkan dirinya.

                “Lo bisa.” Dhisty tersenyum, kepercayaan diri terpancar jelas di wajahnya. Ia mendorong pintu, memasuki toko yang akan menjadi tempat kerjanya. Ia melogokkan kepalanya, tangannya mengeratkan peganggannya pada tali tas. Ia berjalan masuk. “Permisi saya mau bertemu dengan Pak Seva,” ujar Dhisty pada salah satu karyawan di sana.

                Matanya bergerak, pada name tag yang berada pada dada sebelah kiri orang itu.

                Nanda.

                “Oh,  Pak Seva. Ada di ruangannya.” Nanda tersenyum kecil. Terlihat jelas, laki-laki itu memperhatikan Dhisty. Kedua matanya seperti sensor yang menyinari Dhisty. “Siapanya Pak Seva?”

Nggak sopan!

Dhisty ingin sekali mencolok kedua mata Nanda, namun ia menahan diri. Dia tidak mau mencari perkara,dia ingin bekerja dengan kenyamanan.

“Gue, dipanggil buat tanda tangan kontrak kerja.” Bukan berniat sombong, dia hanya menjawab apa adanya. Dhisty menoleh ke kanan dan ke kiri. “Ruang kerjanya di mana?”

“Oh.” Nanda mengangguk paham. “Biar gue anterin lo. Eh, Ka, gue pergi ke ruang Pak Seva dulu,” katanya pada seorang laki-laki yang baru saja datang setelah mengantarkan makanan.

Dhisty hanya mengangguk. Dia malas untuk membuka mulutnya. Toh tidak ada salahnya juga dia diantarkan, lumayan bisa menghemat waktu. Selagi menunggu perbincangan dua orang itu, Dhisty memperhatikan isi kafe itu.  Dari tempatnya berada, dia bisa melihat dinding-dinding yang ada di berbagai sisi mempunyai corak di bawahnya. Ada bentuk pohon yang dilukis dengan indah, dan ada daun-daun yang diukir begitu selaras dengan pohon, seolah daun-daun itu jatuh dari pohon dan bergeletak begitu saja di tanah.

“Biasa, anak baru.”

                Dhisty menoleh, ia mengernyitkan dahinya.

                “Ayo.”

                Dhisty mengikuti Nanda, ia mulai mempersiapkan diri untuk menghadapi orang yang bernama Seva. Dia masih mengingat seringaian menyebalkan yang tercetak jelas di wajah laki-laki itu ketika berulang kali mereka bertemu.

                Mereka tak berjalan cukup jauh, hanya perlu berbelok ketika melewati dapur, ada lorong pendek, dan ruangan Seva berada di sebelah kanan.

                “Ini ruangannya.” Nanda menunjuk pintu hitam dengan jemarinya. “Gue tinggal.”

                Dhisty mengangguk. Dia membiarkan Nanda berlalu begitu saja. Pintu itu, entah kenapa membawa aura tidak menyenangkan untuknya. Ia memejamkan matanya hanya beberapa detik, sebelum menatap pintu itu penuh keberanian lagi.

                “Permisi, Pak.”

                “Masuk.”

                Dhisty membuka pintu dengan santai. Tak ada keraguan dan ketidaknyamanan yang sempat dirasakan. Dua perasaan itu sudah ia kunci dalam kotak yang ada dalam dirinya.

Tak perlu memalingkan muka atau menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari sosok Seva. Karena, ketika dia masuk, muka Seva langsung menyapanya. Laki-laki itu tidak menggunakan kacamata, membuat Dhisty hampir tidak mengenalinya, sebelum melihat tatapan menjengkelkan dari orang itu. Tidak ada yang berbeda dari Seva hari ini dibandingkan dengan yang biasa dia ketemui.

Laki-laki itu hari ini dia menggunakan kaos biasa warna hitam, dengan kacamata yang bertengger diwajahnya. Rambut lurusnya seolah hanya disisir asal-asalan, membuat beberapa helaian rambutnya masih tidak berdampingan dengan yang lain.

“Masuk, gue nggak butuh ada patung penyambut di depan kantor gue.”

                Urat-urat di sekitar kening Dhisty berkedut, emosi mulai menggeliat dan berjalan di sekitar tubuhnya. Sangat terpaksa, dia melangkahkan kakinya.

                Kalau gue nggak butuh kerjaan, udah gue cakar tuh muka. Songong banget sih!

                “Duduk, dan baca ini.”

                Dhsity menuruti, dia menarik kursi yang bersebrangan dengan Seva. Dia meraih kontrak kerja itu, matanya bergerak membaca kontrak itu dengan seksama. Ia berhenti, lalu mendongak ke arah Seva. “Ini apaan?! Nggak boleh ngupil?!”

Kontrak macam apa ini?! Seumur-umur dia tidak pernah melihat ada perjanjian seperti ini!

“Lo ngelihatnya gimana?”

“Nggak boleh ngupil.”

“Ya udah berarti benar.” Dhisty menekan kuat-kuat rahangnya. Dia ingin menampar Seva saat ini juga. Lihat betapa angkuhnya laki-laki di depannya. “Lo mau nyerah?  Bukannya lo nggak mau dibilang manja? Cuman nggak boleh ngupil aja lo udah sewotnya minta ampun.” Seva mencondongkan tubuhnya. “Kalau lo emang nggak mau kerja di sini, pergi sana. Gue nggak butuh karyawan yang nggak bisa megang janjinya.”

Tidak dihargai merasa diinjak-diinjak, diremehkan. Itulah yang kini dirasakan oleh Dhisty. Gadis yang kini mengepalkan kedua tangannya, membuat kontrak kerja yang ada ditangannya ikut diremas. Tentu, dengan harga diri tinggi, ego yang begitu terluka, membuat Dhisty menyambar pena Seva. Dia tidak mau dipandang remeh oleh siapa pun, terutama cowok sialan itu.

Ujung pena itu melekuk-lekuk sesuai dengan arahan tangan Dhisty.

“Nih!” Dhisty yang sudah emosi, membanting pena itu dengan kuat, lupa akan siapa di depannya. “Gue nggak suka ada orang yang mandang gue remeh, termasuk lo!”

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • SusanSwansh

    Saya anak semata wayang. Tapi saya jauh dari kata manja.

    Comment on chapter Prolog
Similar Tags
Trainmate
2731      1197     2     
Romance
Di dalam sebuah kereta yang sedang melaju kencang, seorang gadis duduk termangu memandangi pemandangan di luar sana. Takut, gelisah, bahagia, bebas, semua perasaan yang membuncah dari dalam dirinya saling bercampur menjadi satu, mendorong seorang Zoella Adisty untuk menemukan tempat hidupnya yang baru, dimana ia tidak akan merasakan lagi apa itu perasaan sedih dan ditinggalkan. Di dalam kereta in...
Love You, Om Ganteng
17194      4186     5     
Romance
"Mau dua bulan atau dua tahun, saya tidak akan suka sama kamu." "Kalau suka, gimana?" "Ya berarti saya sudah gila." "Deal. Siap-siap gila berarti."
Ingatan
8933      2083     2     
Romance
Kisah ini dimulai dari seorang gadis perempuan yang menemui takdirnya. Ia kecelakaan sebelum sempat bertemu seseorang. Hidupnya terombang-ambing diantara dua waktu. Jiwanya mencari sedang raganya terbujur kaku. Hingga suatu hari elektrokardiogram itu berbunyi sangat nyaring bentuknya sudah menjadi garis yang lurus. Beralih dari cerita tersebut, di masa depan seorang laki-laki berseragam SMA menj...
CINLOV (KARENA CINTA PASTI LOVE)
16520      2051     4     
Romance
Mala dan Malto dua anak remaja yang selalu memperdebatkan segala hal, Hingga akhirnya Valdi kekasih Mala mengetahui sesuatu di balik semua cerita Mala tentang Malto. Gadis itu mengerti bahwa yang ia cintai sebenarnya adalah Malto. Namun kahadiran Syifa teman masa kecil malto memperkeruh semuanya. Kapur biru dan langit sore yang indah akan membuat kisah cinta Mala dan Malto semakin berwarna. Namu...
Tembak, Jangan?
255      214     0     
Romance
"Kalau kamu suka sama dia, sudah tembak aja. Aku rela kok asal kamu yang membahagiakan dia." A'an terdiam seribu bahasa. Kalimat yang dia dengar sendiri dari sahabatnya justru terdengar amat menyakitkan baginya. Bagaimana mungkin, dia bisa bahagia di atas leburnya hati orang lain.
CALISTA
348      277     0     
Fantasy
Semua tentang kehidupan Calista, yang tidak hanya berisi pahit dan manis. Terdapat banyak rasa yang tercampur di dalamnya. Ini adalah kisah dimana seorang Calista yang mendapatkan pengkhianatan dari seorang sahabat, dan seorang kekasih. Disaat Calista berusaha menyelesaikan satu masalah, pasti masalah lain datang. Akankah Calista dapat menyelesaikan semua masalah yang datang padanya?
Violetta
619      368     2     
Fan Fiction
Sendiri mungkin lebih menyenangkan bagi seorang gadis yang bernama Violetta Harasya tetapi bagi seorang Gredo Damara sendiri itu membosankan. ketika Gredo pindah ke SMA Prima, ia tidak sengaja bertemu dengan Violetta--gadis aneh yang tidak ingin mempunyai teman-- rasa penasaran Gredo seketika muncul. mengapa gadis itu tidak mau memiliki teman ? apa ia juga tidak merasa bosan berada dikesendiri...
Help Me
6066      1816     6     
Inspirational
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh. Jika manusia berfikir bahwa dunia adalah kehidupan yang mampu memberi kebahagiaan terbesar hingga mereka bangun pagi di fikirannya hanya memikirkan dunia yang bersifat fana. Padahal nyatanya kehidupan yang sesungguhnya yang menentukan kebahagiaan serta kepedihan yakni di akhirat. Semua di adili seadil adilnya oleh sang maha pencipta. Allah swt. Pe...
DANGEROUS SISTER
8943      2042     1     
Fan Fiction
Alicea Aston adalah nama barat untuk Kim Sinb yang memiliki takdir sebagai seorang hunter vampire tapi sesungguhnya masih banyak hal yang tak terungkap tentang dirinya, tentang jati dirinya dan sesuatu besar nan misterius yang akan menimpanya. Semua berubah dan menjadi mengerikan saat ia kembali ke korea bersama saudari angkatnya Sally Aston yang merupakan Blood Secred atau pemilik darah suci.
Late Night Stuffs
1749      835     2     
Inspirational
Biar aku ceritakan. Tentang tengah malam yang terlalu bengis untuk membuat pudar, namun menghentikan keluhan dunia tentang siang dimana semua masalah seakan menjajah hari. Juga kisah tentang bintang terpecah yang terlalu redup bagi bulan, dan matahari yang membiarkan dirinya mati agar bulan berpendar.