Chapter XVI
Hai
(2017)
Perkuliahan alih jenjang sudah menuju ke tahap akhir yaitu penyusunan skripsi. Sebelum sibuk skripsi kami di sibukkan dengan ujian-ujian akhir. Aku berusaha untuk tidak tertinggal di bagian ujian ini karena aku sangat ingin mendapat nilai cumlaude. Semua kesibukkan yang aku alami ini sangat membuat aku hampir menyesali untuk kuliah alih jenjang karena di tuntut untuk ujian sekaligus konsul skripsi yang bagiku itu terlalu mendesak. Tapi kami saling menyemangati untuk tugas akhir ini. Setelah ujian usai aku merasa memiliki sedikit waktu senggang dan ingin berlibur sebentar dari yang namanya skripsi meski tidak ada libur namun rasanya ingin meliburkan diri.
“Nay, lagi sibuk apa?” satu pesan dari Diandra tiba-tiba masuk yang membuat ku heran karena kami memang jarang berkirim pesan karena kesibukkan masing-masing, meski kalau bertemu tetap saja akan mengatakan saling rindu.
“baik Di, kamu gimana? Lagi sibuk apa Di?” satu pesan langsung di jawab olehnya.
“Nay kamu nggak libur? Aku lagi di Bandung dan besok mau ke Yogyakarta tempat Rosa, ayo Nay kita liburan bareng” Diandra seperti paranormal yang bisa membaca pikiranku, aku benar-benar ingin berlibur meski harus membolos tapi ada sedikit keraguan di hatiku. kota itu juga tempat dia kuliah, iya Dafa si pangeran batu yang selalu tidak pernah ingin tahu tentang aku.
“Mau sih Di, tapi aku nggak libur hanya saja memang ada jadwal konsul-konsul skripsi saja. Menurut kamu gimana Di?” aku meminta pembelaan pada Diandra dan berharap dia membenarkan keinginanku untuk bolos kuliah. Aku juga memutuskan untuk memberitahu teman-teman dekat ku di kampus untuk meminta pembenaran atas keinginanku. Mereka semua bulat satu suara menganggap keinginan ku buka hal yang salah. Aku memutuskan untuk pergi dengan perasaan kalut karena pergi medadak tanpa tabungan dan harus naik kereta api sendirian.
“Di, kalau kamu benar ke Yogya besok, berarti aku besok sore ya pulang kuliah baru berangkat dari sini” aku mengirim pesan pada Diandra.
“benar ya Nay, kita bakal liburan bareng Yeay!!” serunya dari seberang sana.
Ini liburan pertamaku di kota orang dengan Diandra dan Rosa nantinya di kota tempat perjalanan Cinta dan Rangga. Sungguh kisah cintaku tidak seindah mereka meski jauh di lubuk hati ku ingin ada dia di liburan ku ini.
***
Tik..tik..tik.. bunyi jam di stasiun membuat aku sadar kalau masih satu jam lagi keberangkatanku ke kota yang harusnya aku hindari. Aku takut jika nanti aku ditempatkan pada suatu keadaan yang menghadirkan dia karena sudah bertekad untuk menghapusnya perlahan. Pikiran yang berkecamuk antara bolos kuliah, pertemuan dengan Dafa, dan kebahagiaan saat bertemu dengan Rosa dan Diandra membuat ku tidak sadar sudah tiba saatnya aku menaiki kereta. Jantung yang tidak beraturan detaknya ini harus aku yakinkan bahwa aku pasti akan tiba dengan selamat dan aman di Yogya.
Aku memutuskan untuk tidak tidur dalam perjalanan kurang lebih 8 jam ini karena sendiri di kereta membuat aku waspada. Hal yang paling banyak aku khawatirkan adalah kekecewaan jika Dafa tidak peduli dengan kehadiranku. Aku beberapa kali melihat dia menjadi tuan rumah yang baik untuk teman-temanku yang beberapa pergi ke kota tempatnya kuliah itu, tapi aku tahu tidak mungkin hal itu akan terjadi padaku. Aku menjanjikan Rosa dan Diandra untuk tidak ada dia dalam daftar perjalanan kami. aku takut kecewa darinya membuat aku bersedih dan menyesali kedatangan ku ke kota Yogyakarta. Hanya kenangan indah yang aku ingat dari liburan tanpa rencana ini.
Mata yang tidak berani untuk terpejam akhirnya melihat stasiun tempat pemberhentianku dari kereta api mailoboro, aku pun tiba di Ypgyakarta. Diandra sudah tiba lebih dulu dari kemarin malam dan aku kemarin malam masih di dalam perjalanan hingga subuh baru tiba di kota ini. Rosa menjemputku di stasiun, dan yang membuatku cemas dengan goresan yang ada di pipinya.
“Sa, kamu kenapa kok kotor, terus itu pipi kenapa?”
“Aku jatuh dari motor Nay karena jalanan licin jadi kepeleset gitu”
“ya ampun Sa, maaf ya sa gara-gara aku kamu harus keluar subuh-subuh dan jatuh pula”
“nggak apa-apa Nay, sebagai gantinya nanti kamu obatin aku aja”
Rosa memang teman yang baik yang membuat keadaan membaik karena aku merasa sangat bersalah padanya. Aku pun membonceng Rosa di kota yang sangat asing bagiku ini, untuk pertama kalinya memijakan kaki aku langsung menyetir sepeda motor di kota ini.
***
Kami tiba di kamar Rosa dan Diandra ternyata masih tertidur pulas di atas kasur. Mungkin dia kelelahan karena Diandra datang lebih awal dariku jadi dia sudah mulai jalan-jalan dengan Rosa kemarin malam.
“Sa sini mana obat-obatan kamu, kamu bersihin dulu lukanya baru di kasi obat lukanya” aku langsung bergegas untuk fokus melakukan disinfektan pada luka Rosa. Aku khawatir meski lukanya kecil akan menimbulkan infeksi dan nantinya akan membuat Rosa demam, dan aku nantinya akan semakin merasa bersalah.
“Sudah selesai, nggak sakit kan Sa? Kamu yakin ini kamu bisa jalan nanti? Kalau nggak biar aku berdua Diandra aja pakai google map Sa” dengan sombongnya aku menawarkan diri untuk jalan-jalan hanya berdua dengan Diandra.
“Ah kamu Nay, tenang aja aku baik-baik aja jadi kita tetap pada planning kita ya soalnya aku sama Diandra sudah menyiapkan daftar jalan-jalan kita nanti” syukurlah karena sebenarnya aku juga takut jika hanya harus berdua dengan Diandra, mana bisa waktu hanya di habiskan untuk mencari jalan.
“Oya Nay, Diandara juga udah ngasi tahu Dafa kalau kalian liburan ke sini jadi mungkin nanti dia bisa kumpul sama kita. Kamu pasti senang kan Nay? Heheh” Rosa seakan mengejekku yang hanya bisa terdiam mencerna apa yang dia katakan. Aku hanya yakin kalau Dafa tidak peduli dengan kedatanganku ke sini.
“yah mau gimana lagi Sa, paling juga dia sibuk” aku berusaha menjawab dengan biasa saja meski jauh di dalam hatiku menginginkan dia untuk hadir menemuiku yang sudah jauh datang ke kota nya ini.
“Eh Nay kamu udah datang yaa kenapa aku nggak di bangunin sih, kalian yaaa” Diandra bangun dari tidurnya dan kami pun langsung membahas daftar perjalanan kami. kami memutuskan untuk ke hutan pinus hari ini setelah istirahat beberapa jam sebelum pagi. Seperti dugaan ku kami memang hanya berangkat bertiga ke Hutan pinus. Sebenarnya aku tidak terlalu berharap ada dia, tapi kecewa itu ada. Cukup kami bertiga saja ternyata memang sangat membahagiakan dan kami bercerita sambil berjalan-jalan. Ini liburan yang menyenangkan semoga.
Tiba malam hari pun kami yang sepertinya tidak merasa lelah pun memutuskan untuk jalan-jalan malam ke tugu Yogyakarta setelah ke pasar Mailoboro. Berkeliling dan jajan-jajan di tepi jalan, kami menikmati semuanya. Aku bersyukur memutuskan untuk pergi meski harus menunda sebentar skripsi ku, hanya tiga hari dan akan di gantikan dengan hari-hari yang semoga menyenangkan di sini. Usai berjalan sampai tengah malam kami pun memutuskan untuk pulang, dan lagi ternyata mereka mengajak Dafa malam itu tetapi dia tidak menampakkan wajahnya lagi. Tanpa sepengetahuan ku meski pada akhirnya aku tahu dia tidak memenuhi undangan mereka entah mengapa aku kecewa lagi. Di belakang Diandra yang memboncengku mata ku tiba-tiba berair yang aku tidak tahu sebabnya hanya saja hatiku merasa sangat pengap mengetahui bagaimana sikap Dafa.
***
“Hari ini kita ke Candi ya? Emmm jangan ajak Dafa ya please cukup kita aja” aku memohon pada mereka yang sebenarnya aku tahu Dafa juga tidak mungkin ikut hanya saja dengan begini aku mengharuskan diriku untuk sadar bahwa dia tidak peduli.
“Iya Nay tenag aja, kali ini kita nggak akan ngajak orang yang bisanya cuma ngomong aja” Rosa yang sepertinya juga merasakan hal yang sama sepertiku, kecewa karena Dafa tidak bisa di percaya.
“Kita kan cewek-cewek tangguh jadi keep strong aja guys” Diandra dengan semangat mengatakan hal yang menurutku memang membuat semangat.
Kami tiba di Candi Ratu Boko tempat adegan film AADC (Ada Apa Dengan Cinta) saat Rangga dan Cinta jalan-jalan bersama. Kadang aku merasa iri dengan Cinta yang bisa bertemu dengan Rangga tanpa sengaja. Tapi kisah ku juga tidak serumit kisah mereka sehingga drama itu memang tidak pantas ada antara aku dan Dafa.
“Waah Nayla pasti merasa jadi Cinta nih” Diandra mengejekku.
“Di ayo kita foto adegan Cinta dan Rangga” aku mengajak Diandra menjadi Rangga dan aku menjadi Cinta nya, dan Rosa menjadi fotografernya di tengah gerimis kami tetap tertawa dan mengelilingi candi yang sangat indah itu. Hari ini terakhir aku di Yogyakarta karena aku hanya berani menghilang tiga hari dari kampus. kami pun memutuskan untuk jalan-jalan lagi malam ini sebelum aku pulang besok subuh.
“kita ke mailoboro lagi yaaa” Diandra yang masih ingin belanja membuat kami akan menuju pasar itu lagi malam ini.
“Semoga aja hujan berhenti” Rosa yang sedari tadi terdiam memandang hujan, mungkin merasa lelah karena kami yang terus menerus mengajaknya berkeliling.
“Aku setuju aja” aku hanya mengikuti apa saja rencana yang mereka buat, karena aku yakin itu pasti menyenangkan.
Tiba dari candi kami bergegas mandi karena basah kuyup oleh hujan dari perjalanan pulang, meski hujan tiba-tiba berhenti seakan mendukung rencana jalan kami malam ini. Tiba-tiba Diandra mengatakan Dafa akan ikut denga kami untuk makan malam bersama yang membuat aku terdiam setengah bingung.
“Ah paling juga nggak datang lagi, sudahlah dia itu cuma ngomong aja” Rosa yang kesal dengan sikap Dafa sedari kemarin membuat aku mengangguk dan setuju. Aku hanya tidak ingin semakin membenci Dafa, maka cukuplah semoga dia tidak membuat ku kecewa lagi. Aku tidak perlu bertemu dengannya jika hanya harus di buat kecewa. Kami pun makan malam dan benar seperti dugaan dia tidak datang lagi kali ini. Kecewa itu sudah bersembunyi jauh sehingga aku menanggapi apa yang di sampaikan Diandra dengan biasa saja. Berjalan dan terus berjalan kami seakan tidak lelah dengan jadwal yang penuh sekali dari kemarin. Ini liburan terpadat dengan tidak ada kata untuk darurat sungguh keputusan yang berat untuk pulang subuh besok karena rasanya aku ingin tetap berlibur dengan dua sahabatku ini.
Di tengah asik kami yaitu aku, Diandra, dan Rosa mengobrol sambil memakan eskrim tiba-tiba satu suara muncul dari belakangku. Suara yang tidak pernah aku lupakan, yang selalu berhasil membuat aku membeku dan diam. Aku melihat wajah yang tidak asing dari pantulan kaca di depanku, Dafa. aku hanya berpikir mengapa tiba-tiba ada dia di saat aku dan yang lain sudah sangat menikmati waktu kami bersama. Dia datang seakan semua baik-baik saja padahal jelas kalau kami sudah kecewa dengan sikapnya namun entah mengapa ternyata Diandra lah yang masih menyuruhnya untuk datang.
“Hai, sorry ya aku nggak bisa ikut kalian jalan dari kemarin” kata-kata klasik yang keluar dari Dafa.
“kamu sih Fa, kalau memang nggak bisa ya bilang aja nggak bisa jangan sok sibuk terus pura-pura sakit lagi” Rosa mengomel padanya.
“kamu ya Daf besok loh aku sama Nayla pulang, memangnya kamu nggak mau ketemu aku dan Nayla? Oke kita bukan lagi teman!” Diandra juga ikut mengomeli nya dan aku hanya bisa tersenyum membalas senyumannya. Aku sudah tidak berharap lagi untuk dia datang menemui ku disini, di kota nya ini dan karena dia aku sudah tidak ingin mengunjungi kota ini lagi. Bukan karena aku menganggap kota ini tidak indah, sungguh kota ini benar-benar salah satu kota yang indah namun dengan ada dia disini dan selama masih ada dia di kota ini aku sudah bertekad dalam hati kalau aku tidak akan ke kota ini lagi. Dia sudah cukup membuatku kecewa dengan harapan bahwa dia akan menyambut ku dengan baik seperti yang dilakukannya pada teman-teman kami yang lainnya jika berkunjung kesini. Dia membuat semua berbeda denganku seakan aku memang tidak penting untuknya “kamu selalu berhasil meruntuhkan satu-persatu rasa rinduku untuk mu Fa” ucapku dalam hati.
***
Reuni kecil seperti yang di inginkan Diandra akhirnya tercapai malam ini dengan aku, Diandra, Rosa, Dafa dan temannya. Kami menghabiskan malam ini bersama dari berkeliling di Alun-alun dan mencoba permainan menuju pohon dengan jalan lurus namun tidak ada yang berhasil baik aku maupun Diandra, dan lagi Dafa hanya terdiam melihat kami. Setelah itu kami kembali melewati jalan mailoboro pada tengah malam dan aku memilih berjalan di belakang Dafa untuk menatap lekat punggungnya ternyata begini sudah cukup memupuk rindu dan kecewa selalu saja mengalah pada rasaku. Lelah berjalan lalu tujuan berakhir di kafe. Tidak banyak hal-hal yang kami semua bicarakan tapi teman Dafa cukup membuat suasana mencair. Tanpa terasa waktu sudah menunjukkan hampir pukul tiga dini hari dan kafe ini sepertinya sudah mau tutup karena sepanjang obrolan aku hanya berusaha untuk tidak melihatnya secara langsung. Menatap punggungnya dari kejauhan lebih menyenangkan daripada harus duduk di sampingnya.
“Besok kamu pulang Nay?” dia bertanya padaku, Dafa.
“Iya besok pagi jam tujuh” aku menjawab dengan berusaha senatural mungkin meski tampak kikuk.
“hati-hati ya” ucapan singkat dari nya.
“Iya Nay, besok hati-hati dan tunggu aku disana soalnya liburan berikutnya aku mau berkunjung” Diandra yang juga akan pulang di hari yang sama namun dia pulang langsung ke Kalimantan.
Setelah pulang ke kos Rosa ternyata kami semua langsung tidur kelelahan tanpa banyak obrolan lagi. Selesai sudah liburan ku di kota ini dan aku sangat berterimakasih pada Rosa yang menjadi tourguide yang baik untuk aku dan Diandra. Ini benar-benar liburan mendadak yang sangat berkesan dengan dua orang tersayangku meski sempat ada si perusak suasana namun aku membiarkannya menjadi cameo yang menyapa dan pergi seketika.
***
Usai sudah masa liburan yang aku buat sendiri dan beruntungnya aku tidak begitu tertinggal meski telah bolos beberapa hari. Aku harus tetap fokus dengan cita-cita dan tujuanku untuk Mama yang selalu mendukung apapun keputusanku. Sejak pulang dari kota itu aku semakin mengabaikan semua hal tentang Dafa. aku memutuskan untuk tidak peduli lagi dengannya dan berusaha menekan rasa penasaran ku yang kadang-kadang muncul karena rindu. Entah mengapa kali ini aku hampir menang dari hatiku mungkin karena logika mencerna realita dengan baik tentang ketidak pedulian Dafa akan diriku semakin jelas setelah aku berkunjung ke kota itu. Hal itu membuat aku menyadari bahwa dia mengabaikanku disana karena dia ingin aku sadar bahwa kami bahkan tidak bisa berteman dengan baik semenjak hubungan itu berakhir. Dafa membuktikan dengan banyak hal namun aku baru menyadarinya sekarang. Mata ku baru terbuka sekarang bahwa Dafa sangat ingin tidak ada apa-apa lagi di antara kami berdua. Dia benar-benar tidak ingin ada hubungan apapun denganku meski hanya sebatas teman yang pernah berada di kelas yang sama. Sungguh aku menyadari semua setelah tiba dari kota itu, dan ini menjadi tambahan alasan untuk aku tidak berkunjung lagi ke kota itu. Terimakasih telah mengabaikan dan sama sekali tidak peduli padaku Fa, aku sadar untuk cukup tahu diri tentang hati yang masih berharap hal baik tentang kita. Aku benar-benar akan berjuang untuk kali ini dan aku akan yakinkan kamu bahwa aku tidak akan pernah lagi menyapamu jika rasa ku masih ada. Tolong beri aku sedikit lagi waktu dalam proses ini karena bagaimanapun aku berusaha untuk menghargai keinginan mu menjauhiku.
terimakasih ^^
Comment on chapter Si Biru yang Menjadi Abu