Loading...
Logo TinLit
Read Story - Drama untuk Skenario Kehidupan
MENU
About Us  

Tidak ada jadwal kelas bukan menjadi alasan bagi Michelle untuk bolos ke kampus pada hari itu. Lantas, alih-alih malas gerak di kostannya atau berjalan-jalan bebas di tempat hangout lain, dia memanfaatkan waktu libur dengan meneruskan presentasi proposal skripsi sebagai tugas mata kuliah seminar sastra di kampus.

Tempat duduk di dekat tempat parkir menjadi pilihan untuk mengerjakan skripsi. Atap berbentuk bujursangkar melindungi dari teriknya panas dari matahari. Meja keramik outdoor berbentuk persegi panjang berkaki cat krem menjadi alas pada laptopnya, kursi berwajah keramik juga menjadi tempat duduk bersih dan nyaman. Pohon tinggi juga membantu udara agar berembus pada tempat duduk.

Tempat duduk yang berada di dekat tempat parkir itu terletak di sebelah timur gedung fakultas. Tepat di hadapan tempat parkir, terdapat lapangan basket dan tangga menuju lantai dua gedung sekaligus tempat duduk dalam satu paket. Keramaian di lapangan basket juga riang sembari menunggu jadwal kuliah bagi para pemakainya.

Gerakan jari pada keyboard laptop dan tetikus menjadi kontrol permainan dalam merangkai kata-kata pada file presentasi proposal skripsinya. Sebaik mungkin, setiap detail dalam peringkasan pada setiap slide presentasi dia pastikan mengenai inti dari setiap subbab dalam proposal skripsi.

Pelajaran penting telah dia terapkan semenjak presentasi pada mata kuliah Kapitaselekta Sastra pada semester lalu. Dalam presentasi, teks dalam setiap slide tidak perlu dia baca, melainkan memperluas penjelasan dan memperkaitkan dengan kata-kata yang telah tertulis. Oleh karena itu, dia menyimpan penjelasan perluasan inti yang telah dia ketikkan dalam file presentasi di dalam otaknya.

Michelle menghela napas melihat setiap slide sekali lagi dengan mata tajam, memastikan tidak ada lagi salah ketik, kalimat bermakna ganda, penulisan kutipan dari segala sumber pustaka, dan kebakuan kata. Pasti setiap kesalahan akan mengangkat tajam alis dosen, terutama di jurusan sastra Indonesia. Semuanya harus sempurna, itulah prinsipnya dalam mengerjakan setiap tugas kuliah dari dosen.

Begitu selesai memeriksa dan memastikan tidak ada lagi kejanggalan di dalam setiap slide presentasinya, dia buka folder tugas demi mengerjakan tugas dari mata kuliah lain, sempat-sempatnya dia mulai mengerjakan pada sela-sela waktu meneruskan tugas presentasinya. Dia juga semakin rajin mengerjakan setiap tugas dengan cepat semenjak keluar dari klub film, alhasil, tidak ada lagi beban tambahan dari tugas himpunan untuk kehidupan kuliahnya.

Ketika merasakan ada sosok di sebelah kirinya, Michelle tercengang ketika melirik seseorang tidak asing tengah duduk di sebelahnya. Terlebih, sama sekali tanpa meminta izin sebagai orang asing untuk menumpang duduk di sebelahnya, memang akan terlalu canggung, apalagi terasa menyinggung jika secara sembarangan.

Menatap wajah dari orang itu, Michelle mengetahui bahwa orang itu adalah Bayu, anggota klub film yang terus “memaksa” dirinya bergabung kembali ke klub film, meski sudah menyatakan keluar setelah insiden pemecahan kamera. Setiap kali menatap senyuman pria berwajah oriental itu, semakin memanas pikirannya.

Demi mengalihkan fokus menuju laptopnya, kembali mengerjakan tugas-tugas lain, Michelle membuang muka sambil menjulurkan bibir. Kakinya juga secara tidak sadar menginjak lantai begitu keras, saking bosan menghadapi lelaki menyebalkan itu.

Bayu berdehem sebelum membuka suara, “Pantas lagi ngerjain banyak tugas, mahasiswa tahun akhir sih. Ya … ngerti sih sok sibuk gitu, ngerjain skripsi lah, nyiapin proposal, terus … mikirin bakal kerja di mana. Saya memang belum mengalami gimana rasanya jadi mahasiswa tahun akhir, apalagi mahasiswa abadi, tapi saya tahu … pasti bakal mengalami jenuh, apalagi yang enggak gabung sama himpunan atau klub.”

Mendengar kata saya terlontar dari mulut Bayu alih-alih gue, Michelle cukup tertegun, apalagi kalimat sedikit formal layaknya sedang berbicara pada atasan atau dosen. Tetapi, itu tidak mengubah fakta bahwa Michelle tetap menjulurkan bibir ke bawah.

“Saya tahu, kamu emang serius banget jadi mahasiswa tingkat akhir. Ya … nanti gampang stres lho, mending gabung aja lagi sama klub film. Kan ada saya juga.”

“Kurang ajar!” Michelle akhirnya tidak dapat menahan untuk melampiaskan segala gangguan. “Lo apaan sih ngomong sembarang kayak gitu!”

“Heh! Saya enggak ngomong sembarangan, saya cuma pengen ngajak kamu balik ke klub film.”

Michelle membanting tutup laptopnya. “Enggak usah sok formal deh!” Dia bangkit menghadap Bayu sambil meledak-ledak, tidak peduli beberapa orang di sekitar memandangnya. “Lo enggak dengar pas terakhir kali gue syuting? Gue emang udah keluar dari klub! Ngapain lo ngajak gue lagi sih?”

“Kita butuh—”

“Ah!” Michelle memasukkan laptop ke dalam tasnya dan menutup risleting dengan cepat dan keras. “Gue jadi enggak mood di sini gara-gara lo, tahu enggak! Gue leave!”

Michelle mengangkat kaki dari sekitar meja dan menginjakkannya pada jalan bebatuan dekat tempat parkir, menuju halaman depan gedung fakultas. Emosinya telah mendidih karena mencapai puncak ketidaksabarannya.

Bayu hanya menunduk khusyuk pada beberapa orang di sekitar meja dengan canggung, telah membuat mereka ikut terganggu oleh aksinya demi mengajak Michelle. Dia meminta maaf tanpa berkata-kata, hanya menganggukkan kepala, seakan-akan memasang wajah “tidak berdosa”.

***

Segala tugas yang masih belum terselesaikan tetap menjadi fokus Michelle ketika dirinya telah mencapai kostan. Letakkan laptop di meja belajar, duduk menghadapnya, dan mulai kembali mengerjakannya demi mengusir kekhawatiran akan mengejar deadline secara terburu-buru.

Sekali lagi, Michelle menghela napas, memang saatnya untuk mengakhiri kepenatan dalam mengerjakan tugas pada hari itu, menjentikkan jari pada keyboard, mencari referensi di internet, dan membaca kembali setiap catatan pada mata kuliah, termasuk dari semester-semester sebelumnya.

Sebuah ketukan membuyarkan fokusnya terhadap laptop. Pandangannya beralih pada pintu yang telah terkunci rapat tengah mendapat ketukan kepalan tangan dari luar.

Michelle bangkit dari hadapan meja dan membuka pintu. Mengira ada tetangga sebelah satu kosan yang ingin sekadar meminta bantuan atau meminjam sebuah barang, tetapi … hal yang tidak terduga. Sesosok pria sama persis ketika dia berada di bangku dekat tempat parkir gedung fakultas siang tadi.

Ditatapnya wajah “tidak berdosa” pria oriental itu, semakin memanas otak Michelle. Padahal, dia sama sekali tidak memberitahu alamat atau letak kostannya pada pria itu.

“Lo!” jerit Michelle. “Lo tahu darimana tempat ini! Tahu darimana gue di sini?”

Bayu menyeringai, “Ya … kamu sih susah banget diajaknya.”

Michelle akhirnya menyimpulkan berdasarkan perkataan Bayu, dia ayunkan telunjuk kanan. “Lo! Lo nge-stalk gue? Yang bener aja lo!”

“Lo sih, enggak jawab LINE kita-kita, kita butuh lo buat syuting nanti soalnya.”

Michelle tetap bersikukuh, “Gue enggak bisa, gue sibuk sama skripsi, gue enggak ada waktu. Gue enggak mau kalau masih ada Margin di situ, dia yang nyebabin gue kayak gini!”

“Lo enggak usah sok sibuk gitu lah. Udah, tenang, lo alihin pikiran lo baik-baik—"

“Lo yang enggak usah sok maksa gue! Gue udah keluar dari klub film, titik!” jerit Michelle beralih mendekati meja dan mengenggam gelas peralatan tulis di dekat laptop.

Tanpa terduga, Michelle melempar pulpen satu per satu dari gelas peralatan tulisnya, tentu Bayu dia jadikan target. “Pergi!”

“Woi!” jerit Bayu bergeser menghindari hingga bersandar pada pintu. “Enggak usah gitu juga! Enggak malu sama teman sekostan?”

“Pergi!” Michelle tetap melempar segala hal dari gelas peralatan tulisnya, terutama pulpen.

Bayu menangkis lemparan pulpen menggunakan tangan kiri dan menamparnya ke lantai. “Woi! Bahaya lempar pulpen kayak gitu! Lebih bahaya daripada pisau malah!”

“Pergi lo!” jerit Michelle menghampiri Bayu menggenggam erat gelasnya, ingin melemparnya tepat pada kepala.

“Oke, saya pergi aja.” Bayu berpaling dari pintu kamar Michelle. “Lo pikir lagi deh, Michelle, perbuatan lo—"

“Pergi!” Michelle memelankan suara jeritannya, mengusir Bayu sekali lagi.

Michelle akhirnya menutup pintu dan menguncinya, melampiaskan segala ledakan emosi, tidak peduli akan beberapa teman satu kostan yang mendengar aksinya. Dia melempar gelas tempat alat tulis menuju tembok tempat tidur.

Beruntung, gelas itu terbuat dari plastik, bukan dari kaca yang mudah pecah menjadi beling berkeping-keping. Sama seperti setiap kenangan buruk akan perlakuan Margin padanya, tetap menjadi padat di otak, tidak dapat tersapu begitu saja menjadi sebuah kepingan atau cairan.

Lo enggak berhak akting di depan kameralo amatiran banget sih, lo cuma bisa ganggu kelancaran syuting tahu!

Sekali lagi, dia genggam salah satu pulpen dari lantai dan melemparnya dengan keras. Menyaksikan pulpen itu terbaring ke lantai, dia bersandar pada punggung seiring air matanya kembali bercucuran.

Kepalanya dia tempel pada lutut, tidak mampu menahan segala amarah dan tangisan dari terpicunya kembali setiap kenangan buruk di dalam benaknya. Emosinya meledak sekali lagi setiap kenangan buruk terputar kembali dan tidak bisa terusir begitu saja.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
pat malone
4763      1373     1     
Romance
there is many people around me but why i feel pat malone ?
The Yesterday You
380      271     1     
Romance
Hidup ini, lucunya, merupakan rangkaian kisah dan jalinan sebab-akibat. Namun, apalah daya manusia, jika segala skenario kehidupan ada di tangan-Nya. Tak ada seorang pun yang pernah mengira, bahkan Via sang protagonis pun, bahwa keputusannya untuk meminjam barang pada sebuah nama akan mengantarnya pada perjalanan panjang yang melibatkan hati. Tak ada yang perlu pun ingin Via sesali. Hanya saja, j...
Shane's Story
2584      1005     1     
Romance
Shane memulai kehidupan barunya dengan mengubur masalalunya dalam-dalam dan berusaha menyembunyikannya dari semua orang, termasuk Sea. Dan ketika masalalunya mulai datang menghadangnya ditengah jalan, apa yang akan dilakukannya? apakah dia akan lari lagi?
My love doctor
307      259     1     
Romance
seorang Dokter berparas tampan berwajah oriental bernama Rezky Mahardika yang jatuh hati pada seorang Perawat Salsabila Annisa sejak pertama kali bertemu. Namun ada sebuah rahasia tentang Salsa (nama panggilan perawat) yang belum Dokter Rezky ketahui, hingga Dokter Rezky mengetahui tentang status Salsa serta masa lalunya . Salsa mengira setelah mengetahui tentang dirinya Dokter Rezky akan menja...
Man in a Green Hoodie
5092      1261     7     
Romance
Kirana, seorang gadis SMA yang supel dan ceria, telah memiliki jalan hidup yang terencana dengan matang, bahkan dari sejak ia baru dilahirkan ke dunia. Siapa yang menyangka, pertemuan singkat dan tak terduga dirinya dengan Dirga di taman sebuah rumah sakit, membuat dirinya berani untuk melangkah dan memilih jalan yang baru. Sanggupkah Kirana bertahan dengan pilihannya? Atau menyerah dan kem...
Berawal Dari Sosmed
636      459     3     
Short Story
Followback yang merubah semuanya
DEWDROP
1063      551     4     
Short Story
Aku memang tak mengerti semua tentang dirimu. Sekuat apapun aku mencoba membuatmu melihatku. Aku tahu ini egois ketika aku terus memaksamu berada di sisiku. Aku mungkin tidak bisa terus bertahan jika kau terus membuatku terjatuh dalam kebimbangan. Ketika terkadang kau memberiku harapan setinggi angkasa, saat itu juga kau dapat menghempaskanku hingga ke dasar bumi. Lalu haruskah aku tetap bertahan...
29.02
447      239     1     
Short Story
Kau menghancurkan penantian kita. Penantian yang akhirnya terasa sia-sia Tak peduli sebesar apa harapan yang aku miliki. Akan selalu kunanti dua puluh sembilan Februari
Search My Couple
559      320     5     
Short Story
Gadis itu menangis dibawah karangan bunga dengan gaun putih panjangnya yang menjuntai ke tanah. Dimana pengantin lelakinya? Nyatanya pengantin lelakinya pergi ke pesta pernikahan orang lain sebagai pengantin. Aku akan pergi untuk kembali dan membuat hidupmu tidak akan tenang Daniel, ingat itu dalam benakmu---Siska Filyasa Handini.
Like Butterfly Effect, The Lost Trail
5854      1563     1     
Inspirational
Jika kamu adalah orang yang melakukan usaha keras demi mendapatkan sesuatu, apa perasaanmu ketika melihat orang yang bisa mendapatkan sesuatu itu dengan mudah? Hassan yang memulai kehidupan mandirinya berusaha untuk menemukan jati dirinya sebagai orang pintar. Di hari pertamanya, ia menemukan gadis dengan pencarian tak masuk akal. Awalnya dia anggap itu sesuatu lelucon sampai akhirnya Hassan m...