Read More >>"> Raha & Sia (6| Bingung) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Raha & Sia
MENU
About Us  

 

"Sepupu Helen sakit kali, ya?" 

Sia memasukkan bukunya ke dalam tas, sementara di sampingnya ada Helen yang sedang kehabisan kata. Ya, jadi Sia sudah membicarakan perihal Raha kepada Helen, di dalam kelas yang kini tinggal mereka berdua.

Helen? Tentu saja dia tercengang. Sama seperti Sia kemarin, ia tak habis pikir. "Si, ini elo nggak lagi ngawur, kan?" Tanya Helen membuat Sia berdecak.

"Nah kan, nggak percayaan sama temen sendiri. Kemarin Sia telpon, ngechat Helen segala macam nggak diangkat. Sekalinya diceritain hari ini malah gitu dah responnya."

Mereka berjalan keluar kelas, bersisian di koridor menuju ke parkiran.

"Yaa, soalnya kemarin sibuk. Ini aja belum ngecek HP," sela Helen. "Bukannya gak percaya, tapi aneh aja gitu. Ganjal, tauk." 

"Yaudah deh gimana kalau Helen tanya sendiri ke sepupunya nanti."

Hele pun merogoh sakunya lalu mengeluarkan ponsel dari dalam sana. "Sekarang aja deh."

"Yaudah silahkan." Sia memasukkan permen karetnya ke dalam mulut. Sementara Helen menghubungi Raha, Sia menggaruk-garuk pangkal hidungnya sesekali. 

Kemudian Helen berdecak. "Nggak aktif."

"Oh."

"Sibuk, pasti." Imbuh Helen kemudian memandangi Sia lagi. "Kemaren dia ngomong apa aja?"

"Nanyain alamat rumah." Jawab Sia.

"Selain itu?"

Sia terdiam. Haruskah ia mengatakan pada Helen semua yang Raha katakan? Nyatanya Sia hanya mengendik. "Dia ngigo."

Dan Helen pun makin dibuatnya bingung. Melihat ekspresi ini buru-buru Sia menggeleng. Dan ya, Sia teringat akan Surat. 

"Hel, surat yang kemarin... Mana?" Tanyanya lalu.

"Udah gue buang."

"Dibuang? Dibuang dimana?"

"Ya di tong sampah. Setelah gue pikir-pikir, suratnya gak guna." 

"Kenapa Helen buang, sih?!"

"Emangnya kenapa? Dih, katanya lo nggak peduli?"

"Eh?" Sia terkesiap. Ia baru sadar kalau tak seharusnya ia bereaksi seperti tadi. "Nggak kok, nggak papa." Sia sadar, benar bahwa ia tak peduli pada surat itu. Apapun isinya, Sia tak peduli. Jangankan isinya, pada pengirimnya saja Sia tak peduli.

Atau lebih tepatnya, berusaha tak peduli. Karena nyatanya, Sia penasaran bagaimana surat Raha bisa sampai sejauh ini, menyelinap ke kolong mejanya. Tidak mungkin, kan, kalau Raha datang kemari pagi-pagi buta demi menaruh surat berisikan sebaris kalimat itu?

Sia jadi penasaran. Kemudian terbesit rencana di otaknya kini.

"Hel, Raha tinggal di mana?"

Helen yang sedari tadi masih bingung lantas menaikkan sebelah alisnya, "emangnya kenapa?"

Mereka pun tiba di parkiran.

"Yaa mau tau aja."

Helen lalu menyebutkan alamat apartement yang saat ini Raha tinggali. Dan sekarang Sia bingung. Haruskah ia datang ke sana, guna memperjelas semuanya?

Tapi, bukankah ia tidak mau ambil pusing?

 

****

 

Di sinilah Sia berada. Ia singgah di cafe dekat perempatan, menyesap teh sembari memainkan gadgetnya. Menengkan diri, katanya. Dan seperti yang ia duga, hari ini Raha tidak muncul seperti kemarin. Baguslah, barangkali benar kalau kemarin pria itu mabuk.

Sia memasang earphone-nya, menyetel lagu hingga volumenya mencapai limit normal, sementara mulutnya mengunyah waffelo coklat.

Gadis kekanakan itu terlihat tenang membaca time-line hari ini. Tapi ketenangan yang dimaksud tak berlangsung lama, lebih tepatnya rusak karena seorang pria bermata coklat sedang menghampirinya kini. 

"Hei,"

Dia lagi?!

Batin Sia. Ia celingak-celinguk entah apa yang dicarinya. Raha yang kini sudah duduk di sebelahnya lantas mengibaskan tangan, "saya di sini." Raha meletakkan kopinya di meja yang sama.

"Eh? An-anu, saya..."

"Saya tidak mengikuti kamu, kok."

"Apa?" Kernyit Sia. Tidak mengikuti? Lalu, apa ini bisa dinamakan kebetulan? Kebetulan yang hakiki, begitu?

"Jadi, anda kenapa bisa di sini?" Picing Sia.

"Oh? Tidak boleh, ya?" Raha menyesap kopinya. "Padahal saya hanya ingin minum beberapa teguk moka."

Sia menghela napas. Bukan jawaban itu yang ia mau, tapi... Ah! Sudahlah. Sia tak peduli. Ia melanjutkan membaca apapun yang ponselnya tunjukkan, tapi sedetik kemudian ia merasa risih.

Bagaimana tidak? Raha kini sedang menatapnya intens. Tanpa sepatah katapun. Jadinya Sia kikuk sendiri. Sia menelan ludah, Raha membuatnya mati gaya. 

"Maaf," Sia angkat suara setelah sekian lama ia menahan diri. "Kenapa anda melihat saya terus?"

"Tidak boleh?"

"Tentu. Saya risih." Sia mengangkat dagu congkak. 

"Saya tidak hanya melihat kamu, kok." Balas Raha membuat Sia menaikkan satu alisnya.

Sia pun menoleh ke belakang, dan tidak melihat apapun kecuali tembok bergrafiti polkadot. "Lalu?"

"Saya tidak hanya melihat kamu." Ulang Raha. "Tapi saya juga melihat masa depan saya."

"Ukhuk," Sia terbatuk. Buru-buru ia meneguk teh-nya lalu menetralkan pipinya yang entah kenapa memanas. Sia pun memandangi Raha lebih intens untuk pertama kalinya. "Dengarkan saya."

"Tentu." Raha menatapnya sama.

Sia menghela napas sebentar. Sepertinya ia harus blak-blakan, tak baik memendam unek-unek di depan orangnya langsung. Yakan?

"Ekhm." Dehemnya singkat, menghela napas panjang sedetik kemudian. "Anda suka sama saya?"

Hening. 

Beberapa pengunjung di situ bahkan menoleh mendengar kalimat Sia barusan. Namun Sia tak peduli, karena pedulinya habis tertuju pada pria yang kini malah tersenyum di depannya.

Kemudian Raha tertawa.

"Saya tidak sedang melucu." Sia berubah ketus.

"Haha. Soalnya kamu lucu." Raha berdehem-dehem kecil berusaha menghentikan tawanya sendiri. Ia pun kembali pada pembicaraan. Namun ia tertawa kembali.

"Menyebalkan." Lirih Sia.

"Maaf, maaf." Raha berusaha serius, meskipun tawa tadi menyisakan senyum. "Kamu rupanya percaya diri juga, ya."

"M-maaf?" Kernyit Sia.

"Iya, PD-nya kamu sampai-sampai berpemikiran seperti itu. Haha."

Sialan, kok malah ngebalikin Sia sih?

Batinnya menggerutu. Momok seorang Rahardi kini berubah menjadi menyebalkan di matanya.

"Begini, kemarin anda mendatangi saya sepulang sekolah," cecar Sia lagi."Anda mengantar saya pulang tanpa alasan, dilanjut bertemu saya di sini. Bahkan tadi menatap saya lama dan mengatakan kalau saya adalah masa depan yang sedang anda tatap." Ada jeda. "Jadi wajar kan, kalau saya merasa anda punya rasa terhadap saya? Lalu anda bilang saya kepedean. Pertanyaannya, anda sehat?"

Pun Raha seperti terkesiap dengan semua frasa yang Sia ungkapkan. Raha berusaha tenang sembari menjawab semua pertanyaan itu. "Giliran saya." Balasnya.

"Silahkan." Sia melipat tangannya.

"Pertama, sa-"

"Excuse me, sir." 

Baik Sia dan Raha sama-sama tak tahu sejak kapan waitress cafe itu kemari. "Mr. Yahya has been waiting for y-"

"Nggak usah ngomong bahasa Inggris, mbak." Celetuk Sia tiba-tiba. "Dia ini bule KW."

Sang waitress menaikkan alis tak paham. Sedangkan Raha terkesiap sejenak sebelum ia berdehem mengembalikan suasana. "Di mana ruangan pak Yahya?"

"M-mari saya antar tuan." Kata waitress itu.

Raha pun bangkit dari duduknya, menyesap kopinya sebentar lalu mengekori sang waitress yang sudah berlalu.

Sia?

Ia kini plonga-plongo sendiri menyaksikan Raha yang melengos tanpa sepatah katapun, meninggalkan dirinya di sini. Pundak Sia jatuh, berkali-kali ia mengernyit tak percaya. Raha meninggalkan tanpa permisi? Astaga. 

Tapi kemudian sadar, rupanya Raha ke kafe ini karena ada keperluan, bukan membuntutinya. Namun tetap saja, Raha tak bisa dipercaya. Sia menunduk memandangi lantai di bawah sembari memikirkan orang macam apa itu Raha. Lalu, matanya menangkap ada sepasang kaki yang mendekat.

Dan sebuah tangan kekar terulur di depannya.

Itu Raha. Dan sedang menunggu Sia menyambut uluran tangannya.

"Apa?" Tanya Sia heran.

"Ikut saya, saya akan meet-up pribadi dengan pemilik tempat ini."

"Lalu? Kenapa saya harus ikut?"

"Ikut saja, temani saya."

"Tidak mau!"

Raha menghela napas. "Apa perlu saya gendong?"

"Heh? Jangan sembarangan! Lagipula saya-"

"Ayo." Raha menarik tangannya pergi dari situ.

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Play Rehearsals
390      258     6     
Short Story
She is really excited for the new school play. I wonder if she will like the story i made for the new play
Kamu!
2002      781     2     
Romance
Anna jatuh cinta pada pandangan pertama pada Sony. Tapi perasaan cintanya berubah menjadi benci, karena Sony tak seperti yang ia bayangkan. Sony sering mengganggu dan mengejeknya sampai rasanya ia ingin mencekik Sony sampai kehabisan nafas. Benarkah cintanya menjadi benci? Atau malah menjadikannya benar-benar cinta??
Sahara
20488      2887     6     
Romance
Bagi Yura, mimpi adalah angan yang cuman buang-buang waktu. Untuk apa punya mimpi kalau yang menang cuman orang-orang yang berbakat? Bagi Hara, mimpi adalah sesuatu yang membuatnya semangat tiap hari. Nggak peduli sebanyak apapun dia kalah, yang penting dia harus terus berlatih dan semangat. Dia percaya, bahwa usaha gak pernah menghianati hasil. Buktinya, meski tubuh dia pendek, dia dapat menja...
In Love With the Librarian
14750      2716     14     
Romance
Anne-Marie adalah gadis belia dari luar kota walaupun orang tuanya kurang mampu, ia berhasil mendapatkan beasiswa ke universitas favorite di Jakarta. Untuk menunjang biaya kuliahnya, Anne-Marie mendaftar sebagai pustakawati di kampusnya. Sebastian Lingga adalah anak tycoon automotive yang sombong dan memiliki semuanya. Kebiasaannya yang selalu dituruti siapapun membuatnya frustasi ketika berte...
Petualang yang bukan petualang
1723      800     2     
Fantasy
Bercerita tentang seorang pemuda malas bernama Ryuunosuke kotaro yang hanya mau melakukan kegiatan sesuka kehendak nya sendiri, tetapi semua itu berubah ketika ada kejadian yang mencekam didesa nya dan mengharuskan dia menjadi seorang petualang walupun dia tak pernah bermimpi atau bercita cita menjadi seorang petualang. Dia tidaklah sendirian, dia memiliki sebuah party yang berisi petualang pemul...
Dream Space
624      375     2     
Fantasy
Takdir, selalu menyatukan yang terpisah. Ataupun memisahkan yang dekat. Tak ada yang pernah tahu. Begitu juga takdir yang dialami oleh mereka. Mempersatukan kejadian demi kejadian menjadi sebuah rangakaian perjalanan hidup yang tidak akan dialami oleh yang membaca ataupun yang menuliskan. Welcome to DREAM SPACE. Cause You was born to be winner!
Gray Paper
517      287     2     
Short Story
Cinta pertama, cinta manis yang tak terlupakan. Tapi apa yang akan kamu lakukan jika cinta itu berlabuh pada orang yang tidak seharusnya? Akankah cinta itu kau simpan hingga ke liang lahat?
Arion
1012      577     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
The Diary : You Are My Activist
13388      2319     4     
Romance
Kisah tentang kehidupan cintaku bersama seorang aktivis kampus..
Just For You
4694      1758     1     
Romance
Terima kasih karena kamu sudah membuat hidupku menjadi lebih berarti. (Revaldo) *** Mendapatkan hal yang kita inginkan memang tidak semudah membalik telapak tangan, mungkin itu yang dirasakan Valdo saat ingin mendapatkan hati seorang gadis cantik bernama Vero. Namun karena sesuatu membuatnya harus merelakan apa yang selama ini dia usahakan dan berhasil dia dapatkan dengan tidak mudah. karen...