Hari demi hari sudah dilewati Alvaro dengan penuh tantangan dan ia telah resmi dijadikan guru olahraga pada salah satu sekolah favorit di Jakarta.
Namun tingkah dan kebiasaannya saat di SMA belum bisa dihilangkan.
Ketika melihat ada siswa atau siswi yang membuat masalah, ia tak segan untuk memberikan mereka sebuah hukuman.
Pada akhirnya, ia sudah terbiasa dengan julukan Guru Killer yang diberikan siswa-siswi kepadanya secara gratis.
Jadi guru itu harus tegas sama murid! Jangan mau dibodohi sama murid sendiri, masa iya gue harus lemah lembut sama anak ingusan labil yang umurnya nggak beda jauh sama gue? Big No, itu nggak ada di kamus seorang Juvenal Alvaro Pradipta!
Ya, Sepertinya sifat Mama Nirmala banyak menurun dan melekat pada diri si tampan Alvaro itu.
Mari kita berdoa supaya tidak ada siswa-siswi yang keluar dari sekolah itu lagi.
Sekedar informasi saja, baru mengajar seminggu ia mencetak rekor karena sudah membuat 3 orang siswa pindah sekolah, katanya tidak tahan jika selalu dimarahi dan dihukum.
3 hari yang lalu, Alvaro dipanggil untuk berhadapan dengan Kepala Sekolah dan orang yang memiliki jabatan tertinggi di sekolah tersebut bertanya,
"Saya mendengar kabar bahwa ada tiga murid pindah sekolah karena Pak Alvaro, apa benar?"
Bukan Alvaro namanya kalau ia terlihat lemah di mata orang lain. Kemudian lelaki tampan itu menjawab pertanyaan dari Kepala Sekolah dengan tegas,
"Benar sekali. Saya adalah seorang guru, seorang guru harus tegas kepada murid-muridnya supaya guru tidak terlalu disepelekan. Jika mereka salah, kita sebagai guru harus menegur supaya mereka berubah menjadi lebih baik kedepannya. Saya hanya melakukan apa adanya,"
Lalu ia melanjutkan, "Dan yang paling penting, saya tidak menggunakan tangan saya untuk melakukan kekerasan terhadap mereka, Pak."
Mendengar jawaban dari Alvaro, Kepala Sekolah itu merasa senang dan setuju.
Alvaro memang ahli dalam berbicara rupanya.
***
"Aysha, besok pelajaran olahraga kita diajari sama guru baru loh! Aku pernah lihat, dan ganteng banget duh!"
Seorang gadis yang sedang membaca novel itu tersenyum kearah sahabatnya yang terus mengoceh tentang si guru olahraga baru, "Iya, Nis. Kamu heboh banget deh ya."
"Hehehe. Tadi anak-anak pada ngomongin dia, namanya siapa kok aku lupa sih! Ali, Ala, Alfa, astaga aku pikun banget!" Anisa memukul pelan kepalanya sendiri karena gagal mengingat nama guru barunya.
Aysha tertawa pelan, sahabatnya ini heboh dan gampang melupakan sesuatu.
"Besok kita ada pelajaran olahraga! Aku nggak sabar lihat wajah pak guru itu! Tapi... kata kelas lain, pak gurunya galak," Anisa mengeluh karena mengingat kejadian dimana 2 hari lalu ia melihat pak guru tersebut menghukum Gibran, si troublemaker lari 15 kali memutari lapangan yang besarnya tidak main-main.
Aysha beranjak dari tempat duduknya, "Aku mau shalat Dhuha, mau ikut Nis?"
Anisa mengangguk semangat, "Ikut dong~ yuk!"
Mereka berduapun keluar kelas menuju masjid yang jaraknya tidak jauh dari sekolah mereka.
Namun ketika di koridor, tidak sengaja Aysha menabrak tubuh seseorang karena ia bersenda gurau dengan Anisa sampai-sampai lupa memperhatikan jalan.
"Eh! M-maaf.." Aysha menundukkan kepalanya takut, ia tidak tahu siapa yang ia tabrak tadi.
"Makanya kalau punya tubuh gempal itu lihat-lihat jalan!"
Anisa ikut menunduk dan mengusap pelan punggung sahabatnya, "Maafkan kami, Pak. Ini bukan salah Aysha, ini salah saya karena mengajaknya bercanda."
"Sudahlah, kalian berdua ini sama saja. Oh siapa tadi namamu? Aysha? Tolong jangan lupa diet!"
Setelah mengatakan hal itu orang yang Aysha tabrak melenggang pergi begitu saja dan nampak memasuki ruang guru.
Anisa memeluk tubuh berisi milik Aysha, "Are you okay? Dia galak banget ya, Guru baru aja gayanya selangit!"
"J-jadi, dia guru olahraga baru yang tadi kamu bilang? Aduh! Gawat, apa nilaiku bakal selamat?" Aysha mengigit ujung jarinya panik, Anisa diam memikirkan sesuatu.
"Sha, kamu nggak sakit hati setelah dengar dia ngata-ngatain kamu kayak gitu?" tanya Anisa hati-hati, ia tidak mau melukai perasaan Aysha.
"Sakit hati buat apa? Toh, memang aku gemuk 'kan? Dulu aku nggak bisa ngontrol pola makan, jadinya berat badan naik drastis deh," Aysha tertawa dan menggandeng lengan Anisa, "yaudah yuk kita shalat!"
"Ayuk!" Anisa tersenyum senang dan kagum dengan sikap sabar yang dimiliki oleh sahabatnya, Aysha Ayunindya.
Gadis berumur 17 tahun yang memiliki tubuh gemuk namun kekurangannya tersebut tidak mengurangi kemanisan dan keimutan yang ada pada wajah Aysha. Gadis yang pintar dan juga rajin, anggota rohis yang setiap pagi mengisi tadarus di sekolah karena para guru serta teman-temannya menyukai suara indahnya ketika melantunkan ayat-ayat suci Al-Qur'an.
***
"Pak Al, ada masalah?" tanya Bu Dina, selaku pengampuh pelajaran matematika.
"Bu Dina, siswi gemuk entah kelas berapa nabrak saya pas di koridor. Udah tubuh gemuk, nabrak-nabrak pula. Kesel saya," keluh lelaki itu, kalian sudah menebaknya bukan? Ya, Alvaro.
"Maaf pak, saya rasa banyak siswi yang tubuhnya berisi,"
Alvaro mendengus pelan, "Siapa tadi ya namanya- Ay ay gitu, Bu"
Bu Dina tersenyum makhlum, "Aysha? Dia siswi kelas sebelas, Pak. Saat kelas sepuluh, Aysha sangat cantik dan menggemaskan, dia tidak gemuk seperti sekarang. Namanya anak remaja, anak polos seperti dia mungkin kurang bisa mengatur pola makan saja,"
"Polos? Anak zaman sekarang mana ada yang polos, Bu. Saya lihat tadi ada banyak siswi yang memakai lipstick merah banget, bedaknya tebal, astaga" Alvaro merasa heran saat Bu Dina berkata seperti tadi, ia fikir Aysha adalah murid kesayangan Bu Dina.
"Hampir semua warga sekolah menyukai Aysha lho, pak. Dia nggak kayak gadis-gadis lain. Bapak baru melihatnya dan dipertemukan dengan cara ditabrak gitu, jodoh kali pak, hahahaha!" Bu Dina tertawa geli, wanita itu merasa lucu dengan gurauannya sendiri, tetapi tidak dengan Alvaro yang hanya menatap malas kearah guru matematika tersebut.
"Jodoh apanya, kriteria pasangan saya berbeda jauh dengan Aysha itu, Bu. Lagian saya hanya menganggapnya sebagai murid dan tidak akan pernah menjadi pasangan." Alvaro sedikit menekankan beberapa kalimat, membuat Bu Dina tersenyum. Ia wajar saat mendengar guru olahraga baru berbicara begitu, umur Pak Alvaro masih muda, fikirnya.
"Dulu saya sama suami saya juga saling benci, Pak. Saya harap, bapak tidak menjilat ludah sendiri ya."
"Saya sekali bilang tidak ya tidak. Apa kata dunia nanti kalau saya kencan dengan gadis gemuk kayak dia?"
Mari kita sebut Alvaro keras kepala. Lalu doakan supaya ia tidak lupa dengan kata-katanya.
Suka suka suka sekali sama ceritanya dek<3
Comment on chapter PROLOG