Loading...
Logo TinLit
Read Story - SarangHaerang
MENU
About Us  

 

Hae-rang masih ingat dengan jelas saat menginjakkan kakinya pertama kali di luar bandara Inchoen. Menghirup udara negara yang telah lama ditinggalkannya dengan perasaan rindu. Negara yang dipenuhi cherry blossom saat musim semi hingga semua tempat dipulas warna pink seperti pipi gadis yang malu-malu. Sayangnya mungkin kedatangannya tahun ini tanpa Sa-rang yang akan menyambutnya di rumah seperti biasa. Bukan senyuman yang mengawali liburan kali ini tetapi kejadian lain.

Jika dia boleh protes pada Tuhan maka seharusnya bukan kejadian buruk ini yang mengawali pertemuan mereka tahun ini. Padahal Hae-rang selalu ingin pulang karena merindukan senyuman dan pelukan hangat darinya. Satu-satunya gadis yang selalu ada dalam pikirannya selama dua puluh empat jam sehari. Sa-rang, saudari kembarnya. Saudara yang akan ditemuinya setiap liburan semester. Orang yang hanya ditemuinya dua kali dalam setahun. Gadis yang akan menyambutnya dengan  tawa lebar lalu cubitan di sekujur tubuh, saat Hae-rang marah dia akan melancarkan aksi sok imut dengan memeluknya erat sambil mengatakan ‘Saranghaerang-ah’. Sebuah ucapan cinta yang aneh. Hae-rang memilih untuk menerima tanpa banyak protes daripada sekujur tubuhnya jadi korban cubitan. Alasan utamanya karena tahu kalau Sa-rang hanya mengucapkan kata cinta, tetapi terlalu malu untuk mengungkapkan secara langsung. Mungkin bibirnya terlalu berat untuk berbicara yang manis pada kakak lelakinya. Lagi pula, kalau nama mereka digabung akan membentuk kata itu jadi itu mempemudah Sa-rang untuk mengungkapkan perasaannya. Hae-rang pikir itu sejenis konspirasi antara orang tuanya dengan Sa-rang agar gadis itu lebih mudah untuk mengungkapkan perasaannya atau mereka terlalu jenius untuk menamai sepasang anak kembarnya dengan nama yang unik seperti itu.  Semua itu mungkin akan jadi misteri yang tidak akan terpecahkan sampai kapan pun.

Ketika tadi dia menghubungi Sa-rang, dia pikir akan disambut oleh suara menyebalkan adiknya. Akan tetapi, bukan suara cempreng gadis itu yang didengarnya tapi suara panik gadis asing yang memberitahu kalau Sa-rang saat ini dalam perjalanan ke rumah sakit. Mendengar kabar buruk itu, tungkainya lemas dan ponsel di tangannya langsung terjatuh memeluk lantai. Semua hal ini benar-benar tidak terduga. Jauh dari harapannya saat pulang tadi, rupanya kabar buruk itu menyambut kepulangannya. Kabar itu membuat  semua harapan yang baru tadi pagi dipikirkannya terasa tidak lagi terjangkau.

Sekarang dia sudah sampai di rumah sakit. Napasnya memburu saat dia berlari sepanjang koridor yang memanjang. Koridor itu penuh orang-orang yang berlalu lalang, tungkainya bergerak cepat sambil mencoba untuk tidak menyenggol orang lain. Mencoba memelankan langkah saat berpapasan dengan beberapa gadis berseragam sekolah yang melintas dari arah berlawanan. 

Hae-rang mendadak berhenti. Manik matanya menatap Sa-rang yang masih terbaring lemah dengan mata terpejam di atas emergency bed. Rambut gadis itu masih basah dan lengket. Basah oleh darah yang menggenang. Paramedis dan suster nampak sibuk berlari di samping Hae-rang dan tidak memedulikan pemuda itu.

“Sa-rang, Kakak ada di sini—” suara Hae-rang memburu sementara kakinya ikut berlari mengikuti ranjang yang sedang berjalan itu. Ada gumpalan yang menyesakan dada saat dia mengucapkan semua itu. Napasnya tercekat, rasanya seperti ada yang menyumbat di tenggorokan.

Dia sungguh berharap Sa-rang akan membuka mata. Tersenyum dan menukul pipinya sambil berucap dengan bibir mungilnya kalau ini hanyalah candid camera untuk menyambut kepulangannya.  Suatu candaan super kreatif untuk menyehatkan jantungnya. Namun, sialnya semua itu tidak terjadi. Adiknya benar-benar terbaring sekarang. Dia menghentikan langkah dan hanya bisa pasrah kala ranjang itu masuk ke ruang operasi.

Saat lampu merah di depan ruangan operasi menyala, Hae-rang mengepalkan tangan sampai buku-buku jarinya memutih. Bibirnya terkatup rapat menahan dorongan ingin memukul tembok atau membenturkan kepala hingga dia akan terbaring di samping Sa-rang. Hanya saja, apa baiknya semua itu jika dilakukan sekarang. Sebagai kakak laki-laki dia harus lebih bertanggung jawab jadi kalau Sa-rang membutuhkan pertolongan, dia akan ada. Selain itu, dia tidak akan membiarkan Sa-rang bangun tanpa melihat wajahnya. Pemuda lalu itu membanting pantat di atas permukaan kursi dengan banyak protes di pikiran yang enggan mereda.

Hae-rang terkesiap saat seseorang menepuk bahunya. Seorang gadis berambut lurus sebahu kini tersenyum di depannya. Matanya menelisik sosok gadis itu. Seragam sekolah yang dipakai gadis itu sama dengan milik Sa-rang.

 “Ji-soo.” gadis itu mengulurkan tangan sebelum Hae-rang sempat bereaksi.

“Jisoo-ssi?” Hae-rang membeo.

 “Baek Ji-soo.” bibir gadis itu membentuk bulatan saat menjelaskan nama lengkapnya. Kalau tidak dalam kondisi seperti ini, Hae-rang pasti akan tertawa melihatnya karena disebutkan nama lengkap pun dia tidak mengenal gadis ini. “Ji-soo saja!”

“Kwon Hae –rang. Kamu bisa memanggilku dengan cara yang sama.” pemuda itu mencoba tersenyum walau sebenarnya dia enggan. “Kakak Sa-rang,” tambahnya saat melihat ekspresi Ji-soo seolah mempertanyakan identitasnya.

Ji-soo hanya menjawab oh pelan. “Aku teman Sa-rang, Oppa— maksudku Sunbaenim, ya maksudku itu.”

Gadis itu tampak ragu saat mengucapkan nama panggilan untuk lelaki yang lebih tua padanya.  Hae-rang tentu saja maklum, jelas saja Ji-soo tidak akan terbiasa. Hae-rang sendiri tidak terlalu mempermasalahkan soal panggilan selain dia memang sudah lama tidak tinggal di Korea. Adiknya sendiri memanggil namanya langsung bukan dengan embel-embel panggilan lain.

“Aku tahu,” gumam Hae-rang pelan sambil berusaha melicinkan bibirnya dengan senyuman tipis. “Kamu bisa lebih santai denganku, aku tidak mempermasalahkan soal panggilan.”

“Oh, baiklah, tapi aku tidak enak,” sahut gadis itu lagi sebelum memposisikan diri di samping pemuda itu.

“Tidak apa-apa.”

“Kalau Oppa saja, bagaimana?”

“Baiklah.” Hae-rang memilih mengiyakan karena dia tidak ingin membuat gadis yang baru dikenalnya semakin canggung dan malu.

Dia duduk di dekat Hae-rang tanpa banyak bicara. Mereka masih terdiam sampa beberapa menit setelahnya, pemuda itu terlalu canggung untuk saling mengobrol. Dia hanya mendengar tarikan napas Ji-soo dan jemarinya yang saling memilin merangkap matanya hingga membuatnya diam-diam melirik. Dia buru-buru mengalihkan pandangan dan menunduk lebih dalam kali ini. Jemarinya mengepal menahan rasa ingin menangis. Hae-rang bahkan hanya menengok sekilas saat Ji-soo berdiri dan pergi dari sampingnya. Melirik saat beberapa gadis dengan seragam sekolah berkumpul tidak jauh dari tempatnya sekarang. Mungkin teman mereka sedang sakit soalnya mereka datang dengan atasan kasual, tetapi bawahannya masih seragam sekolah. Kaos berbagai warna yang mereka gunakan tampak netral dipadukan dengan rok lipit hitam bergaris putih. Dia tidak tahu mereka dari sekolah mana karena warna rok hitam ini umum sepertinya digunakan sebagai seragam sekolah. Dia sering melihatnya di drama yang dikirimkan oleh Sa-rang. Matanya sekarang bergerak turun, menelusuri kakinya mereka juga jenjang dan panjang. Mereka pasti memiliki wajah yang rupawan, meski menurutnya Sa-rang tetap yang paling cantik.

Ah! Apa yang kau pikirkan Hae-rang? Bukan saat memikirkan gadis-gadis saat adikmu saja terbaring di dalam sana.

Pikirannya sekarang melayang, membayangkan semua rencana liburannya. Seminggu sebelumnya, Hae-rang sudah menulis semua rencana liburan semesternya. Tentu saja, dia ingin menghabiskan liburan tahun ini bersama saudarinya. Hae-rang ingin naik gunung lalu mengajak Sa-rang travelling ke berbagai tempat wisata dan banyak hal lain yang bisa dilakukan selama dia di negara ini. Semua hal akan terasa menyenangkan kalau melakukannya bersama Sa-rang. Sekarang hanya penyesalan yang meraja di hatinya. Penyesalan karena dia menunda kepulangannya selama beberapa hari. Andai saja dia datang lebih cepat. Jika saja dia tidak pernah menunda. Maka mungkin Sa-rang tidak akan pernah mengalami semua kejadian buruk ini. Setidaknya dia bisa mencegah hal buruk terjadi pada adiknya.

Terkadang dia berpikir, apakah saudara kembar akan membawa peruntungan yang berbeda. Seperti kesialan selalu dibawa oleh anak satunya, sementara keberuntungan jatuh ke anak lain. Kenapa selalu seperti ini? Selalu Sa-rang. Rasanya sebal kala melihat Sa-rang begitu lelah dipermainkan hidup sementara semua keberuntungan ada padanya. Dia selalu ada di bagian yang enak, hanya saja rasanya tidak pernah adil. Baik untuknya atau pun untuk adik perempuannya.

Senyuman tipis terbentuk di bibirnya. Jika saja, Sa-rang yang datang mengunjunginya maka sekarang mungkin Sa-rang tengah memaksanya untuk menyusuri jalanan kota London atau menonton pertandingan premiere league. Akan tetapi, tahun ini gilirannya untuk pulang ke negara ini untuk menemui Sa-rang dan Eomma.  Ah! Andai saja tahun ini gilirannya menerima kunjungan maka semua ini tidak akan terjadi.

“Hai!”

Suara itu seketika membuat Hae-rang terkesiap. Lamunan yang semula menenun pikirannya juga mulai buyar. Pemuda itu menoleh. Matanya sekarang tertuju pada permukaan benda dingin yang menyentuh lengannya.

Oppa pasti haus.” Ji-soo menyodorkan kaleng minuman dingin pada Hae-rang.

“Terima kasih.”Pemuda itu langsung membuka minuman di tangannya. Dia juga melempar senyuman ketika hendak meneguk minuman yang diberikan oleh Ji-soo beberapa detik lalu.

“Aku juga bawa ini.” kali ini dia menunjuk koper ukuran sedang yang kini bertengger di dekat kakinya.

Manik mata Hae-rang kali ini tertuju pada koper hitam yang berdiri tidak jauh dari tempatnya duduk sekarang.  “Astaga! Aku lupa soal itu. Di mana kamu menemukannya?” Hae-rang langsung menepuk keningnya.

“Meja resepsionis, katanya itu milik kakak siswa SMA yang ada di UGD. Jadi kusimpulkan itu milikmu. Aku membawanya dan berjanji akan mengembalikan benda itu ke sana kalau bukan milikmu.” Ji-soo menjelaskan kronologi penemuan koper hitam milik Hae-rang.

“Maaf. Aku terlalu panik.” pemuda itu tersenyum malu-malu dan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

“Tapi, koper itu benar milikmu, Oppa?”

“Ya. Maafkan aku.”

“Santai saja!” Ji-soo menimpali sambil melempar senyuman. “Lagi pula Oppa pasti masih kaget setelah tahu kejadian ini.”

“Kamu benar.”

“Aku pun tidak menyangka kalau Sa-rang bakal terjatuh seperti ini,” tukas Ji-soo sambil menyesap minuman dari botol minuman di tangannya.

“Jatuh?”

“Iya.” Ji-soo menarik napas pelan seolah beban berat kini menindih dadanya. “Sa-rang terjatuh saat latihan cheers siang tadi.” suaranya nyaris tidak terdengar. Sepertinya dia menyimpan kesedihan dan penyesalan mendalam.

“Kok bisa?”

“Entahlah.” Ji-soo sambil mengangkat bahu.

Keduanya kembali terdiam dan Hae-rang masih berusaha mencerna penjelasan Ji-soo. Kalau memang Sa-rang terjatuh saat latihan kenapa hanya Ji-soo seorang yang menemani Sa-rang ini? Seharusnya minimal ada separuh anggota tim ada di rumah sakit untuk melihat rekan mereka yang terluka. Bukankah ini aneh?

“Kenapa hanya kamu yang ada di sini?” Hae-rang menyuarakan pikirannya.

Ji-soo menunduk dan tampak memainkan ujung jemarinya di atas kaleng softdrink yang kini mengeluarkan butir-butir air di permukaanya. “Mereka masih lanjut latihan.”

“Huh?” Hae-rang mengerutkan kening tanda tidak mengerti.

“Da-ra hanya mengizinkan satu orang untuk pergi menemani Sa-rang. Itu pun karena aku tidak terlalu berperan penting untuk anggota tim.” Ji-soo terdengar enggan menjelaskan. Bola matanya memutar dan diia menatap langit-langit sekarang.

“Da-ra?”

“Ya, Jin Da-ra ketua Varsity, klub cheerleader Yisseoul.”

Hae-rang mengerutkan kening. Nama yang tidak asing. Rasa-rasanya dia pernah mendengar nama itu di suatu tempat, tapi di mana? Kapan? Tapi, siapa Jin Da-ra ini? Kenapa nama itu terasa mengganjal?

 

 

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 1
Submit A Comment
Comments (4)
  • ririnayu

    @SusanSwansh Wah ada Susan, aku baru lihat. maafkan aku T-T

    Iya nih, kapa yak lanjutannya, aku malah belum main lagi ke tempatmu T-T

    Comment on chapter Accident (1)
  • ririnayu

    @fatya Hai Fatia, aku baru lihat coba huhuhuhuhu...kapan ya, enggak akan lama lagi. Doain ya :D

    Comment on chapter Accident (1)
  • SusanSwansh

    Nice. Ditunggu next chapternya ya.

    Comment on chapter Accident (1)
  • fatya

    kapan lanjutannya, Kak?

    Comment on chapter Accident (1)
Similar Tags
For Cello
3059      1037     3     
Romance
Adiba jatuh cinta pada seseorang yang hanya mampu ia gapai sebatas punggungnya saja. Seseorang yang ia sanggup menikmati bayangan dan tidak pernah bisa ia miliki. Seseorang yang hadir bagai bintang jatuh, sekelebat kemudian menghilang, sebelum tangannya sanggup untuk menggapainya. "Cello, nggak usah bimbang. Cukup kamu terus bersama dia, dan biarkan aku tetap seperti ini. Di sampingmu!&qu...
PALETTE
529      289     3     
Fantasy
Sinting, gila, gesrek adalah definisi yang tepat untuk kelas 11 IPA A. Rasa-rasanya mereka emang cuma punya satu brain-cell yang dipake bareng-bareng. Gak masalah, toh Moana juga cuek dan ga pedulian orangnya. Lantas bagaimana kalau sebenarnya mereka adalah sekumpulan penyihir yang hobinya ikutan misi bunuh diri? Gak masalah, toh Moana ga akan terlibat dalam setiap misi bodoh itu. Iya...
Mr. Invisible
764      400     0     
Romance
Adrian Sulaiman tahu bagaimana rasanya menjadi bayangan dalam keramaiandi kantor, di rumah, ia hanya diam, tersembunyi di balik sunyi yang panjang. Tapi di dalam dirinya, ada pertanyaan yang terus bergema: Apakah suaraku layak didengar? Saat ia terlibat dalam kampanye Your Voice Matters, ironi hidupnya mulai terbuka. Bersama Mira, cahaya yang berani dan jujur, Rian perlahan belajar bahwa suara...
Berawal Dari Sosmed
626      452     3     
Short Story
Followback yang merubah semuanya
North Elf
2135      1004     1     
Fantasy
Elvain, dunia para elf yang dibagi menjadi 4 kerajaan besar sesuai arah mata angin, Utara, Selatan, Barat, dan Timur . Aquilla Heniel adalah Putri Kedua Kerajaan Utara yang diasingkan selama 177 tahun. Setelah ia keluar dari pengasingan, ia menjadi buronan oleh keluarganya, dan membuatnya pergi di dunia manusia. Di sana, ia mengetahui bahwa elf sedang diburu. Apa yang akan terjadi? @avrillyx...
Unexpected You
487      347     0     
Romance
Pindah ke Indonesia dari Korea, Abimanyu hanya bertekad untuk belajar, tanpa memedulikan apapun. tapi kehidupan tidak selalu berjalan seperti yang diinginkannya. kehidupan SMA terlalu membosankan jika hanya dihabiskan untuk belajar saja. sedangkan Renata, belajar rasanya hanya menjadi nomor dua setelah kegemarannya menulis. entah apa yang ia inginkan, menulis adalah pelariannya dari kondisi ke...
Salju yang Memeluk Awan [PUBLISHING IN PROCESS]
14285      2510     4     
Romance
Cinta pertamaku bertepuk sebelah tangan. Di saat aku hampir menyerah, laki-laki itu datang ke dalam kehidupanku. Laki-laki itu memberikan warna di hari-hariku yang monokromatik. Warna merah, kuning, hijau, dan bahkan hitam. Ya, hitam. Karena ternyata laki-laki itu menyimpan rahasia yang kelam. Sebegitu kelamnya hingga merubah nasib banyak orang.
Dibawah Langit Senja
1607      943     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Gebetan Krisan
508      361     3     
Short Story
Jelas Krisan jadi termangu-mangu. Bagaimana bisa dia harus bersaing dengan sahabatnya sendiri? Bagaimana mungkin keduanya bisa menyukai cowok yang sama? Kebetulan macam apa ini? Argh—tanpa sadar, Krisan menusuk-nusuk bola baksonya dengan kalut.
Dia yang Terlewatkan
391      267     1     
Short Story
Ini tentang dia dan rasanya yang terlewat begitu saja. Tentang masa lalunya. Dan, dia adalah Haura.