Read More >>"> AMORE KARAOKE (Chapter 21) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - AMORE KARAOKE
MENU
About Us  

Ambar melangkah gontai keluar dari lift yang berhenti di lantai 1. Gerombolan mahasiswa sudah memenuhi area depan lift, membuatnya harus beradu pundak dengan mereka yang hendak memasuki lift. Dia nyaris memekik saat tangannya dicekal kuat oleh seseorang di gerombolan tersebut. Beruntung pita suaranya dapat tertahan saat menyadari pelaku yang berani-beraninya menyeretnya keluar dari gedung fakultas dengan paksa. Padahah dua puluh menit lagi dia harus menghadiri kuliah umum di lantai 1.

“Kenapa?” Tanya Revi. Tangannya makin mengunci kuat pergelangan tangan Ambar yang akhirnya menyerah untuk berontak.

Kedua bahu Ambar merosot lemas. Matanya meredup, tak setajam biasanya yang menjadi bagian favorit Revi. Ambar menggeleng, memilih mengunci mulut. Dengan sorot mata, dia memohon untuk dilepaskan cekalan itu.

Revi bagai ditampar melihat kondisi Ambar jauh dari kata tangguh. Perlahan dia meregangkan ikatannya. Dan saat jemarinya nyaris terlepas, cepat digenggamnya lagi Ambar dengan segenap hati, menguncinya, mencegahnya, melarangnya untuk pergi.

“Rev..lepasin.” Ucap Ambar lirih.

“Maaf kalau perasaan gue terhadap lo, membuat lo nggak nyaman. Ini bukan permainan, Bar. Gue sungguh-sungguh dengan lo.”

“Tapi perasaan lo terhadap gue, membuat orang lain menderita, Rev.” Tangan kiri Ambar yang bebas menggenggam pula kepalan Revi yang mengunci lengannya. “Biarkan gue sendiri dulu. Setiap telpon dan chat dari lo menimbulkan kebahagiaan tersendiri buat gue, tapi buat sekarang itu menyiksa diri gue. Kejadian di Amore Karaoke disebabkan oleh kita, apa ketika gue dan lo akhirnya bersama, lo bakal nyaman dengan teman-teman lo? Termasuk dengan Devon?”

Terlalu fokus menyoroti wajah tirus berkacamata itu membuat Revi tak menyadari Ambar mampu melepaskan cekalannya. Dia tak kuasa menjawab pertanyaan itu. Apa memang akan seperti itu? Tapi bukan dengan cara Ambar menjaga jarak dengannya, kan?

“Jawabannya apa, Rev? Lo bakal nyaman?”

Sulit. Pertanyaan tersulit. Tidak pantas dia berdiri di lingkaran asrama sedangkan sahabat-sahabatnya sedang sibuk mengurus Amore Karaoke yang terancam dicabut izin operasinya.

“Nggak, kan, Rev? Nanti ada saatnya ketika lo dan gue bersama lebih dari ini.” Ambar memilih cepat pergi dari hadapan Revi yang menatapnya kosong. Jangan sampai dari lidahnya tercetus kalimat ungkapan hatinya. Cukup pernyataan samar itu saja sudah membuat jantungnya berdegup melebihi kecepatan cahaya.

Revi masih menanam kakinya. Sampai Ambar tenggelam dalam kerumunan orang di dalam sana, Revi enggan menganggkat kakinya. Senyuman samar tergambar di rautnya yang mulai cerah. Itu bukanlah penolakan, hanya permintaan untuk menunggu.

***

 Dua minggu berlalu penuh drama. Setelah drama pemberitaan Amore Karaoke yang merusak para remaja gara-gara fitnah dari adik mantan pacar Revi, munculnya Salsa yang membangkitkan lagi kebencian, Revi dan Ambar yang sedang galau berat, kini giliran dirinya yang memergoki Louis—pacarnya yang baru enam bulan—bercumbu dengan perempuan lain.

Cecil bergidik ngeri saat cowok yang dulu sangat diagung-agungkannya itu melakukan perbuatan hina seperti itu, di tempat umum pula, di taman belakang gedung fakultas yang memang jarang terlirik oleh umum. Tapi itu tetap termasuk fasilitas umum, kan?

Cecil mengusap wajahnya saat perbuatan menjijikan itu nyaris tergambar di benaknya. Dia mendorong punggungnya ke pintu kaca Amore Karaoke yang telah terkunci berhari-hari. Dibalikkan badannya lalu kedua  tangannya yang menempel ke kaca menaungi kedua matanya, mencoba menembus tatapan ke dalam. Baru tiga hari mereka berdiri di sana, menunggu-nunggu pelanggan dan kini malah dipaksa hengkang dari tempat ini.

Hanya tempat ini yang terpikir menjadi pelarian. Sempat memutuskan menemui ketiga sahabatnya, tapi mereka pun terkurung dalam masalah masing-masing. Mora sibuk menemani Mami  dan mempersiapkan untuk persidangan Papinya, Ambar pertama kalinya galau berat—yang menurut kacamata Cecil persoalan cinta Ambar tidak terlalu rumit, malah lebih rumit musibah cintanya, tapi Cecil berusaha mengerti karena Ambar pertama kalinya jatuh cinta. Serta Ola masih terjebak dalam bayang-bayang Nanzo dan kebencian pada Mora.

Cecil menghembuskan napas lelah lalu kembali berbalik, menyeret tubuhnya ke bawah dan menyandar di pintu kaca dengan siku yang menopang ke kakinya yang terangkat. Tempat ini sungguh mengerikan tapi penuh juga dengan kenangan indah. Mereka berempat memang sangat suka menyanyi tapi hanya Ambar yang dianugerahi suara indah. Oleh karena itu untuk menghindari amukan masa karena menyanyi sembarangan di sekitar sekolah, Ola mengusulkan tempat yang membuat mereka puas bernyanyi. Di sini. Di Amore Karaoke. Saat itu Cecil merasa pasti ada alasan lain mengapa Ola sangat bersemangat selalu mengajaknya ke sini, dan tiga tahun lalu alasan itu terjawab. Tempat ini yang selalu mempertemukannya dengan Nanzo selain di tempat latihan lari.

Setiap libur sekolah, setiap pulang sekolah bila sekolah memulangkan lebih awal, bahkan nekat ketika pulang sore dan besoknya ada ujian, mereka memilih melepas lelah di sini. Bernyanyi disertai canda tawa sepuas mungkin.

“Cecil?”

Cecil mendongakkan kepala mendengar suara tak asing mencetuskan namanya dengan nada tanya. Taki berdiri di depannya dengan kedua tangan terselip di saku jeansnya. Cowok itu ikut menghempaskan pantatnya di samping Cecil lalu duduk bersila.

“Muka lo kayak lagi putus cinta.” Celetuk Taki disertai cekikikan yang bermaksud bercanda, tapi memang celetukan itu sesuai dengan kondisi Cecil.

Kesal, Cecil menolehkan kepala lalu melotot sebal. “Muka lo juga menunjukan indikasi ketikung duluan sama sahabat sendiri.” Kalau ini Cecil tak bercanda. Dia sangat ingat bagaimana pucatnya wajah Taki saat pernyataan cinta Revi ke Ambar.

Taki menggeleng-gelengkan kepala lalu terkikik. Menertawakan diri sendiri. “Setransparan itukah perasaan gue? Sampai lo bisa menebak dengan mudah.”

“Wajah lo yang bicara.” Cecil menjulurkan kakinya sebelum melanjutkan. “Lo sengaja ngalah apa gimana sih? Cewek kayak ambar itu limited edition. Harusnya lo bergerak cepat. Jangan bilang lo merelakan Ambar demi kebahagiaanya dan demi mempertahankan persahabatan dengan Revi? Aaahh…cerita basi! Percintaan nggak sesempit itu kali!”

Taki mulai tertarik. Ditolehkan kepalanya, menampilkan kerutan di keningnya. “Maksud lo? Gue harus rebut Ambar dari Revi?”

Cecil mengangguk samar. “Gue yakin perasaan Ambar belum seratus persen tertuju pada Revi. Kalau lo mencoba dekati dia lalu nyatakan—"

“Tapi lo salah, Cil.”

“Hah?”

“Tadi Revi tiba-tiba nelpon gue, katanya Ambar minta dia buat nunggu sampai masalah tempat karaoke ini selesai.  Pemberitahuan itu udah cukup buat gue untuk mundur.”

Cecil meninju pundak Taki. “Lo mengaku kalah sebelum mulai berperang. Harusnya dari kemarin-kemarin lo dekatin dia, bukan bereaksi pas Ambar udah kerebut sama yang lain.”

Taki nyengir sambil menggaruk belakang kepalanya yang memang gatal. “Gue nggak ahli dalam begituan. Lagian otak gue mumet dipenuhi masalah Devon.”

“Loh, jangan-jangan lo ada apa-apa ya sama Devon?”

Taki memutar bola matanya. “Sedikit aja gue melepaskan Devon. Gue jamin Mora akan mengalami hal yang bahkan lebih buruk dari tiga tahun lalu. Terkadang kita harus merelakan diri untuk menjadi penopang orang lain.”

“Ini nih yang bikin gue setuju mendingan Ambar pacaran aja sama lo.”

Taki tergelak. Sedikit salah tingkah hanya mendengar perkataan itu. “Revi nggak seburuk seperti yang lo kira. Gue lihat dan gue rasa dia serius dengan Ambar.”

Cecil mengipaskan-ngipaskan tangannya tak peduli. Cowok sebaik dan sebijak Taki yang harusnya dia agung-agungkan bukan si Louis mesum itu! Cecil tersentak. Mengapa dia membandingkan Louis dengan Taki? Untuk mengusir kemungkinan timbul hal lain di hatinya, cepat dialihkan pembicaraan. “Lo juga dipanggil lagi oleh polisi?”

Taki mengangguk. “Minggu kemarin gue dan Devon dipanggil. Gue baru aja pergi dari sana menanyakan kejelasan tempat ini, katanya mereka masih butuh mengumpulkan bukti.”

“Bocah itu kayaknya udah menyiapkan penyerangan itu jauh-jauh hari.”

“Apa mungkin dia nyewa preman segala ya?”

“Maksud lo?”

Taki ikut menjulurkan kakinya sambil menyandarkan punggungnya. Tangan kanannya terangkat, menunjuk meja kayu di trotor lalu berganti ke celah antar dua gedung di seberang. “Di sana, gue pernah lihat dua orang berjas hitam, pokoknya semuanya serba hitam, mengamati gedung ini, mukanya sangar kayak preman.”

“Preman berjas? Kayak di drakor-drakor aja.” Cecil mendengus geli. “Jadi maksud lo bocah itu nyewa preman berjas untuk memata-matai kita? Tapi terus apa? Salah satu preman berjas itu masuk ke gedung ini?”

Taki bergeming sejenak lalu menggeleng pelan, berlagak berpikir keras. “Iya juga sih. Soalnya setelah penyerangan itu mereka nggak keliatan lagi di sekitar sini. Aaah..mungkin gue berpikir terlalu berlebihan. Oh, ya, persidangan ayah Mora gimana?”

Raut Cecil semakin redup mengingat Mora yang rasanya tak habis bertubi-tubi diserang oleh kengerian. “Baru besok persidangannya. Rencananya gue bakal ajak Ambar dan semoga Ola mau juga, buat hadir. Kita cuman bisa menjadi penguat Mora di sana. Gue nggak mau lagi ninggalin dia. Meninggalkan dia adalah perbuatan paling bodoh. Gue nggak mau ngulangin kesalahan yang sama.” Cecil mengigit bibir bawahnya. Tampak ragu melanjutkan cerocosannya. “Tahu nggak, Ki?” Tanyanya ragu.

“Hmmm…apa?”

“Gue pernah berpikir liar.”

“Maksud lo? Berpikir gimana?”

“Pernah ada satu pemikiran di otak gue kalau mungkin aja Mora sama Devon bakal bersama.”

Taki menghadapkan setengah tubuhnya ke Mora. Tidak menanggapi, hanya menunggu penuturan cewek itu selanjutnya.

“Saling jatuh cinta maksudnya. Kebanyakan kan karena cinta permusuhan bisa melebur. Tapi—"

“Tapi Devon dan Mora bukan tokoh yang cocok untuk memerankan dua orang yang bermusuhan, selalu bertengkar lalu lama-lama akan saling jatuh cinta. Mereka sama-sama memendam benci di dalam hati.”

Cecil tersenyum miris. Benar sekali. Dua makhluk itu tidak mungkin merasakan cinta satu sama lain. Ada tembok tinggi yang menghalangi mereka untuk melangkah ke tahap lebih jauh yang melibatkan hati dan perasaan.

“Mereka sama-sama menyebalkan.”

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • dede_pratiwi

    fresh banget ceritanya hehe. ditunggu kelanjutannya ya :)

    Comment on chapter Chapter 1
Similar Tags
When I Was Young
8239      1654     11     
Fantasy
Dua karakter yang terpisah tidak seharusnya bertemu dan bersatu. Ini seperti membuka kotak pandora. Semakin banyak yang kau tahu, rasa sakit akan menghujanimu. ***** April baru saja melupakan cinta pertamanya ketika seorang sahabat membimbingnya pada Dana, teman barunya. Entah mengapa, setelah itu ia merasa pernah sangat mengenal Dana. ...
CATCH MY HEART
2451      907     2     
Humor
Warning! Cerita ini bisa menyebabkan kalian mesem-mesem bahkan ngakak so hard. Genre romance komedi yang bakal bikin kalian susah move on. Nikmati kekonyolan dan over percaya dirinya Cemcem. Jadilah bagian dari anggota cemcemisme! :v Cemcemisme semakin berjaya di ranah nusantara. Efek samping nyengir-nyengir dan susah move on dari cemcem, tanggung sendiri :v ---------------------------------...
Run Away
6668      1494     4     
Romance
Berawal dari Tara yang tidak sengaja melukai tetangga baru yang tinggal di seberang rumahnya, tepat beberapa jam setelah kedatangannya ke Indonesia. Seorang anak remaja laki-laki seusia dengannya. Wajah blesteran campuran Indonesia-Inggris yang membuatnya kaget dan kesal secara bersamaan. Tara dengan sifatnya yang terkesan cuek, berusaha menepis jauh-jauh Dave, si tetangga, yang menurutnya pen...
Rinai Hati
488      258     1     
Romance
Patah hati bukanlah sebuah penyakit terburuk, akan tetapi patah hati adalah sebuah pil ajaib yang berfungsi untuk mendewasakan diri untuk menjadi lebih baik lagi, membuktikan kepada dunia bahwa kamu akan menjadi pribadi yang lebih hebat, tentunya jika kamu berhasil menelan pil pahit ini dengan perasaan ikhlas dan hati yang lapang. Melepaskan semua kesedihan dan beban.
I have a dream
270      221     1     
Inspirational
Semua orang pasti mempunyai impian. Entah itu hanya khayalan atau angan-angan belaka. Embun, mahasiswa akhir yang tak kunjung-kunjung menyelesaikan skripsinya mempunyai impian menjadi seorang penulis. Alih-alih seringkali dinasehati keluarganya untuk segera menyelesaikan kuliahnya, Embun malah menghabiskan hari-harinya dengan bermain bersama teman-temannya. Suatu hari, Embun bertemu dengan s...
injured
1218      657     1     
Fan Fiction
mungkin banyak sebagian orang memilih melupakan masa lalu. meninggalkannya tergeletak bersama dengan kenangan lainya. namun, bagaimana jika kenangan tak mau beranjak pergi? selalu membayang-bayangi, memberi pengaruh untuk kedepannya. mungkin inilah yang terjadi pada gadis belia bernama keira.
CAFE POJOK
3199      1077     1     
Mystery
Novel ini mengisahkan tentang seorang pembunuh yang tidak pernah ada yang mengira bahwa dialah sang pembunuh. Ketika di tanya oleh pihak berwajib, yang melatarbelakangi adalah ambisi mengejar dunia, sampai menghalalkan segala cara. Semua hanya untuk memenuhi nafsu belaka. Bagaimana kisahnya? Baca ya novelnya.
Hati Yang Terpatahkan
1846      839     2     
Romance
Aku pikir, aku akan hidup selamanya di masa lalu. Sampai dia datang mengubah duniaku yang abu-abu menjadi berwarna. Bersamanya, aku terlahir kembali. Namun, saat aku merasa benar-benar mencintainya, semakin lama kutemukan dia yang berbeda. Lagi-lagi, aku dihadapkan kembali antara dua pilihan : kembali terpuruk atau memilih tegar?
Move on
63      42     0     
Romance
Satu kelas dengan mantan. Bahkan tetanggan. Aku tak pernah membayangkan hal itu dan realistisnya aku mengalami semuanya sekarang. Apalagi Kenan mantan pertamaku. Yang kata orang susah dilupakan. Sering bertemu membuat benteng pertahananku goyang. Bahkan kurasa hatiku kembali mengukir namanya. Tapi aku tetap harus tahu diri karena aku hanya mantannya dan pacar Kenan sekarang adalah sahabatku. ...
Kisah yang Kita Tahu
5107      1446     2     
Romance
Dia selalu duduk di tempat yang sama, dengan posisi yang sama, begitu diam seperti patung, sampai-sampai awalnya kupikir dia cuma dekorasi kolam di pojok taman itu. Tapi hari itu angin kencang, rambutnya yang panjang berkibar-kibar ditiup angin, dan poninya yang selalu merumbai ke depan wajahnya, tersibak saat itu, sehingga aku bisa melihatnya dari samping. Sebuah senyuman. * Selama lima...