Kejadian tadi pagi masih saja membekas di ingatan Meriana. Belum pernah sekalipun terbersit dalam pikirannya untuk mengajak Kakak nya ribut. Meriana akui dia salah, tapi bukan berarti kakaknya juga tidak salah bukan? Apa yang salah dari meminta perhatian dan kasih sayang dari kakaknya.
“Mei, kantin yuk?” Ajak Floren teman dekatnya Meriana. Meriana hanya memiliki satu teman dekat. Florensia atau yang sering di panggil Floren sudah berteman dengan Meriana dari TK.
Meriana tidak mempunyai banyak teman. Bukannya tidak ada yang mau berteman. Tapi, Meriana menolaknya. Karena bagi Meriana, mereka tidak tulus. Mereka hanya berteman dengannya, karena tau Meriana cukup berada untuk urusan financial, dan Meriana tak butuh orang seperti itu.
“ngga deh Flo, pengen tiduran aja.” Tolak Meriana dengan halus.
“kenapa? Sakit? Uks aja deh yuk. Muka lo pucet.” Ucap Floren yang baru menyadari jika temannya itu memang terlihat kurang sehat.
“ngga usah. Tiduran di sini bentar aja, abis itu baikan lagi kok.” Jawab Meriana dengan senyum agar Floren tidak cemas.
Namun sayang hal itu tak membuat Floren tenang. Floren terlampau mengenal Meriana, dan Floren yakin Meriana sedang tidak baik-baik aja.
“baikan apaan? Makin sakit nanti. Udah ah jangan bandel. Kalau bukan gue siapa lagi nanti yang bakalan khawatir sama lo.” Ucap Floren dengan panjang. Bahkan Floren tanpa sadar membuat pikiran Meriana terasa gamang.
Meriana tau, tidak akan ada yang khawatir terhadap dirinya selain Floren. Mendengar perkataan Floren tadi sedikit membuat Meriana sedih. Dia bahkan tidak sadar menyunggingkan senyum kesedihan akan dirinya.
“Flo, makasih.” Ucap Meriana tiba-tiba saat mereka sedang berjalan ke UKS. Ya pada akhirnya Meriana menuruti perkataan temannya itu untuk pergi ke UKS.
“ngomong apa sih, Mei? lagi sakit gitu tiba-tiba bilang makasih. Jangan bikit takut gue dong Mei.” Jawab Floren yang malah ketakutan dengan ucapan tiba-tiba Meriana.
“loh kok lo takut sih. Gue kan cuman mau bilang makasih doang. Makasih karena udah mau jadi temen gue sampe sekarang. Gue ngga tau gimana jadinya kalau gue ngga ketemu sama lo, Flo.” Kata Meriana dengan sedih.
Jika tidak ada Flo, mungkin dia akan sangat kesepian, dan mungkin juga Meriana tak mempunyai semangat untuk terus bertahan.
“udah ah, gue malas bahas yang gitu. Lagian kita tuh temen dari kecil. Gue udah anggap lo saudara gue.” Sanggah Flo yang tak setuju akan ucapan Meriana.
Meriana diam tidak menanggapi ucapan Flo yang tidak setuju denganya itu. Jarak kelasnya dan ruang UKS memang sedikit jauh. Karena kelasnya memang berada di paling ujung.
Pusing yang dirasakan Meriana dari pagi itu bertambah semakin pusing. Belum lagi dada nya yang entah kenapa terasa sedikit sakit dan sesak. Detaknya pun terasa lebih cepat dari biasanya. Ini terasa aneh bagi Meriana. Dia memang terkadang mengalami gejala ini, namun tidak sesakit ini.
“lagi panas gini, tapi pada main basket.” Gerutu Flo.
Mendengar hal itu, sontak Meriana mengalihkan perhatiannya yang sedari tadi terhadap lantai sekolah menjadi ke lapangan basket.
Lapangan di sekolahnya ada dua. Indoor dan outdoor. Namun setiap istirahat lapangan indoor selalu ramai digunakan untuk bermain basket. Berbeda dengan Flo yang mengeluh melihat hal itu, anak-anak di lapangan malah merasa tidak peduli dengan cuaca matahari yang sangat terik.
Melihat matahari yang begitu terik membuat kepala Meriana semakin pusing dan mulai berkunang-kunang. Sebelum kesadarannya itu menghilang samar-samar dia mendengar teriakan seseorang yang cukup memekak-an telinga.
“AWASSS….”
“Buk!”
“Bruk!”
“Mei!”
Suara bola yang mengenai seseorang dan disusul dengan suara Meriana yang terjatuh dan teriakan Flo yang kaget karena melihat Meriana yang terjatuh. Karena terlalu kaget mendengar teriakan seseorang sehingga membuatnya melupakan Meriana, temannya itu.
“yang bener dong kalau maen. Liat dia jadi pingsan kan.” Kesal Flo saat seseorang yang main basket tadi menghampirinya.
“heh! Temen lo aja yang lebay. Bolanya cuman kena paha nya aja. Kena di sana ga bikin orang pingsan.” Jawab anak yang main basket tadi tidak terima karena disalahkan.
“temen gue lagi sakit. Ga bikin pingsan, tapi buktinya pingsan. Udah buruan bawa temen gue ke UKS. Lo kudu tanggung jawab.” Kata Flo tetap dengan keputusannya menyalahkan anak laki-laki tadi.
“yaudah gue bantuin. Resek banget sih jadi cewek.” Jawab laki-laki itu pada akhirnya.
Namun, saat akan menggendong Meriana, dia terkejut karena merasakan suhu tubuh Meriana yang dingin, belum lagi keringat dingin di dahinya.
“temen lo sakit, kenapa ga dari tadi di bawa ke UKS?” Tanya laki-laki itu saat mereka sedang menuju UKS dengan cepat.
“dia ga mau. Itu juga kepaksa karena gue paksa.” Jawab Flo sekenanya. Flo juga cemas saat melihat Meriana yang terlihat sangat pucat dan keringat dingin memenuhi pelipisnya.
“lo tungguin di sini, gue nyari dokter jaga nya dulu.” Kata Flo saat mereka sudah sampai di ruang UKS. Tanpa persetujuan dari laki-laki tadi Flo langsung pergi.
Tadinya laki-laki tadi akan pergi, namun karena melihat pelipis Meriana yang mengeluarkan keringat dingin sangat banyak. Akhirnya dia memutuskan untuk mengelapnya dengan sapu tangan yang selalu dia bawa.
Niatnya setelah selesai dia akan pergi. Namun, lagi-lagi niatnya tertahan saat tangan Meriana dengan tiba-tiba menahan lengannya.
“jangan.. per..gi.. Kak.. Chel..lo..” Gumam Meriana dengan lirih.
Laki-laki tadi tidak melakukan apapun, dia hanya memandangi raut Meriana yang menurutnya tampak menyedihkan. Belum lagi tangan yang basah akibat tangan Meriana yang basah oleh keringat.
“sorry, Gue bukan Chello.” Kata laki-laki tadi dengan pelan seraya melepaskan genggaman tangan Meriana.
Setelah melakukan hal itu, laki-laki tadi pergi keluar dari ruangan UKS, meninggalkan Meriana sendirian. Tanpa ada yang tahu, setelah peninggalan laki-laki tadi Meriana meneteskan air matanya.
.
.
.
TBc