Perjuangan masih terus berlanjut. Apapun yang terjadi aku akan tetap terus berjalan. Keadaan seringkali membuatku berpikir barangkali tidak ada harapan untuk seorang anak yang bersemangat menuntut ilmu sepertiku, yang bukan berasal dari kalangan berada. Orang tuaku adalah gambaran sederhananya kehidupan. Kehidupan yang penuh misteri, yang tak pernah ku mengerti.
Berpikir tentang kesuksesan adalah yang utama untukku saat ini. Idealisme menjadi gembok untuk mempertahankan mimpi-mimpi. Aku bukan seperti kakak-kakak perempuanku, atau perempuan-perempuan lain. Aku adalah perempuan pengharap anugerah dari Tuhan untuk kebahagiaan kedua orang tua. Semua akan kulakukan agar apa yang sudah direlakan orang tua untukku, bukan hal yang sia-sia.
Namun perjalanan tidak selalu sama seperti apa yang aku inginkan. Bodoh sekali. Kenapa aku sepolos itu dalam memaknai hidup. Berpikir semua berjalan lurus saja tanpa ada belokan. Aku lupa bahwa seseorang yang ingin mewujudkan harapannya tidak mungkin tidak diberi hambatan oleh Tuhan. Justru semakin banyak hambatan, maka seharusnya semakin bersemangatlah seseorang untuk meraih apa yang diharapkannya.
Dan makin jadi saja idealismeku menguasai segalanya. Aku melewatkan pemahamanku tentang perasaan yang seringkali dirasakan seorang perempuan terhadap lawan jenisnya. Di masa SMA seseorang hadir menjadi penghambat sekaligus penyemangat untukku. Entahlah. Apa maksudNya mempertemukanku dengannya?
Laki-laki itu yang membuatku terus-menerus berpikir tapi juga semakin membuatku tidak mengerti. Bertahun-tahun dengan lambat aku menumbuhkan kepercayaan itu untuknya. Berhari-hari dia selalu memupuk hatiku dengan kekuatan rasa di dalam hatinya. Tidak punya lelah walaupun kucegah. Tidak punya malu walaupun kutipu. Tidak ada kata menyerah, jodoh atau tidak, tentu dia belum tahu. Diriku dan dirinya adalah gambaran rasa pahit getir tak terkira. Menoreh luka yang amat dalam tapi tetap terus berjalan sampai pada akhirnya.