Perempuan itu perlahan mendapatkan kesadarannya kembali. Eun-Hye membuka mata dan mendapati dirinya berada di ruang kosong bernuansa putih, seperti sebuah ruang kerja. Dindingnya bercat putih, ada meja kerja berwarna hitam dengan campuran putih, serta sofa memanjang di tengah ruangan. Tangan dan kakinya yang tidak terikat membuatnya leluasa untuk bergerak. Ia mulai menjelajahi ruangan sempit dengan berbagai perabotan kantor. Mencoba mencari ponsel atau alat komunikasi lainnya.
Matanya tertuju pada pintu. Ia berjalan mendekatinya, lalu mengintip dari lubang pintu. Tampak empat lelaki berpakaian hitam dan juga penutup wajah sedang berjaga di luar dan dari keadaan itu ia bisa menyimpulkan bahwa ia disandera. Eun-Hye mencoba untuk membuka pintu itu, tapi terkunci. Ia kembali menjelajah, mencoba untuk menemukan celah ruangan, tapi terhenti ketika cincin pemberian Hyun-Shik bergetar. Lampu kecil di sisi cincin itu menyala dan membuatnya terkejut.
Apa-apaan benda ini?
“Apa kau mendengarku? Eun-Hye?”
Hampir saja ia terlonjak ketika suara Hyun-Shik muncul dari cincin itu. Ia mendekatkan telinga pada jemarinya, mencoba memastikan apa yang ia dengar sekarang.
“Eun-Hye? Kau bisa mendengar suaraku?”
Oke, kali ini ia tidak bermimpi. Suara Hyun-Shik memang muncul dari cincin pelacak itu. Apa lelaki itu khawatir padanya? Tentu saja. Rumah mereka diobrak-abrik dan Jung-Im terluka. Ia tidak bisa membayangkan sekacau apa lelaki itu sekarang.
“Ya, aku bisa mendengarmu,” jawabnya lirih.
“Syukurlah. Apa kau baik-baik saja? Kau tidak terluka?”
“Tidak, aku baik-baik saja.”
“Baguslah, bisa kau gambarkan di mana kau sekarang? Mungkin tempat atau gedung yang terlihat?”
Eun-Hye mengedarkan pandangan dan menemukan sebuah jendela kecil yang cukup tinggi. Ia menggeser kursi secara perlahan tanpa menimbulkan suara, lalu melihat keluar. “Ada papan reklame besar yang menunjukkan wajah Im Jae-Ra dan juga … hmmm … gedung apa itu namanya, ya?”
“Ciri-cirinya?”
“Gedung tingkat tiga puluh, mungkin.”
“Ah, baiklah. Itu cukup. Bisa kau tunggu aku di sana? Aku akan segera menyelamatkanmu,” ujar Hyun-Shik sambil memutuskan pembicaraan mereka.
Lampu cincin itu kembali seperti semula seiring kekecewaan Eun-Hye pada Hyun-Shik. Lelaki itu memang pintar menghancurkan ekspektasi yang ia ciptakan. Bagaimana bisa lelaki itu memutus panggilan di saat ia sedang ketakutan seperti ini? Benar-benar tidak romantis. Sayangnya, ia harus terbangun dari pemikiran itu sekarang karena pintu ruangan dibuka oleh empat lelaki yang berjalan mendekatinya dengan membawa pemukul. Ia mundur beberapa langkah hingga akhirnya tersudut ke sudut ruangan.
“Tak kusangka kau dipasangi cincin pelacak, ya?” Lelaki bertubuh besar itu menunjukkan layar ponsel padanya.
“Lalu apa masalahmu?” Eun-Hye berseru dengan suara tinggi.
“Ikat dia!”
Tiga bawahannya langsung berlari menuju Eun-Hye, tapi perempuan itu cukup pintar untuk menghindar. Ia berlari mengincar kursi yang dipakai tadi dan melemparnya pada mereka, lalu segera membuka pintu ruangan, berlari menelusuri lorong-lorong gedung hingga akhirnya menemukan lift. Ia berusaha membuka lift itu, tapi ternyata listrik di gedung itu dipadamkan. Empat lelaki yang tadi kembali muncul dan mengejarnya. Akhirnya Eun-Hye berlari menuju tangga darurat yang biasanya dimiliki perkantoran. Merasa terganggu dengan heels yang ia kenakan, Eun-Hye melemparnya asal hingga mengenai salah satu lelaki yang mengejarnya.
Eun-Hye berlari menuju lantai paling atas dan bersembunyi di salah satu ruangan, tapi anehnya empat lelaki itu berhenti mengejarnya. Eun-Hye terjebak. Kini Kyung-Ju berada di satu lantai yang sama dengannya. Ia berusaha mendorong beberapa meja dan benda berat lainnya untuk mengganjal pintu, tapi Kyung-Ju berhasil membuka pintunya. Lelaki itu tampak mengedarkan pandangan, mencoba mencari tempat persembunyian Eun-Hye. Perempuan itu mencoba menahan napas dan tidak bersuara, tapi lelaki terus berjalan ke arahnya.
“Keluarlah, aku tahu kau di sana.”
Eun-Hye memejamkan matanya erat-erat, tidak bisa bersuara. Sebelah tangannya menggenggam kalung nama Ji-Hyun, berharap lelaki itu muncul dan menyelamatkannya. Beberapa langkah kemudian Kyung-Ju berada di hadapannya. Ia melemparkan meja-meja yang menyembunyikan Eun-Hye, lalu menarik kerah kemeja dan melempar perempuan itu ke arah lain. Ia merasa tubuhnya melayang, lalu terbentur sangat kuat ke lantai yang dingin. Ia bisa melihat Kyung-Ju berjalan ke arahnya dengan pistol yang siap menembak.
***
Hyun-Shik menghentikan mobilnya di depan gedung tempat Eun-Hye berada. Matanya meneliti tiap sudut gedung itu dan mencoba untuk menemukan CCTV. Setelah memastikan semuanya aman, ia memasuki kantor cabang J&R yang cukup luas dan mendapati beberapa penjaga di dekat tangga dan beberapa penjaga di sudut ruangan.
Dengan gerakan yang cepat, Hyun-Shik berhasil melumpuhkan para penjaga, lalu kembali mencari Eun-Hye. Ia menaiki beberapa lantai dengan tangga darurat karena ia yakin listrik pasti dipadamkan. Ia melompati beberapa tangga sekaligus hingga akhirnya sampai di lantai paling atas. Ia melihat heels yang dipakai Eun-Hye, lalu mengikuti jalur di hadapannya.
Tepat ketika Hyun-Shik berada di lantai atas, terdengar suara benturan yang cukup keras. Hyun-Shik berlari menuju sumber suara, lalu bersembunyi di balik pintu ruangan yang sedikit terbuka. Matanya menangkap Kyung-Ju yang hendak menembakkan pistolnya pada Eun-Hye. Hyun-Shik masuk, lalu berlari dan menendang tulang rusuk bagian kanan Kyung-Ju. Serangan Hyun-Shik berhasil membuat lelaki itu terlempar. Hyun-Shik bergegas menghampiri Eun-Hye yang hampir tidak sadarkan diri. Hatinya seakan tersayat, merasa seperti lelaki bodoh yang tidak bisa melindungi perempuan yang ia cintai. Rahangnya mengeras dan tangannya mengepal.
Hyun-Shik berdiri. Pandangannya berganti pada Kyung-Ju yang bangkit dengan senyum licik di wajahnya. “Apa kau masih bersikeras ingin mengungkap kasus lima belas tahun yang lalu? Kau juga tahu nyawamu dan nyawa perempuan itu terancam. Apa kau masih dendam padaku?”
“Dendam itu tidak akan padam meski usiaku terus bertambah. Aku akan tetap membencimu dan berniat untuk membunuhmu.”
Lee Kyung-Ju tertawa. “Hei, anak Nam-Shik. Ingat kata-kataku ini dengan baik, ya. Sekeras apa pun kau membela negaramu, mereka akan tetap membuangmu ketika kau tidak berguna lagi. Hidupmu akan berakhir sia-sia seperti Seo-Jung dan Nam-Shik. Kau akan kehilangan keluargamu dan orang-orang yang kau cintai.”
“Mungkin kau memang benar. Tidak ada gunanya mengabdi pada negara yang tidak menghargai nyawamu, tapi bukan itu yang aku lakukan saat ini. Aku bertindak sejauh ini bukan untuk negaraku, tapi untuk perempuan yang aku cintai dan juga keadilan bagi orang-orang yang meninggal karena kelicikan Im Jae-Ra.”
“Keadilan? Sayangnya hal seperti itu hanya mitos. Buktinya ada di depan matamu. Aku, Seo-Jung, dan Nam-Shik telah memberikan banyak keadilan pada orang-orang, tapi lihat bagaimana mereka memandang kami. Ayahmu dicap sebagai pengkhianat, kau difitnah membunuh Seo-Jung, lalu aku kehilangan seluruh keluargaku. Inikah keadilan? Inikah keadilan yang kau sebut-sebut tadi? Aku sudah muak mendengar kalimat yang sering diucapkan oleh ayahmu itu!”
Kyung-Ju kembali menyerang Hyun-Shik. Gerakannya kuat dan membabi-buta membuat Hyun-Shik sedikit kewalahan. Seakan lelaki itu benar-benar berniat membunuhnya. Kyung-Ju berhasil mendapatkan rusuk kiri Hyun-Shik yang kosong dan melayangkan kakinya ke sana. Hyun-Shik terlempar dan menjatuhkan beberapa meja yang tadinya tersusun rapih. Benturan yang kuat itu membuat tubuhnya serasa remuk dan terbatuk beberapa kali. Ia kembali bangkit dan menghadapi Kyung-Ju dengan pemukul di tangannya.
Hyun-Shik melayangkan beberapa tinjunya, tapi Kyung-Ju menangkis semua serangan Hyun-Shik dan mengayunkan pemukul itu ke sembarang arah. Hyun-Shik mundur beberapa langkah, menghindari serangan Kyung-Ju.
“Apa hanya ini kemampuanmu? Apa Seo-Jung hanya mengajarkanmu hal-hal tak berguna seperti ini? Kau benci padaku? Kau ingin membunuhku? Kalau begitu, bunuh aku! Tunjukkan kebencianmu padaku!” Lee Kyung-Ju mencoba memengaruhi Hyun-Shik yang berusaha untuk tetap tenang. Ia mengatur napasnya, mencoba untuk berpikir tenang, tapi lagi-lagi lelaki itu memancingnya.
“Kau tahu apa yang aku lakukan pada ayahmu hari itu? Aku menyiksanya, aku menikamnya berkali-kali. Kau juga ingin tahu apa yang terjadi pada ibumu ketika kau melarikan diri? Aku menusuknya hingga mati hingga ia tidak bisa bergerak lagi.”
“Cukup!” Amarah Hyun-Shik mulai memuncak. Rahangnya mengeras dan ia merasa darahnya mendidih. Bayangan kelam itu kembali berkelebat di pikirannya, mencoba untuk mengalahkan pikiran tenangnya.
“Aku membunuh Seo-Jung dengan racun. Aku juga menyakiti perempuan itu berkali-kali. Apa kau tidak ingin membalaskan dendam mereka?!” Kyung-Ju berlari menuju Hyun-Shik sembari mengayunkan pemukulnya.
Hyun-Shik menghindari serangan Kyung-Ju, lalu mengunci gerakan lelaki itu dengan menjatuhkannya ke atas meja. Lelaki itu memberontak sangat kuat dan membuat Hyun-Shik terlempar ke meja-meja di belakangnya. Kini giliran lelaki itu yang mencengkeram tangan Hyun-Shik dan mengadu kepala mereka. Darah mengalir deras dari dahi dan pelipis Hyun-Shik. Ia mencoba berdiri tegak, namun tubuhnya oleng. Seakan memiliki stamina yang tak terbatas, lelaki itu kembali menyerang Hyun-Shik. Kali ini ia melempar pemukulnya, lalu berlari menuju Hyun-Shik dengan tangan kosong.
Dengan pandangan yang mulai mengabur, Hyun-Shik menghindari serangan bertubi dari Kyung-Ju. Tapi di tengah pertarungan sengit, Eun-Hye sadarkan diri dan melihat Hyun-Shik yang mulai terpojok. Matanya membulat ketika melihat Hyun-Shik dipukuli beberapa kali. Dengan tenaga yang tersisa, Eun-Hye meraih sebuah pemukul yang digunakan Lee Kyung-Ju, lalu berlari dan memukul tengkuk lelaki itu.
Kyung-Ju jatuh, lalu tak lama Ketua Kang bersama dengan beberapa pasukan khusus datang mengepung mereka. Kyung-Ju ditahan, sedangkan Eun-Hye berlari menghampiri Hyun-Shik. Anehnya, lelaki itu malah menyentuh wajahnya, terutama beberapa bagian yang terluka.
“Maaf, aku tidak bisa melindungimu.”
Eun-Hye menggeleng, lalu menggenggam tangan Hyun-Shik yang menyentuh wajahnya. “Aku yang harusnya minta maaf padamu. Aku yang membuatmu seperti ini. Jika saja aku menyerah tentang kasus itu, maka tidak akan ada bahaya seperti ini. Maafkan aku.”
Hyun-Shik tidak sanggup berkata apa-apa lagi. Ia menarik Eun-Hye dalam pelukannya dan mengusap punggung Eun-Hye yang gemetar. Perkataan Ahn Woo-Hyun memang benar. Eun-Hye sudah sangat menderita sejak awal kasus itu. Perempuan itu sudah berjuang sejauh ini dan sekarang waktunya perempuan itu untuk hidup normal. Sudah seharusnya ia melepas Eun-Hye dan membiarkan perempuan itu hidup sesuai jalurnya.
Selamat tinggal, Eun-Hye, gumamnya dalam hati.
***
Tiga hari setelah kejadian itu, Hyun-Shik memutuskan untuk keluar dari rumah Eun-Hye dengan alasan bahwa pelakunya sudah ditangkap. Menyembunyikan alasan yang sebenarnya yaitu memenuhi janjinya pada Woo-Hyun untuk menghindari Eun-Hye. Kini ia bersama Ketua Kang memutuskan untuk melanjutkan rencana berikutnya. Mereka tidak membiarkan Jung-Im terlibat dan menyuruhnya istirahat. Meski awalnya tidak terima, lelaki itu akhirnya menyanggupi perintah Hyun-Shik sekaligus Ketua Kang.
“Kasus penyanderaan Kim Eun-Hye ada kaitannya dengan kasus lima belas tahun yang lalu.” Hyun-Shik membaca judul berita yang saat ini ia tonton di TV bersama Ketua Kang di tempat persembunyian mereka. Tampak beberapa media mengelilingi Eun-Hye dan menanyakan beberapa pertanyaan yang membuat perempuan itu kewalahan. Di belakangnya ada Goo-Ju dan Yoon-Jung yang sesekali menjauhkan kru media yang mencoba memotret Eun-Hye yang trauma dengan kilatan cahaya.
“Akhirnya publik sadar juga. Ngomong-ngomong aku penasaran bagaimana reaksi Im Jae-Ra saat melihat berita ini? Apa dia tidak takut jika Lee Kyung-Ju membongkar semuanya?” Ketua Kang tampak santai dengan setelan kemeja. Beberapa hari ini ia memutuskan untuk menginap di tempat persembunyian Hyun-Shik dan Jung-Im karena keduanya sedang terluka parah.
“Ini adalah kesempatan besar untuk kita.”
“Maksudmu?” Ketua Kang membenarkan posisi duduknya. Ia menoleh pada Hyun-Shik yang tampak serius memerhatikan Eun-Hye yang menghindari kilatan cahaya kamera.
“Aku sekarang mengerti kenapa catatan itu ditulis dan dikirimkan padaku. Memasukkan Lee Kyung-Ju ke penjara adalah rencananya, juga memberikanku petunjuk melalui catatan dan liontin itu.”
“Tunggu, maksudmu pengirimnya adalah pemilik liontin? Kalau begitu artinya ia ingin kau memberikan liontin itu dan menggantinya dengan catatan?”
Hyun-Shik mematikan TV setelah berita itu berganti menjadi berita idola Korea yang baru debut. Ia beralih pada catatan, liontin, dan dokumen tentang kasus di mejanya. “Pengirim catatan dan pemilik liontin ini adalah orang yang sama dengan pelaku pembunuhan putra presiden lima belas tahun yang lalu. Orang yang bekerja sama dengan Im Jae-Ra untuk mendapat kekuasaan yang mereka inginkan.”
“Dia ingin memanfaatkan dendammu untuk menyingkirkan bawahannya sendiri? Itu artinya dia tahu bahwa Kim Hyun-Shik adalah Han Ji-Hyun. Mengingat identitasmu sangat dirahasiakan, kemungkinan besar orang ini berada dekat denganmu sejak dulu atau orang yang mengetahui sandi rahasia Black Code milikmu.”
“Karena itu bisa disimpulkan bahwa dia mengawasiku sejak dulu atau orang yang kedudukannya lebih tinggi dariku di NSS.”
“Apa kau mencurigai seseorang?”
Hyun-Shik mengangkat kedua bahunya. “Tidak. Aku belum punya data yang kuat, berbahaya jika aku menyimpulkan sesuatu tanpa fakta yang jelas. Aku akan menemui Lee Kyung-Ju sekarang untuk mengetahui sesuatu,” ujar Hyun-Shik pada Ketua Kang yang tampak meneliti beberapa berkas penuntutan kasus Kyung-Ju. Kyung-Ju sendiri didakwa dengan tuduhan penyanderaan dan percobaan pembunuhan. Hyun-Shik yakin jika pengirim catatan itu telah memerhitungkan semua kejadian ini. Menyingkirkan Kyung-Ju secara halus dan yang harus Hyun-Shik lakukan adalah mengungkapkan kebenaran dengan Kyung-Ju.
“Kau pikir dia akan membuka mulut dengan mudah?”
“Aku akan berusaha membuatnya bicara.”
“Kau pikir kita sedang berhadapan dengan anak kecil yang bisa dipancing dengan permen? Dia mantan agen rahasia yang setara dengan Seo-Jung dan Nam-Shik. Tidak akan mudah mendapat informasi dari agen rahasia. Kau juga tahu itu, kan?”
Hyun-Shik mengangguk. “Aku tahu, tapi sebenarnya ada yang aneh dengan Lee Kyung-Ju malam itu. Ia adalah musuh yang penuh taktik, tapi tidak malam itu.”
“Apa maksudmu?”
“Aku akan bicara dengannya. Mungkin saja dugaanku memang benar kalau ia ingin mengatakan sesuatu padaku.”
“Tetap saja berbahaya, dia bisa menyerangmu!” sewot Ketua Kang.
“Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja.” Hyun-Shik bangkit dan menyambar mantel hitam yang tergantung di dekatnya.
“ARGHH! YA! Terserah kalian saja! Aku tidak akan datang menyelamatkanmu jika terjadi sesuatu! Bahkan kalau kau sekarat seperti malam itu aku tidak akan datang!” omel Ketua Kang membuat Hyun-Shik tertawa lepas. Ia hanya meminta maaf sambil tertawa kecil.
Sebenarnya, Hyun-Shik merasa kasihan pada Ketua Kang yang mendapat bawahan sepertinya yang suka membangkang, melanggar aturan, dan bertindak seenaknya. Entah sudah berapa kali direktur menegur Ketua Kang atas kelakuan Hyun-Shik dan entah sudah berapa kali Ketua Kang mengomel seperti itu. Seakan sudah menjadi rutinitas.
Hyun-Shik meninggalkan tempat itu sambil tertawa dengan Ketua Kang yang masih mengomel. Bahkan ia masih bisa mendengar kekesalan Ketua Kang dari dalam mobilnya. Ia hendak menyalakan mesin mobilnya, tapi terhenti ketika melihat Eun-Hye sedang berdiri di depan pintu. Perempuan itu tampak memanggil namanya, lalu tak lama kemudian perempuan itu menyerah dan meletakkan kotak makanan di sana. Hyun-Shik teringat saat Eun-Hye berjanji tidak akan membiarkannya kelaparan. Betapa besar ia ingin berlari dan menarik perempuan itu ke pelukkannya, tapi ia tidak bisa. Hyun-Shik sadar bahwa perempuan itu tidak bisa terlibat lagi dengannya.
***
Lelaki berusia lima puluhan itu melangkahkan kakinya dengan kasar di koridor dengan memegang beberapa surat kabar. Ia membuka pintu ruangan dengan kasar, lalu melemparkan beberapa surat kabar yang memuat tentang penangkapan Kyung-Ju dan kaitannya dengan kasus lima belas tahun yang lalu. Tindakannya ini sempat membuat lelaki yang duduk di hadapannya tersentak.
“Apa-apaan ini semua, hah!?” Tak hanya melempar surat kabar itu, ia juga menyalakan TV untuk menunjukkan semua berita yang membuatnya gila beberapa hari ini. Bahkan media menyiarkan ulang tentang pembunuhan putra presiden dengan motif perebutan kekuasaan, lalu berita kebakaran gedung yang menewaskan dua anak kecil dan satu lelaki, ditambah kasus pembuhan seorang perempuan yang anaknya menghilang, dan terakhir kematian lelaki yang dibunuh muridnya sendiri.
Media mengaitkan semua kasus itu pada penyanderaan dan percobaan pembunuhan terhadap Kim Eun-Hye, pewaris tunggal SH Group yang merupakan saksi kasus kebakaran gedung. Media mulai menyusun teori yang akan menyudutkan Im Jae-Ra dan beranggapan bahwa Im Jae-Ra yang memerintahkan Lee Kyung-Ju untuk membunuh putra presiden yang saat itu bersahabat dengannya.
“Santai saja. Aku akan membereskan semua ini secepatnya,” ujar Choi Jin-Woo, lelaki berjas yang duduk di dekat meja sembari menyesap minumannya.
“Santai katamu!? Pemilihan wali kota sudah di depan mata dan kau masih bilang santai!? Bagaimana jika Lee Kyung-Ju membongkar semua rahasia kita!? Karirmu sebagai Direktur NSS juga akan hancur! Pikirkan itu bodoh!” bentak Im Jae-Ra dengan amarah yang memuncak. Ia melempar surat kabar dan juga foto-foto kasus lima belas tahun yang lalu. Surat kabar yang mengaitkan perusahaan J&R dan pembunuhan putra presiden yang saat itu menjabat sebagai Direktur NSS.
“Ingat, kita melakukan kejahatan ini bersama-sama. Kita membunuhnya untuk mendapatkan kekuasaan. Kau ingin menjadi Direktur NSS dan aku menjadi wali kota Seoul. Kau sudah mendapat apa yang kau mau, jadi kau harus membantuku sekarang.”
Lelaki itu tersenyum sinis melihat kekhawatiran Im Jae-Ra yang berlebihan. “Tenanglah, kalau tidak, kau yang akan mati.”
“Aku tidak mau tahu! Jika kau tidak bisa melenyapkan Kim Eun-Hye dan Han Ji-Hyun, maka aku akan membunuh mereka.”
***
Kyung-Ju memasuki ruangan kecil tempat para tamu mengunjungi tahanan. Hanya ada lampu remang-remang dan sepasang kursi yang berhadapan. Matanya melihat Hyun-Shik yang mengedarkan pandangan, seakan bernostalgia dengan tempat ini. Ia duduk, lalu menatap lelaki itu sambil menyeringai.
“Ada apa kau kemari?”
“Bagaimana rasanya berada di tempat yang aku tinggali dulu? Kau pasti ingat tentang kejadian itu, kan?”
“Apa yang ingin kau bicarakan padaku?” Kyung-Ju bertanya to the point.
“Kau tentu tahu alasanmu berada di sini, apa kau tidak ingin keluar dari sini?”
Lelaki itu malah tertawa. Ia berdiri dari tempatnya dan hendak keluar dari ruangan. “Tidak ada gunanya kau menanyakan hal itu padaku.”
“Kau yakin? Apa kau percaya pada mereka? Kau yakin mereka akan mengeluarkanmu dari sini?”
“Memangnya apa yang bisa kau perbuat untukku? Lagipula aku tidak peduli tentang hal itu lagi. Bukankah bagus jika aku berada di sini? Bukankah ini yang kau mau?”
Hyun-Shik mengeluarkan catatan dari saku, lalu memberikannya pada Lee Kyung-Ju. Lelaki itu menerimanya dengan ragu, lalu membaca halaman per halaman catatan itu. “Kau ingin mengancamku dengan ini?”
Hyun-Shik menggeleng. “Tidak. Itu catatan yang dikirimkan seseorang padaku. Orang ini pasti ingin menyingkirkanmu dan dia sudah merencanakan semua ini dengan baik.”
“Kau pikir aku percaya kata-katamu?” Lee Kyung-Ju melempar catatan itu pada Hyun-Shik. “Aku tidak peduli lagi dengan kasus itu dan biarkan aku hidup tenang di sini.”
“Kenapa? Kau masih memiliki dendam pada putra presiden yang memberhentikanmu? Sekarang kau juga dibuang oleh Im Jae-Ra dan akan membusuk di sini. Apa kau tidak ingin membalas perbuatannya? Apa kau tidak tahu kalau Im Jae-Ra yang membunuh keluargamu? JAWAB AKU!!”
Kyung-Ju tiba-tiba berbalik dan mencengkeram kerah kemeja Hyun-Shik. Ia menatap lelaki itu dengan tajam. “Jangan ungkit lagi tentang masalah itu, HAN JI-HYUN!!”
Hyun-Shik menyeringai. Ia mencengkeram pergelangan Kyung-Ju sambil membalas tajam tatapan lelaki itu. “Kau yang membunuh sahabatmu sendiri. Kau membunuh Han Nam-Shik dan Kim Seo-Jung. Aku tahu kau tidak pernah ingin melakukannya dan semua karena pemilik liontin dan pengirim catatan ini yang mengendalikanmu dan Im Jae-Ra. Apa aku benar?” Ia mulai memprovokator pikiran Kyung-Ju, berusaha membuat lelaki itu mengatakan kebenaran tanpa sadar.
“Lebih baik kau tutup mulut sebelum aku membunuhmu.”
“Kau adalah agen rahasia yang setara dengan Han Nam-Shik dan Kim Seo-Jung. Apa kau ingin mati konyol di sini? Kau tidak ingin keluar dan balaskan dendammu pada Im Jae-Ra dan pemilik liontin ini? Mereka yang telah menyiksa kau dan keluargamu akan hidup bebas, sedangkan kau membusuk di sini. Hn?”
Kyung-Ju melepaskan cengkeramannya. Ia merasa tidak bisa mendengar kalimat yang terlontar dari Hyun-Shik. Kalimat yang membuka luka masa lalunya, sekaligus mengingatkannya pada masa-masa kelamnya.
“Baiklah, kuberi kau waktu untuk berpikir sampai besok. Jika kau bersedia menjadi saksi untuk kejahatan Im Jae-Ra dan kasus lima belas tahun yang lalu, pembunuhan ibuku, dan pembunuhan Kim Seo-Jung, akan aku pastikan kau tidak akan selamanya berada di tempat ini. Akan kupastikan keadilan untuk keluargamu,” ujar Hyun-Shik ketika Kyung-Ju membuka pintu ruangan dan meninggalkannya.
Hari ini ia seakan mendapat jawaban dari semua pertanyaannya. Tepat ketika lelaki itu menunjukkan ekspresi dan mengutarakan kalimat-kalimat penolakkan yang member tahu identitas pemilik liontin sekaligus pengirim catatan. Hyun-Shik tersenyum puas dan memutuskan untuk kembali ke tempat persembunyiannya untuk memikirkan rencana ke depan, namun niatannya terhenti ketika ia sampai di sana dan melihat kotak makanan pemberian Eun-Hye. Senyumnya mengembang seiring ia melangkahkan kaki dan menyentuh kotak makanan itu. Tapi siapa sangka perempuan itu muncul dan memeluknya dari belakang.
“Wae? Kenapa kau menghindariku?” Eun-Hye menyandarkan kepalanya di punggung kokoh Hyun-Shik.
“Aku tidak menghindarimu, aku hanya menghilang beberapa hari.”
“Bukankah aku pernah bilang kau tidak boleh pergi lagi dariku? Apa sembilan tahun masih belum cukup?”
“Maaf.” Hanya itu yang terucap darinya.
“Apa kau merasa bersalah atas kejadian malam itu?”
Hyun-Shik tidak menjawab. Hyun-Shik tidak bisa mengatakan pada perempuan itu tentang perjanjian dengan Woo-Hyun. Kondisi yang membuat agen rahasia yang pintar berbohong menjadi kaku seperti ini.
“Katakan padaku, apa kau mencintaiku?” Eun-Hye kembali mendesaknya. Kali ini ia melepas pelukannya, lalu berdiri di hadapan Hyun-Shik dan memaksa lelaki itu untuk menatapnya. “Han Ji-Hyun, apa yang kau sembunyikan dariku?”
Hyun-Shik berusaha untuk tetap tenang. Ia menarik sudut bibirnya, lalu mencubit pipi Eun-Hye dengan lembut. “Tidak ada yang kusembunyikan darimu dan maaf jika beberapa hari ini aku menghilang. Aku dibuat sibuk dengan urusan Lee Kyung-Ju. Maafkan aku.”
Eun-Hye ikut tersenyum lebar hingga matanya berbentuk bulan sabit. Bahkan perempuan yang tadinya polos dan cengeng itu berubah. Ia menarik kerah kemeja Hyun-Shik dan mengecup lembut pipinya. “Baiklah, aku akan percaya padamu kali ini,” bisiknya.
***
Jam dinding sudah menunjukkan pukul lima malam, tapi lelaki itu masih berkutat di meja kerjanya. Beberapa berkas ditumpukkan di sudut meja, sedangkan liontin dan catatan itu diletakkan di dekatnya. Proyektor yang menyala, menampilkan profil beberapa orang dan kaitannya dengan kasus ini. Jarinya tak henti-henti mencatat semua analisa sembari memutar ulang percakapannya dengan Kyung-Ju yang direkamnya menggunakan ponsel.
“Kau masih belum tidur?” tanya Jung-Im sembari meletakkan kopi hangat di dekat Hyun-Shik, lalu duduk di hadapannya.
Hyun-Shik melirik sekilas, lalu kembali pada catatannya. “Belum, apa kau baru saja bangun?”
“Ya.”
“Tidak biasanya. Apa kau memikirkan sesuatu?”
Jung-Im mengangguk. “Aku berpikir kenapa kita tidak sudahi saja semua ini? Kasus ini sudah memakan banyak nyawa dan memakan korban yang lebih banyak jika kita melanjutkannya. Apa tidak lebih baik kalau kita menyerahkan liontin itu dan menyerah?”
“Dan aku harus membiarkan Eun-Hye dibunuh oleh mereka?”
“Maksudku-“
“Aku tidak akan berhenti, aku tidak bisa membiarkan mereka membunuh Eun-Hye. Mungkin sesederhana pemikiranmu, tapi mereka yang licik tidak akan berhenti sebelum kejahatan mereka tertutup dengan sempurna. Tanpa bukti, tanpa saksi. Satu pun,” potong Hyun-Shik cepat. Ia menghentikan aktivitas mencatatatnya, lalu beralih pada dinding proyektor.
Kini lebih banyak informasi yang tercatat di sana. Bahkan Hyun-Shik telah menarik benang merah dari semua kasus yang berkaitan dan berakhir di sebuah tanda tanya, yaitu pemilik catatan dan liontin yang memanfaatkan Jae-Ra dan Kyung-Ju sebagai kambing hitam kejahatannya.
“Bagaimana kalau terjadi sesuatu padamu?”
Hyun-Shik tidak menjawab. Ia berbalik menghadap Jung-Im yang tampak khawatir padanya. Meninggalnya Seo-Jung memang menimbulkan trauma bagi Jung-Im. Apalagi saat itu Seo-Jung diketahui sedang menyelidiki Im Jae-Ra, lalu dijebak dengan racun. Bahkan lelaki itu menjadikan Hyun-Shik kambing hitam dan menjebloskannya ke penjara. Beruntung Ketua Kang bisa menemukan jaksa hebat dan membuktikan Hyun-Shik tidak bersalah.
“Aku tidak ingin kejadian itu terulang lagi,” tambah Jung-Im.
Hyun-Shik tersenyum, berusaha menenangkan sahabatnya itu. “Jangan khawatir. Aku akan baik-baik saja.”
Dering ponsel membuyarkan suasana yang tidak mengenakkan itu. Hyun-Shik segera mengangkat panggilan dari Ketua Kang. Alis Hyun-Shik bertaut ketika menyadari Ketua Kang yang tidak seperti biasanya. Jarang sekali lelaki itu menghubunginya di pagi buta seperti ini.
“Ada apa?”
“Apa kau sudah lihat berita?”
“Belum. Ada apa?” Hyun-Shik mengisyaratkan Jung-Im agar menyalakan TV.
“Lee Kyung-Ju bunuh diri.”
Sontak mata Hyun-Shik melebar. Ia tidak percaya atas apa yang dikatakan Ketua Kang barusan. Ia memutuskan panggilan, lalu berlari menuju TV dan mengganti ke saluran berita.
“Pelaku penyanderaan dan perencanaan pembunuhan, Lee-Kyung-Ju, ditemukan tewas di ruang sel penjara.” Ia membaca tanpa melewatkan sedikit pun kalimat di sana. Berita yang seakan membuatnya kehilangan harapan, seakan kasus ini tidak ada habisnya. Kemudian ia teringat pada ucapan Jung-Im barusan.
Haruskah ia menyerah?
***
[Bahasa Korea] Wae = Kenapa
Duh gila. Keren banget ini mahhh
Comment on chapter Prolog