Loading...
Logo TinLit
Read Story - Untuk Reina
MENU
About Us  

 

Melangkahkan kakinya masuk ke sebuah toko sepatu yang berada di kawasan pertokoan, Reina nampak begitu antusias. Meski langit sudah menggelap, cewek satu itu masih menggunakan seragam sekolahnya. Kemeja putih dibalut jas hitam dengan garis putih dibagian tepinya dan rok hitam garis-garis yang menutupi kakinya sampai ke lutut.

Pada bagian ada sebelah kanan menempel bet lambang sekolah SMA Cendrawasih dan di bagian bawahnya disematkan name tag berwarna silver dengan nama Reina Fillosa. Kaos kaki putih sampai menutupi betisnya dan sepatu bututnya yang bertali putih.

Mata Reina menjelejah mencari sepatu yang sesuai untuknya. Tak ada peraturan khusus di sekolah mengenai sepatu yang harus dikenakan, tapi mengenakan sepatu hitam dengan tali putih seakan sudah menjadi peraturan tak tertulis yang diterapkan oleh siwa-siswa di SMA Cendrawasih

Ada rasa malu tersendiri saat yang lain memilih menggunakan convers, tapi Reina menggunakan sepatu sport berwarna. Terlihat meriah sendiri bukan? Tapi, ada saja yang percaya diri menggunakan sepatu dengan warna ceria. Hanya beberapa.

“Mbak, saya mau yang ini tapi, nomor tiga sembilan ya.” ucap Reina pada penjaga toko.

“Sebentar, saya ambilkan dulu ya, dek.”

Reina duduk di kursi yang sudah di sediakan untuk para pelanggan saat hendak mencoba sepatunya. Bukan toko sepatu mahal, tapi kualitasnya cukup terjamin. Tak lama pelayan toko itu datang dengan membawa sepatu yang masih berada di dalam kotaknya.

“Silahkan dek, di coba dulu.”

“Iya, makasih mbak,” Reina membuka kotak sepatu itu dan mencobanya. Pas dan sangat nyaman. “Saya ambil yang ini aja, mbak. “

Pelayan itu mengangguk membawa sepatu itu ke depan meja kasir. Selain membeli sepatu Reina juga membeli dua pasang kaos kaki. Cewek itu berdiri di depan meja kasir menunggu petugas kasir menjumlah belanjaannya.

“Semuanya jadi seratus tujuh puluh lima ribu.” ucap petugas kasir itu.

Reina menyerahkan uang dua ratus ribu yang baru saja di dapatnya dari Abdi. Setelah melakukan pembayaran cewek itu keluar dari toko. Sepatu yang baru saja dibelinya langsung dia masukkan ke dalam ransel birunya bersama dengan plastik pembungkusnya.

Melangkahkan kakinya menyusuri kawasan pertokoan sambil menikmati angin malam, tiba-tiba saja sebuah mobil berhenti di sampingnya. Reina diam mengamati mobil itu sampai si pemilik keluar dari dalamnya.

“Tante Alexa?” tanya Reina seakan tak percaya bahwa yang dilihatnya adalah Alexa.

Alexa keluar dari mobilnya mendekati Reina. “Iya, kamu pikir siapa lagi,” Alexa tersenyum merangkul bahu Reina. “Kamu dari mana?”

“Jalan-jalan aja tante.”

“Sudah makan?”

“Belum.”

“Pas! kalau gitu ikut tante yuk.”

“Eh, kemana?”

“Udah ikut aja.” Alexa membawa Reina masuk ke mobil, mendudukan cewek itu di kursi belakang sebelum dirinya duduk di samping pengemudi yang tak lain adalah putranya. Riga Pradipta Mahesa.

“Hai Riga!” sapa Reina dari tempatnya duduk, namun sapaan itu tak digubris. Cowok itu hanya sesaat melihat Reina lewat kaca spionnya.

“Eh Riga kok gitu sih, ada Reina bukannya senyum malah di tekuk mukanya.” Alexa protes melihat sikap dingin putranya. Tak menanggapi ucapan Alexa, Riga langsung menjalankan mobilnya.

“Tante cantik kalau kemana-mana suka dianterin Riga ya?” tanya Reina memecah kesunyian.

“Kalau Riganya lagi gak sibuk, tapi kalaupun lagi sibuk tante paksa biar mau. Soalnya ya gitu, Riga lebih suka di rumah. Tante kan gak mau punya anak anti sosial, makanya tante paksa aja dia.”

“Raja Singa nurut ya sama tante cantik?”

“Raja Singa?” tanya Alexa bingung.

“Iya, Riga. Diakan kalau sama aku galak, kayak Raja Singa.”

Mendengar julukan baru untuknya membuat Riga berdecak kesal. Sejak kapan cewek cerewet itu mempunyai panggilan kesayangan, eh bukan tapi julukan. Berbeda dengan Riga yang menanggapinya dengan kesal, Alexa justru tertawa. Sebab sebelumnya siapapun tak ada yang berani pada Riga kecuali, Reina.

“Dia masih suka marah-marah sama kamu?”

“Hmmm, kadang juga dia ngatain aku. Padahalkan aku manis.”

“Riga emang sering seperti itu, tapi sebenarnya baik. Cuma harus sabar aja menghadapi si Raja Singa satu ini.”

Seperti sudah jatuh tertimpa tangga pula, itu sekiranya yang Riga rasakan. Setelah sebelumnya dipaksa oleh Alexa untuk menemaninya makan malam diluar, kini dia harus bertemu dengan Reina. Kedua perempuan beda generasi itu terus saja berbincang-bincang tak ada hentinya.

Riga merasa telinganya sangat panas. Topik yang mereka bicara seputarnya dirinya. Alexa bahkan membuka aibnya ketika kecil dulu.

“Kelas lima SD masih ngompol? Ahahaha, malu-maluin banget.” Reina tertawa puas mendengar hal itu. Begitupun dengan Alexa.

“Parahnya dia ngompol pas lagi ada acara kemah di sekolahnya. Dia nangis minta dijemput malem-malem.”

“Mah, udah deh.” pinta Riga jengah dengan kelakuan ibunya itu.

‘Ih seru tahu, kapan lagi bisa gosipin kamu.”

“Aku kira cowok Riga itu perfect ternyata orang keren punya sisi memalukan juga ya.” Reina menutup wajahnya tiba-tiba, dia teringat ke jadian di kamar mandi sekolah. Pertemuan awalnya dengan Riga. Mengingat hal itu membuat pipi Reina memanas.

“Kamu kenapa?” tanya Alexa melihat perubahan di raut wajah Riga.

“Keinget kejadian di toilet sekolah tante.”

Ciiiiit

“Bisa diem gak lo!” bentak Riga pada Reina begitu mobilnya berhenti.

“Riga,” Alexa memperingatkan agar putranya itu tidak bersikap kasar pada perempuan.

Cowok itu mematikan mesin mobilnya, mencabut kunci dan segera turun dari sana. Mereka sudah sampai di sebuah restoran Jepang langganan Alexa. Melihat kemarahan Riga, Reina jadi lebih hati-hati lagi untuk berucap meski sebenarnya dia ingin tertawa. Sebisa mungkin dia menahan tawanya.

***

Hampa, kosong dan sepi itulah dirasakan Reina setiap kali dia menginjakan kaki dirumahnya. Rumah yang dulu pernah terasa hangat kini menjadi sangat dingin. Bukan karena udara di luar yang berubah, melainkan karena para penghuninya yang tak lagi beriterkasi sehangat dulu.

Tak pernah ada balasan salam ketika dirinya masuk sambil mengucapkan salam. Seperti yang sudah-sudah ucapan salam dari Reina tak pernah dibalas. Seakan seperti angin lalu.

Assalamu’alaikum,” ucapnya begitu dia memasuki rumah yang menyimpan banyak kenangan manis tentang masa kecilnya. Reina terus berjalan masuk, di ruang keluarga dia melihat Sheila yang sedang tertawa menonton acara komedi.

Bahu Reina merosot lesu melihat Sheila yang tak lagi menganggapnya ada. Meski begitu Reina tetap mencoba mendekati Sheila. “Acaranya seru ya?” tanya Reina sambil mendudukan dirinya di samping Sheila.

Cewek bernama Sheila itu hanya meliriknya seakan menunjukan bahwa seorang Reina tak cukup berarti baginya. Sekali lagi Reina berusaha mengajak saudara perempuannya itu berbicara. Dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tasnya. “Tadi aku lihat gantungan kunci ini, aku jadi ingat kamu.” Reina mengeluarkan gantungan kunci dengan bantul kepala Doraemon, tokoh kartun kesukaan Sheila.

Sheila tak menggubris, cewek berambut panjang bergelombang dibagian ujungnya itu hanya fokus pada acara komedi di depannya. Dia tertawa tanpa memperdulikan Reina yang duduk di sebelahnya.

“Sheila, ini buat ka....”

“Jangan pegang gue!” bentak Sheila ketika Reina menggapai tangannya. Merasa terusik dengan kehadiran Reina, Sheila beranjak pergi meninggalkan Reina yang berusaha menahan tangisnya.

Matanya berkaca-kaca melihat Shiela yang menaiki anak tangga menjauhinya. Reina rela jika dimarahi habis-habisan, karena itu artinya orang tersebut masih peduli padanya. Namun, jika didiamkan Reina tak sanggup. Hal itu juga yang Sheila lakukan padanya, mendiamkannya menganggapnya seolah-olah tak pernah ada.

Bolehkan Reina berterik pada Tuhan yang kini mempermainkan takdirnya?

Bolehkan dia protes meminta Tuhan agar mengganti takdirnya?

Atau membuatnya tiada? Agar dia tak merasakan bagaimana itu luka? Bagaimana itu dibenci keluarganya sendiri?

Sakit, ketika bertahun-tahun harus hidup dibenci oleh keluarganya sendiri.

Perih, ketika diabaikan. Guratan-guratan sembilu di hatinya semakin menganga, luka yang tak pernah kering itu kini harus kembali tersiram airmata. Sekali lagi, perih.

Dengan langkah gontai Reina menuju kamarnya yang berada terpisah dari rumah utama. Kamarnya ada di belakang rumah utama, satu ruangan khusus yang hanya untuk dirinya. Itu membuat Reina merasa semakin di asingkan.

Ruangan berukuran enam kali lima meter itu menjadi kamarnya. Dibuat dari papan-papan kayu yang disusun dengan apik. Bagian atapnya berwarna hijau, dan ada bunga-bunga pada bagian luarnya.

Reina menyebutnya rumah mungil. Rumah yang hanya untuknya seorang. Ah, tidak rumah mungil itu dulu pernah menjadi istana untuknya dan Sheila. Dulu, meski begitu Reina masih berharap suatu saat nanti rumah mungil itu bisa kembali menjadi istana untuknya dan Sheila.

Tubuh yang terasa lelah membuat Reina segera memberisihkan dirinya. Dia ingin segera terlelap di atas tempat tidur mungilnya. Dinding-dinding kayu yang dicat serupa warna aslinya menambah kesan alami. Single bed dengan seprai berwarna biru muda ada di satu sisi dinding dekat jendela, lalu meja belajar berukuran kecil, dua arm chair berwarna biru, dan satu lemari kayu.

Setelah membersihkan dirinya Reina keluar dari kamar mandi dengan piama tidurnya yang berwarna biru dengan motif bunga sakura. Reina duduk di atas karpet berbulu menyandarkan punggungnya pada tempat tidurnya.

“Kangen ayah, kangen kak Aresh, kangen mama Hilda, kangen Shaka.” lirihnya, lalu kedua lututnya ditekuk untuk dipeluknya. Otaknya memikirkan segala hal yang pernah terjadi di dalam kehidupanya. Bibirnya melengkungkan senyuman ketika mengingat kejadian manis yang pernah dilewatinya, namun sedetik kemudian Reina terisak ketika ingatannya menggapai bagaiman luka itu terbentuk hingga terus membesar sampai detik ini.

Membenamkan kepalanya diantara lipatan tangan dan lututnya, tangis Reina semakin menjadi. Bahunya bergetar hebat tak sanggup lagi menahan kesedihannya. Rasanya tak ada yang bisa mendengar tangisannya, selain malam dan dirinya sendiri. Kesedihannya menjadi kidung luka yang menemani malam.

“Kak Aresh, Reina kangen.”

 

Gimana perasaan kalian setelah membaca sejauh ini?

kasih komentar dan review-nya. terimakasih banyak,

Regarad dari aku si amatiran

 

How do you feel about this chapter?

0 0 0 1 0 6
Submit A Comment
Comments (6)
  • yurriansan

    Ceritamu menarik dari awal, apalgi pggmbran tokohmu. manusiawi bget, (ada kelamahnnya) suka. tapi aku baca masih bnyak yg typo. bnyk hruf yng kurang juga.
    dan ini kan chapternya sudah ada judul, jdi di body text kya'nya gk perlu ditulis lgi judul chpternya. kalau mau di tulis enternya kurang kebawah. semangat yaaa

    Comment on chapter Pertemuan Yang Buruk
  • yellowfliesonly

    @lanacobalt tidak ada Adit di sini, adanya abdi. haha....

    Comment on chapter Takut Yang Enggan Pergi
  • lanacobalt

    Saya menebak pria berjaket merah itu bukan Aresh, tapi Adit. hahaha
    Saya suka tokoh Reina, terkadang orang yang ceria belum tentu tidak punya masalah.
    Ditunggu kelanjutannya, semangat nulisnya.
    Jangan lupa mampir ke ceritaku, ya.

    Comment on chapter Takut Yang Enggan Pergi
  • Ahnafz

    Duh Reina bikin gemes aja :)

    Comment on chapter Pertemuan Yang Buruk
  • Awaliya_rama

    Duh, Riga dipacarin doang tp, gak dicintai

    Comment on chapter Permintaan Maaf
  • Kitkat

    Next kak hehe

    Comment on chapter Riga Si Anak Rumahan
Similar Tags
WALK AMONG THE DARK
806      445     8     
Short Story
Lidya mungkin terlihat seperti gadis remaja biasa. Berangkat ke sekolah dan pulang ketika senja adalah kegiatannya sehari-hari. Namun ternyata, sebuah pekerjaan kelam menantinya ketika malam tiba. Ialah salah satu pelaku dari kasus menghilangnya para anak yatim di kota X. Sembari menahan rasa sakit dan perasaan berdosa, ia mulai tenggelam ke dalam kegelapan, menunggu sebuah cahaya datang untuk me...
Warna Rasa
12642      2203     0     
Romance
Novel remaja
Sherwin
371      250     2     
Romance
Aku mencintaimu kemarin, hari ini, besok, dan selamanya
Cinta Pertama Bikin Dilema
5010      1382     3     
Romance
Bagaimana jadinya kalau cinta pertamamu adalah sahabatmu sendiri? Diperjuangkan atau ... diikhlaskan dengan kata "sahabatan" saja? Inilah yang dirasakan oleh Ravi. Ravi menyukai salah satu anggota K'DER yang sudah menjadi sahabatnya sejak SMP. Sepulangnya Ravi dari Yogyakarta, dia harus dihadapkan dengan situasi yang tidak mendukung sama sekali. Termasuk kenyataan tentang ayahnya. "Jangan ...
Menuntut Rasa
485      369     3     
Short Story
Ini ceritaku bersama teman hidupku, Nadia. Kukira aku paham semuanya. Kukira aku tahu segalanya. Tapi ternyata aku jauh dari itu.
Be My Girlfriend?
16845      2626     1     
Fan Fiction
DO KYUNGSOO FANFICTION Untuk kamu, Walaupun kita hidup di dunia yang berbeda, Walaupun kita tinggal di negara yang berbeda, Walaupun kau hanya seorang fans dan aku idolamu, Aku akan tetap mencintaimu. - DKS "Two people don't have to be together right now, In a month, Or in a year. If those two people are meant to be, Then they will be together, Somehow at sometime in life&q...
My Andrean
10971      1912     2     
Romance
Andita si perempuan jutek harus berpacaran dengan Andrean, si lelaki dingin yang cuek. Mereka berdua terjebak dalam cinta yang bermula karena persahabatan. Sifat mereka berdua yang unik mengantarkan pada jalan percintaan yang tidak mudah. Banyak sekali rintangan dalam perjalanan cinta keduanya, hingga Andita harus dihadapkan oleh permasalahan antara memilih untuk putus atau tidak. Bagaimana kisah...
Ghea
471      309     1     
Action
Ini tentang Ghea, Ghea dengan segala kerapuhannya, Ghea dengan harapan hidupnya, dengan dendam yang masih berkobar di dalam dadanya. Ghea memantapkan niatnya untuk mencari tahu, siapa saja yang terlibat dalam pembunuhan ibunya. Penyamaran pun di lakukan, sikap dan nama palsu di gunakan, demi keamanan dia dan beserta rekan nya. Saat misi mereka hampir berhasil, siapa sangka musuh lamany...
Dibawah Langit Senja
1607      943     6     
Romance
Senja memang seenaknya pergi meninggalkan langit. Tapi kadang senja lupa, bahwa masih ada malam dengan bintang dan bulannya yang bisa memberi ketenangan dan keindahan pada langit. Begitu pula kau, yang seenaknya pergi seolah bisa merubah segalanya, padahal masih ada orang lain yang bisa melakukannya lebih darimu. Hari ini, kisahku akan dimulai.
Haruskah Ku Mati
52704      5847     65     
Romance
Ini adalah kisah nyata perjalanan cintaku. Sejak kecil aku mengenal lelaki itu. Nama lelaki itu Aim. Tubuhnya tinggi, kurus, kulitnya putih dan wajahnya tampan. Dia sudah menjadi temanku sejak kecil. Diam-diam ternyata dia menyukaiku. Berawal dari cinta masa kecil yang terbawa sampai kami dewasa. Lelaki yang awalnya terlihat pendiam, kaku, gak punya banyak teman, dan cuek. Ternyata seiring berjal...