Namanya Zim
Pagi pukul jam 06.00 gadis berambut panjang itu terbangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia membuka gorden kamarnya dan jendela sambil memikirkan quote kemarin yang ia dapatkan. Namun pikiran itu buyar karena hp Piya berdering. Tampaknya, Raka yang menelpon Piya. Ia pun langsung mengangkat telepon dari Raka.
“Halo, ada apa Ka pagi-pagi udah telepon.”
“Hehe, maaf Piy udah gangguin hp elo yang sepi mamring itu.” Ucapnya sambil tertawa.
Memang selama ini hp Piya itu selalu sepi, maklum saja ia tidak memiliki tambatan hati.
“Ih, apasih kau gak usah ngejek deh.”
“Hehe, becanda-becanda. Maksud aku nih mau ngajak kamu nanti malam datang ke acara aku dan band aku.”
“Acara apa, memang kamu punya band Ka?”
“Ih, nih anak gak peka banget jadi teman. Selama ini elo kemana aja sih, sampai-sampai gak tau kalau teman sendiri udah punya band dan sering tampil di kampus. Payah payah.”
“Hehe, ya maaf Ka.” Acara apa sih dan jam berapa?”
“Hari ini kan sabtu malam minggu, pasti kau libur kerja kan? Jadi usahain datang ya, kali ini. Nanti malam jam 7 di depan kampus, ada acara festival budaya dari berbagai macam daerah.”
“Oalah, oke deh Ka. Tolong bilang Riana ya suruh jemput aku.”
“Wah siap buk bos. Yaudah ye aku tutup dulu, selamat hp kembali sepi.”
“Ih, dasar nih anak.” Ucap Piya sambil menutup telepon dari Raka itu.
Setelah menutup telepon dari Raka itu, Piya membersihkan kamar dan tak lupa menempelkan quote ke-2 dari seorang misterius itu di dingding kamarnya. Ia pun membacanya kembali. Lagi-lagi Piya tersentuh oleh quote itu, dan ia pun sedikit sadar bahwa benar saja luka akan kehilangan itu tidak bisa lenyap, karena ia sendiri belum ikhlas kehilangan sosok ayahnya. Dan kali ini ia meneguhkan hatinya bahwa ia bisa mengikhlaskan kepergian ayahnya.
“Ayah, kali ini Piya berusaha ikhlas. Maaf kan Piya ya yah.” Ucapnya sambil memandang foto ayahnya yang berada di dingding kamar dan menangis.
Hari libur kuliah ini Piya sempatkan untuk membantu Ibunya berjualan sayur keliling. Sembari membantu ibunya ia yakinkan kembali hatinya untuk ikhlas dan memulai kehidupan selanjutnya serta berusaha untuk membanggakan ibunya.
“Ikhlas, ikhlas. Aku harus memulai kehidupan selanjutnya mulai hari ini dan berusaha membuat Ibu bangga.” Ucapnya dalam hati dan tersenyum.
Tak terasa Matahari mulai menghilang dari tempat persinggahannya, ia memilah-milah baju yang digunakan ke acara band nya Raka. Nampaknya, ia memutuskan untuk memakai kaos bewarna putih serta jaket pink muda dan dipadukan dengan celana jeans. Gadis manis itu tampil cantik dengan rambut panjangnya yang ia biarkan terurai. Jarang sekali memang ia mengurai rambut panjangnya itu, tak heran jika ia terlihat sangat cantik malam ini. Jam menunjukkan pukul jam 19.00 Riana sampai di rumah Piya, ia pun langsung berangkat menaiki sepeda matic bewarna putih milik Riana. Sesampai di depan kampus, Raka menghampiri Piya dan Riana yang sedang memakirkan sepeda.
“Hai beb.” Sapanya ke Riana.
“Nih anak mulai deh manggil seperti itu, malu tau.” Ucap Riana sambil memakirkan sepeda di tempat parkir.
“Biar deh beb, sekali-kali.”
“Ehem. Kacang goreng 5000 1.” Ucap Piya.
“Hehe, maaf bro gak nyapa kau.” Ucap Raka sambil cengar cengir.
“Eh, ayok aku kenalin sama band aku. Btw gitu dong bro, senang kalau lihat elo mulai nglawak lagi.” Ucap Raka sambil menepuk punda Piya.
Raka membawa Riana serta Piya menuju belakang panggung pergelaran festival budaya untuk ia kenalkan dengan band nya.
“Eh, teman-teman sini dong.” Ucap Raka sambil melambaikan tangan ke arah teman-temanya.
“Nih, teman-temanku. Piy, sekedar informasi buat kau. Aku nih jadi gitaris DIKATZI band.”
“DIKATZI band nama band kau?” tanya Piya
“Iya DIKATZI band ini diambil dari singkatan nama personilnya. Andika, Raka, Dodit, dan Zim. Nih kenalin Andika sebagai vokalis.” Ucap Raka sambil menunjuk ke Andika.”
“Hai, aku Andika.” Ucap Andika sambil mengulurkan tangannya ke Piya.
“Piya.” Ucapnya dengan singkat sambil menerima uluran tangan Dika.
“Kalau yang ini Dodit, sang Drummer.”
“Hai neng. Aku Dodit, bisa dibilang penyegar suasana. Seperti yang dilihat, Aku nih memiliki wajah yang dingin, pantas aja aku nih tukang penyegar suasana kala diantara kami terlibat konflik.” Ucapnya sambil mengulurkan tangan.
“Hehe, Piya.” Jawabnya sambil menerima uluran tangan Dodit.
“Halah, wajah dingin es kali.” Jawab Raka. Diiringi dengan gelak tawa Dika, Riana, Dodit, dan Piya.
“Eh, btw sang keyboardist kita mana nih? Ucap Raka.
“Tau tu, dari tadi belum juga datang.” Ucap Andika sambil melihat Piya.
Nampaknya Dika mulai terpesona oleh Piya. Tiba-tiba sosok laki-laki yang memakai kemeja kotak-kotak perpaduan hitam dan putih mulai muncul di ambang pintu. Lalu, ia menyapa Raka dan personil DIKATZI lainnya.
“Hai Rak, Dik, Dit. Maaf nih aku baru datang.” Ucapnya sambil meletakkan tas.
Piya spontan heran, ternyata ia ketemu lagi dengan cowok itu. Ia pun mencoba memalingkan wajahnya ke arah Riana sambil menutupi wajahnya dengan tangan.
“Ini nih Piy. Sang keyboardist handal dari DIKATZI band, namanya Razim al-fatih bisa dipanggil Zim.”
Piya masih tetap dengan posisi menghadap ke Riana serta menutupi wajahnya dengan satu tangan. Sementara Zim mengulurkan tangannya.
“Woy, bro kenapa lu pakai malu-malu segala. Nih teman aku juga.” Ucap Raka.
Piya pun membalikkan badan ke arah Raka dan pamitan ke kamar mandi dengan menyeret tangan Riana. Sementara Ia mengabaikan uluran tangan Zim.
“Eh Ka, aku ke kamar mandi dulu ya.” Ucapnya sambil menyeret tangan Riana
Raka melihat wajah Piya, ia heran dan tersenyum dengan kelakuan Piya.
“Eh Zim maafin teman aku ya? Tau tuh kenapa, mungkin gara-gara kebelet.” Ucap Raka.
“Haha, santai bro. Btw itu teman kamu?” Tanya Zim sambil tersenyum.
“Iya bro. Teman satu jurusan tapi beda kelas.” Jawab Raka.
“Oh, siapa tadi namanya?”
“Piya. Yaudah, kita siap-siap tampil nih guys.” Ucap Raka sambil meninggalkan Zim dan personil lainnya.
Disisi lain, di depan kamar mandi Piya memasang muka kesal dan keringatnya bercucuran sambil mondar mandir. Riana heran dengan tingkah laku Piya, ia pun menanyakannya.
“Piy, kamu kenapa? Kok memasang wajah kesal dan keringatan sambil mondar mandir lagi. Bukannya kamu mau ke kamar mandi mau pipis ya?” Tanya Riana sambil duduk di kursi depan kamar mandi sambil memandang Piya yang sedari tadi mondar-mandir.
“Panjang ceritanya Na. Aku sebenarnya ke sini gak kebelet kok, tapi aku menghindar dari si ngeselin.” Ucap Piya sambil duduk disamping Riana.
“Hah, siapa? Maksud kamu Zim?”
“Yap. Dia itu ngeselin Na. Dan kenapa kita harus bertemu lagi? Apalagi dia temen Raka?” Ucapnya sambil menopang tangannya ke dagu.
“Tunggu, tunggu kau bertemu dia? Kapan? Dan kalian saling mengenal?”
“Iya Na. Kita awal bertemu di toko Bukas, dan dia yang merebut buku kesukaanku. Dia juga sok akrab, kemudian kita bertemu lagi di halte, terus di tempat kerjaku. Dan herannya lagi dia bilang kalau itu takdir, dan bilang kalau Tuhan sengaja mempertemukan kita karena memang ada maksud dibalik itu.”
“Mungkin ada benarnya.” Jawab Riana sambil tersenyum.
“Na? Kamu membenarkannya?”.
“Iya. Kamu dan dia udah bertemu berkali-kali, ya disebut apalagi kalau bukan takdir.”
“Sekedar kebetulan.”
“Enggak ada yang kebetulan Piy. Itu memang sengaja Tuhan mempertemukan kamu dengannya karena ada maksud dibalik itu. Mungkin Tuhan mengirimkan dia untuk menghapus lukamu. Satu lagi Piy, dia itu laki-laki baik dan tegar. Beruntung kamu Piy bisa mendapatkannya.”
“Ih, ngomong apa sih. Aku pulang deh ya, males ketemu cowok tengil.”
“Please Piy. Temenin aku. Kasihan Raka, kalau ditinggal pulang. Kita kan udah janji untuk support dia.”
“Iya deh Iya.”
Piya dan Riana ke depan panggung untuk menyaksikan DIKATZI band tampil. Kali ini DIKATZI band menyanyikan lagu jadilah legenda yang dinyanyikan oleh Superman Is Dead. Karena berhubung acara festival budaya berbagai macam daerah maka DIKATZI band menyanyikan lagu tersebut. Lagu tersebut berisikan tentang keindahan alam, keanekaragaman, dan berbagai budaya yang ada di Indonesia. Ada sebuah pesan tersendiri dalam lagu tersebut. Pesan ini mencoba untuk mengingatkan anak muda untuk lebih mencintai tanah airnya, menjaga alam, dan toleransi terhadap banyaknya perbedaan agama, budaya, suku, dan ras. Ketika Piya dan Riana menikmati lagu tersebut, banyak cewek-cewek yang membicarakan Zim.
“Eh, Zim keren banget ya pantesan banyak yang suka.” Kata cewek-cewek sebelah Piya.
Tiba-tiba si Astra datang ke kerumunan cewek-cewek tersebut.
“Eh eh, pada ngomongin Zim. Aduh, Zim itu pacar aku.” Ucapnya dengan percaya diri.
“Loh loh masak Zim pacaran sama kamu tra. Gak mungkin.”
“Yaudah kalau gak percaya. Aku kan cantik jadi wajar lah kalau punya pacar kayak Zim.”
“Ish, Pede banget kamu tra.”
Piya yang tidak sengaja mendengarkan pembicaraan Astra tadi langsung memasang wajah kesal sambil memandangi Zim. Dalam batinnya ia merasa dibohongi oleh Zim. Zim yang selama ini seolah-olah mengejarnya itu hanya mempermainkan Piya. Tanpa sepatah katapun Piya langsung pergi meninggalkan Riana yang masih asyik menyemangati Raka. Selang beberapa waktu Riana mengetahui bahwa Piya tak ada disampingnya, Riana pun mencari disekitar pergelaran festival budaya tersebut, tapi hasilnya nihil. Ia pun memutuskan untuk pulang. Disisi lain, Piya sudah berada di kamarnya. Ia memasang wajah kesal, tapi ia pun tak tahu mengapa ia kesal mendengar ucapan gadis tadi yang mengaku sebagai pacarnya Zim.
“Ih, nyebelin tu orang. Kenapa php (pemberi harapan palsu), ujung-ujungnya udah punya pacar. Dasar cowok playboy.” Ucap Piya sambil manyun.
Lalu hp Piya berdering, telepon dari Riana. Ia pun langsung mengangkatnya.
“Halo Piy, kau dimana? Tiba-tiba menghilang?” Ucap Riana dengan nada khawatir.
“Maaf ya Na, Aku pulang duluan. Maaf .” Jawab Piya.
“Oke dah, aku kirain kamu kemana. Yaudah deh.”
“Oke.” Ucap Piya sambil mematikan telepon.
Setelah mematikan telepon ia mengambil buku hijau dari tasnya dan menuliskan sesuatu.
Aku akhirnya mengetahui siapa cowok pemakai kemeja kotak-kotak itu.
Laki-laki menyebalkan yang akhir-akhir ini selalu bertemu denganku.
Namanya Zim. Tak kusangka ia ternyata satu band dengan sahabatku.
Awalnya aku percaya dengan kata-katanya yang menyakinkanku bahwa aku dan dia memang sengaja dipertemukan karena itu takdir dari Tuhan, dan Tuhan mempunyai maksud mempertemukan kita.
Namun, ternyata ia memiliki seorang kekasih.
Aku rasa ia benar-benar mencoba menipuku.
Supaya nanti aku sakit hati.
Ah, kenapa aku bisa semarah ini?
Penipu.
Ia menutup kembali buku tas hijaunya itu dan mendengarkan lagu sambil tidur di tempat tidurnya.