“Ganti baju sana,” perintah Aram dengan nada datarnya saat melihat Aretha yang saat ini mengenakan hoodie dengan celana pendek. “Acaranya semi formal, nanti lo salah kostum,” jelas Aram saat melihat gerak-gerik Aretha yang akan protes.
“Harus?” tanya Aretha.
“Kalo lo mau kayak orang nyasar sih, gak usah ganti,” balas Aram.
“Iya-iya gue ganti, lo tunggu sini,” dengus Aretha lalu berjalan masuk ke dalam kamarnya meninggalkan Aram di ruang keluarga yang juga merangkap sebagai ruang tamu apartemennya.
Sepuluh menit kemudian, Aretha keluar dari kamarnya dengan heels di tangan kanannya. Aram menoleh saat mendengar suara pintu terbuka dan menatap Aretha yang dibalas tatapan sebal Aretha.
“Harus banget ya?” tanya Aretha dengan ekspresi yang mendadak memelas.
“Terserah,” jawab Aram datar karena Aretha sudah bertanya pertanyaan yang sama berkali-kali.
“Ih, Aram!” protes Aretha berjalan menghampiri Aram yang sudah kembali fokus dengan handphone-nya.
“Udah? Kalo udah, ayo jalan, nyokap gue gak suka sama orang yang suka telat,” ucap Aram sambil bangkit berdiri, lalu matanya tertuju pada heels di tangan kanan Aretha. “Gue gak mau denger lo ngeluh pegel ya, salah lo sendiri pake setinggi itu,” ucap Aram menatap Aretha dengan tatapan memperingati. “Kalo udah pendek, ya, pendek aja,” tambah Aram.
“Lo aja yang ketinggian,” bantah Aretha cepat.
“Gak usah ngelak, lo emang pendek,” kekeh Aram.
“Bandingin aja terus!”
“Gue gak lagi ngebandingin lo sama siapapun,” Aram mengernyit dengan tatapan bingung.
“Ngaku aja. Lo lagi ngebandingin gue sama mantan lo yang tinggi itu.”
“Sky?” tanya Aram.
“Siapa lagi? Oh iya, lupa, mantan lo dimana-mana,” cetus Aretha.
“Mantan gue cuman dia,” jelas Aram. “Dan lo, selanjutnya.”
t h e b e t
Aram memarkirkan mobilnya di area tempat parkir restoran yang menjadi tempat tujuan mereka sejak awal, restoran milik ibu Aram yang malam ini melakukan acara pembukaannya.
“Jangan malu-maluin gue,” ucap Aram saat mereka mulai berjalan menuju pintu masuk.
“Ya kalo lo merasa malu ngajak gue, mending gak usah. Atau lo ajak aja mantan lo,” sinis Aretha.
“Jangan bawa-bawa topik yang berhubungan sama Sky bisa?” tanya Aram.
“Kenapa? Takut suka lagi?” tanya Aretha dengan gaya menantang.
“Nyokap gue,” ucap Aram saat tidak jauh di hadapan mereka berdiri seorang wanita yang berumur hampir setengah abad. Aretha mendengus malas saat Aram mengabaikan pertanyaannya.
“Aretha,” panggil Alan dari arah belakang Aram dan Aretha membuat keduanya menoleh ke belakang.
Aretha tersenyum melihat Alan, lalu tatapannya beralih pada perempuan yang berdiri di samping laki-laki itu. Perempuan dengan rambut digerai dan lebih tinggi dari Aretha.
“Kenalin, tunangan gue,” jelas Alan lalu melirik ke sampingnya.
“Veronica, panggil aja V, V kayak lo ngomong v dalam bahasa inggris, bukan Ve,” jelas perempuan di sebelah Alan panjang lebar sembari mengulurkan tangannya.
“Cuman gue yang manggil dia Ve,” ucap Alan terkekeh.
Aretha tersenyum lalu membalas uluran tangan Veronica. “Aretha.”
“Acara pembukaannya dimulai satu jam lagi, ini cuman makan malem keluarga inti doang,” jelas Alan.
“Gue bawa Aretha ke mama dulu, daritadi dia udah ngeliatin Aretha. Kepo banget,” ucap Aram lalu menggandeng tangan Aretha dan menyeret perempuan itu menuju tempat ibunya berdiri.
“Tante,” sapa Aretha dengan senyum saat mereka sudah sampai di depan ibunya Aram.
“Pacar kamu, Ram?” tanya ibu Aram melihat ke arah anaknya, mengabaikan sapaan Aretha.
“Iya,” jawab Aram singkat.
“Kok mukanya kayak familiar ya?” tanya ibu Aram beralih menatap Aretha lagi dengan tatapan menyelidik. “Aletha ya? Anaknya Lita kan?”
“Aretha, tante,” ralat Aretha.
“Nama anaknya Lita, bukannya Aletha? Tante pernah ketemu kamu beberapa bulan yang lalu, lupa ya?” tanya ibu Aram keukeuh.
“Aku Aretha, tante,” ulang Aretha. “Aletha itu, kembaran aku.”
“Eh? Lita gak pernah cerita kalo punya anak kembar.”
“Mam,” tegur Aram. “Nanyanya jangan kelewatan,” ucap Aram.
“Mama kan cuman nanya. Kamu gak usah ikut campur, udah bagus mama kasih kebebasan ke kamu buat bikin masalah sana-sini,” ucap ibu Aram melotot. “Eh, tante penasaran. Gimana caranya kamu bikin Aram move on dari mantannya?” tanya ibu Aram menatap Aretha dengan tatapan menggoda.
“Eh?” tanya Aretha salah tingkah.
“Oh, ada satu lagi yang bikin tante lebih penasaran. Kok kamu mau sama Aram?” tanya ibu Aram, tidak peduli dengan keberadaan Aram yang berdiri di samping Aretha. “Secara, Aram kan tukang bikin masalah. Berandal.”
“Jujur, aku juga bukan murid yang bakal ngikutin semua kata guru, tan. Malah kata kakaknya Aram, aku itu versi ceweknya Aram di sekolah,” jelas Aretha tidak peduli jika nantinya ibu Aram akan mencapnya sebagai murid yang senang membuat masalah juga.
“Tante anggap itu wajar kok. Makanya tante kasih kebebasan buat Aram, asal jangan kebablasan. Kalian harus nikmatin masa-masa SMA kalian, karena nanti lulus, habis itu kuliah, masa kuliah kalian gak akan lagi sama kayak masa SMA,” jelas ibu Aram membuat Aretha cukup terkejut. Jarang sekali dia menemukan orangtua yang berbicara seperti itu.
t h e b e t
Aretha terus mengikuti Aram setelah makan malam dengan orangtua Aram, kakak dan tunangannya selesai. Tamu-tamu undangan ibu Aram sudah mulai berdatangan. Sedangkan Aretha baru saja mengucapkan selamat ulang tahun pada ibu Aram karena Aram baru memberi taunya jika acara ini adalah acara pembukaan restoran ibu Aram yang bertepatan dengan ulang tahunnya. Hal itu membuat Aretha tidak enak pada ibu Aram karena tidak membawa hadiah apapun, tapi untungnya ibu Aram yang kelewat ramah dan hangat itu mengerti dan malah meminta Aretha untuk berjanji padanya sebagai kado ulang tahun. Janji yang membuat Aretha merasa sangat bersalah, ibu Aram ingin hubungan Aram dan Aretha berjalan mulus.
Aretha terus mengekori Aram sampai laki-laki itu bertanya, “gue mau ke toilet, lo mau ikut? Tunggu di sini.” Sampai Aram berbicara seperti itu, Aretha baru berhenti mengikuti Aram dan menunggu di tempat laki-laki itu menyuruhnya menunggu.
“Hai?” sapa seorang laki-laki yang tiba-tiba sudah berdiri di samping kiri Aretha saat perempuan itu sedang memperhatikan keadaan sekitar.
Melihat Aretha tidak juga menjawab sapaannya dan hanya menatapnya dengan tatapan datar, laki-laki itu kembali berkata, “daritadi gue liat lo ngikutin Aram terus, pacarnya ya?”
Aretha tetap tidak menjawab dan mempertahankan tatapan datarnya membuat laki-laki itu tersenyum miring. “Kenalin, nama gue Elden, panggil aja El, gue sepupunya Aram,” ucap laki-laki itu sembari mengulurkan tangannya yang pada akhirnya tidak dibalas oleh Aretha, melainkan hanya mendapat lirikan beberapa detik membuat laki-laki itu terpaksa menarik kembali uluran tangannya.
“Ngapain lo di sini?” Suara Aram membuat Aretha melirik ke samping kanannya, tempat asal suara Aram di pendengarannya.
“Masa nyokap lo ulang tahun gue gak dateng, kebetulan juga gue lagi di Indo,” jelas Elden santai sambil menatap Aram. “Ni cewek. Daritadi gue ajak ngobrol, ngajak kenalan, gak dijawab. Lo bisu atau gimana?” ucap Elden diakhiri dengan tatapan heran yang ditujukan pada Aretha.
“Dia punya gue, jangan diganggu,” ucap Aram santai.
“Weitss, tenang. Gue bukan tipe orang yang bakal ngerebut punya sepupu sendiri.”
“Kalo lo berani, lo tau akibatnya.”
***
Aram alay? Padahal kenal sama Aretha aja belom sampe sebulan.