Masa SMA adalah hal yang paling Shila tunggu. Bukan karena berharap akan mengalami kisah romantis seperti di novel-novel yang sering ia baca yang memang tokohnya adalah anak SMA. Shila hanya berharap semoga masa SMA sedikit lebih baik. Mengingat masa SMP-nya yang kurang mengesankan membuat Shila ingin memperbaiki semuanya di masa SMA. Saat di SMP Shila bukanlah murid berprestasi yang sering menyerahkan piala saat upacara bendera. Ia juga bukan most wanted yang dikenal banyak orang. Shila hanyalah murid kurang terkenal yang biasa-biasa saja. Semoga masa SMA adalah awal dari segala harapannya.
“Shila? Kita sekelas?” ucap seorang siswi yang kebetulan duduk di depan Shila.
“Eh, Sani. Iya kita sekelas, duduknya deketan lagi,” jawab Shila. Sani adalah teman satu ekskul Shila saat di SMP.
Seorang guru memasuki kelas 10 IPA 4. Semua siswa segera menghentikan aktivitas saling berkenalan mereka dan langsung duduk rapi.
“Selamat pagi anak-anak.”
“Pagi, Pak,” jawab semua siswa serempak.
“Perkenalkan nama saya Adnan. Saya akan menjadi wali kelas kalian selama satu tahun ke depan. Kalau sama saya santai aja, ya. Nggak usah tegang,” ucapan Pak Adnan mengundang tawa seluruh siswa.
Setelah itu Pak Adnan menyuruh semua siswa untuk memperkenalkan diri mereka masing-masing. Satu per satu siswa maju untuk memperkenalkan diri. Ada yang malu-malu bahkan ada juga yang terlalu percaya diri sampai menyebutkan nama akun instagram-nya.
“Baik, semoga kita semua bisa saling mengenal, ya. Nah, sekarang kita harus menentukan ketua kelas. Ada yang mau mencalonkan diri?” tanya Pak Adnan.
Semua terdiam. Mungkin ada yang berminat tapi tidak berani.
“Kalau begitu, kita voting saja. Siapkan kertas kecil lalu tulis nama orang yang menurut kalian pantas jadi ketua kelas.”
“Nggak pake kandidat, Pak? Kan belum hapal nama-namanya?” tanya seorang siswa.
“Kalau nggak tahu namanya tulis aja ciri-cirinya, misalnya yang duduk di bangku paling pojok sebelah kiri.”
Shila sendiri bingung harus menuliskan nama siapa. Selain belum hapal semua namanya Shila juga takut salah memilih orang. Saking bingungnya Shila akhirnya mengikuti Maura yang menuliskan nama ‘Bayu’.
“Kamu, ke sini!” Pak Adnan menunjuk seorang siswi.
“Saya, Pak?” Shila menunjuk dirinya sendiri.
“Iya, kamu juga.” Pak Adnan jugamenunjuk Alfi?siswi yang duduk di sebelah Sani.
Shila dan Alfi maju ke depan. Ternyata Pak Adnan menyuruh mereka untuk mengumpulkan kertas yang berisi nama calon ketua kelas. Shila berjalan ke barisan siswa laki-laki sedangkan Alfi ke barisan perempuan. Shila mengambil satu persatu kertasnya.
“Nih, Shil. Kita sekelas lagi, ya.” Shila mengambil ketas milik siswa itu.
“Bosen gue sekelas sama lo terus,” jawab Shila yang hanya dibalas cengiran oleh lelaki itu.
Shila melanjutkan kembali langkahnya.
“Nih, sayang.”
Shila refleks memelototkan matanya sementara orang yang berucap tadi malah tersenyum sok manis.
***
“Hahaha, masa baru aja ketemu udah dipanggil sayang.” Cewek berkaca mata itu masih terkekeh akibat mendengar cerita Shila.
“Udah deh, Mel. Lo ngetawain gue mulu.” Shila sudah sangat kesal pada sahabatnya yang satu ini.
Sekarang Shila sedang mengadakan reuni bersama dua sahabatnya di warung bakso depan sekolah. Padahal mereka sudah sering bertemu selama liburan.
“Jangan-jangan itu cowok emang beneran suka sama lo. Orangnya ganteng nggak?” Amel memasang wajah serius.
“Apaan, sih. Di kelas gue itu nggak ada yang ganteng,” ujar Shila kesal.
“Lo sekelas sama Dipta ya, Shil?” tanya Viana yang sedari tadi sibuk dengan ponselnya.
Shila menjawab dengan anggukan karena ia sedang mengunyah bakso.
“Serius, Shil? Gue jadi pengen sekelas sama lo juga,” ucap Amel dengan wajah sedih yang dibuat-buat.
”Lo pengen sekelas sama gue apa sama Dipta?” tanya Shila meledek. Ia tahu betul bahwa Amel dari dulu menyukai lelaki bernama Dipta itu.
“Semoga di sekolah dan kelas baru lo bisa move on dari dia ya, Shil,” kata Viana