Loading...
Logo TinLit
Read Story - Lingkaran Ilusi
MENU
About Us  

"Seperti daun yang digugurkan angin,

hidup selalu penuh misteri.
Seberapapun terluka, tersiksa, hingga tak berdaya,

kIta akan terus dipaksa untuk berlari
menuju ujung yang tidak pernah terduga."

Bayangan Firza yang terus berputar-putar dalam kepala Clarissa, berhasil membuat gadis itu tidak bisa tidur dengan nyenyak walau sudah sangat mengantuk. Terlalu berlebihan memang. Bisa jadi pemuda itu menolongnya hanya karena alasan kemanusiaan.

Tapi Clarissa terlanjur terjebak dalam fantasinya sendiri, bahkan hingga saat ini ia masih bisa merasakan ribuan kupu-kupu berterbangan dalam perutnya. Berkali-kali ia tersenyum sendiri, membayangkan tentang reaksi Firza ketika menolongnya semalam. Ia bahkan lupa jika besok ia harus menghadiri kuliah pagi.

Clarissa meraih ponselnya dari atas nakas. Dengan mata setengah terbuka, ia membuka aplikasi instagram. Jari lentiknya bergerak lincah mengetikkan nama Firza di kolom pencarian. Ia nyaris memekik kegirangan begitu menemukan akun milik Firza diurutan teratas pencarian. Mata cokelatnya melebar, menghilangkan sepenuhnya rasa kantuk yang sempat menggelayuti. Ia membuka akun tersebut. Tetapi ia harus rela menelan kekecewaan, ketika mengetahui akun tersebut dikunci oleh si pemilik.

Clarissa mendesah kesal. Niatnya untuk menjadi stalker Firza pupus seketika. Pemuda itu selalu berhasil membuatnya penasaran, bahkan sejak pertemuan pertama mereka. Namun, bukan Clarissa namanya jika berhenti mengorek informasi hanya karena gagal mencari tahu melalui instagram. Ia masih berusaha mencari akun media sosial Firza melalui twitter dan facebook, seraya berharap kali ini usahanya tidak sia-sia.

Clarissa tersenyum simpul begitu menemukan akun facebook milik Firza yang sepertinya sudah tidak aktif lagi sejak satu tahun lalu. Gadis itu menyeret layar ponselnya, melihat foto-foto yang terpampang di dinding akun facebook pemuda itu.

Awalnya semua tampak baik-baik saja. Dinding facebook pemuda itu hanya diisi oleh foto-foto yang ditandai oleh teman-temannya. Namun, sebaris status yang terdapat di antara jajaran foto itu berhasil mencuri perhatiannya.

Bukankah kita memang tidak ditakdirkan untuk bahagia? Bukankah selamanya waktu tidak akan bersahabat dengan kita?

Clarissa mengerutkan kening. Telunjuknya bergerak cepat, menyeret kembali layar ponselnya. Namun, ia sama sekali tidak menemukan status lain yang berkaitan dengan hal itu. Dua kalimat itu adalah satu-satunya status yang ditulis Firza satu tahun lalu.

Kita.

Apa yang dimaksud 'kita' oleh pemuda itu?

Apa yang dimaksud mereka tidak akan pernah bersahabat dengan waktu?

Rangkaian pertanyaan berlarian dalam kepala Clarissa. Apakah 'kita' yang dimaksud Firza adalah seseorang yang pernah mengisi hati pemuda itu?

Tiba-tiba saja, dadanya terasa sesak begitu memikirkan kemungkinan tersebut. Rasa cemburu menyergap dalam dadanya tanpa aba-aba. Perasaan itu seolah mengesampingkan kenyataan bahwa ia bukan siapa-siapa untuk Firza. Mereka bahkan baru bertemu dua minggu yang lalu.

Firza tengah duduk di kursi ruang tengah. Kelopak matanya sudah tidak mampu bertahan dari kantuk lebih lama lagi. Berkali-kali ia menguap, berkali-kali pula ia pergi ke kamar mandi untuk membasuh muka.

Pemuda itu menenggak secangkir kopi hitam di hadapannya. Ini sudah cangkir kopi ketiga yang menemaninya malam ini. Mata gelap pemuda itu melihat ke arah jam dinding yang terletak di sebelah rak buku.

Pukul dua pagi.

Itu artinya sudah hampir lima jam ia duduk di sofa ruang tengah, berteman suara dari televisi yang dibiarkan menyala tanpa ditonton.

Firza kembali menguap. Harapan untuk bertemu dengan papanya terlalu besar, hingga ia mengabaikan rasa kantuk yang sudah tidak tertahan lagi. Perasaannya terlalu bahagia. Setelah hampir enam bulan tidak bertemu dengan papanya, akhirnya hari ini mereka akan kembali bertemu. Meski ia tahu, pertemuan mereka bukanlah ajang untuk melepas rindu antara ayah dengan anak.

Pandangan mata Firza beralih dari ponselnya ke arah Bi Inem yang berjalan pelan menghampirinya. Wanita paruh baya itu tampak melangkah ragu-ragu, dengan pancaran rasa iba di bola matanya.

"Mas Firza," Bi Inem menggantungkan kalimatnya. Perasaan bersalah terlihat jelas dari ekspresi wajahnya. "Hari ini Tuan Gio tidak jadi pulang."

Bagai dihempaskan ke dasar jurang yang paling dalam. Pernyataan singkat itu meremukkan seluruh hati serta meruntuhkan segenap harapan yang sempat ia bangun beberapa saat lalu. Meski masih menunjukkan ekspresi datar, namun ada luka yang terpancar dari sorot mata jelaganya.

Firza memaksakan seulas senyum di bibirnya. "Papa pasti sibuk banget ya, Bi."

Bi Inem menepuk pelan bahu Firza, mencoba menenangkan pemuda itu seperti seorang ibu. "Mas Firza tidur ya. Besok kan masih harus kuliah."

Firza hanya mengangguk pasrah. Ia berjalan gontai menuju kamarnya di lantai dua. Perasaannya sedang tidak baik-baik saja saat ini. Rindu, kecewa, marah, dan terluka bercampur menjadi satu, memporak-porandakan pertahanannya. Sebanyak apapun ia beharap, nyatanya ia tidak akan pernah bisa menemukan Giovani yang pernah ia kenal bertahun-tahun lalu. Papanya telah menjadi seseorang yang begitu jauh untuk bisa ia rengkuh.

Firza menghela napas panjang. Di saat seperti ini, ia berharap bisa menjadi seperti Brama. Dibanding dirinya, pemuda itu lebih bisa melampiaskan perasaannya. Pemuda itu lebih bisa menunjukkan rasa kecewa dan amarahnya. Meski terkadang, pemuda itu sama sekali tidak memikirkan tentang keselamatan diri sendiri dan orang lain.

Di tempat berbeda, Giovani tengah duduk dengan pandangan tajam tertuju ke arah Hendra. Dua laki-laki itu tampak sedang tenggelam dalam pikiran masing-masing, dan mencoba berbicara melalui tatapan mata. Aroma yang menguar dari dua cangkir kopi hitam di hadapan mereka, sama sekali tidak bisa menghilangkan suasana tegang yang menyelimuti keduanya.

"Jadi, bagaimana perkembangan anak itu?" suara berat Giovani memecah keheningan yang menyelimuti beberapa saat lalu.

Hendra menghela napas panjang, kemudian menggeleng pelan. "Brama kembali."

Mata gelap Giovani melebar beberapa detik, dengan rahang mengeras. "Anak sialan itu!"

Giovani menggertakkan gigi-giginya. Wajahnya tampak memerah. Bahu laki-laki itu naik turun cepat, mencoba meredakan kemarahan dalam dirinya.

"Brama sepertinya memiliki keinginan yang kuat. Meski tidak mengatakan secara langsung, ia meminta pada saya untuk diselamatkan," Hendra tidak bisa menyembunyikan nada sedih dan bersalah dalam suaranya.

Hendra ingin melindungi Brama, menyelamatkan pemuda itu dari semua luka yang ditanggungnya selama ini. Namun di sisi berbeda, ia tidak bisa memenuhi permintaan Brama untuk membunuh Firza. Mereka tidak akan pernah bisa hidup bersama, meski Hendra begitu ingin untuk menyelamatkan keduanya.

"Apa sebenarnya yang dia mau?!" Nada suara Giovani meninggi.

Hendra memilih diam. Sama seperti Brama, Giovani akan sangat berbahaya ketika marah. Dua orang itu ibarat dua sisi mata pisau. Berbeda, namun sama-sama berbahaya. Siap menghunus siapa saja yang dengan berani menantang kemarahan mereka.

"Saya tidak peduli. Singkirkan Brama! Saya akan bayar berapapun yang anda minta."

Giovani beranjak dari tempat duduknya, lantas melangkah lebar menuju pintu keluar. Sebelum ia benar-benar meninggalkan ruangan tersebut, ia mengatakan sebuah kalimat yang berhasil membuat Hendra mematung di tempatnya.

"Selamatkan Firza, atau saya yang akan membunuh keduanya!"

Selepas kepergian Giovani, Hendra hanya bisa mendesah pelan. Ini bukan tentang uang, melainkan tentang kemanusiaan. Setelah segala luka yang dilalui, Brama tidak seharusnya disingkirkan begitu saja. Pemuda itu juga memiliki hak untuk hidup, meski keberadaannya adalah sebuah kesalahan. Pemuda itu juga memiliki hak untuk bahagia, meski kehadirannya adalah luka bagi seorang Firza.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Melting Point
5793      1258     3     
Romance
Archer Aldebaran, contoh pacar ideal di sekolahnya walaupun sebenarnya Archer tidak pernah memiliki hubungan spesial dengan siapapun. Sikapnya yang ramah membuat hampir seluruh siswi di sekolahnya pernah disapa atau mendapat godaan iseng Archer. Sementara Melody Queenie yang baru memasuki jenjang pendidikan SMA termasuk sebagian kecil yang tidak suka dengan Archer. Hal itu disebabkan oleh hal ...
Kita
693      454     1     
Romance
Tentang aku dan kau yang tak akan pernah menjadi 'kita.' Tentang aku dan kau yang tak ingin aku 'kita-kan.' Dan tentang aku dan kau yang kucoba untuk aku 'kita-kan.'
Kembali ke Titik Nol: KISAH LANI
27      25     4     
Short Story
Di bawah bimbingan hipnoterapi, Lani dipaksa kembali ke masa lalunya yang kelam. Sebuah kejadian di usia 12 tahun membekas begitu dalam, membuatnya takut pada satu jenis manusia. Apa sebenarnya yang terjadi di rumah barunya hingga Lani harus memulai semuanya dari "titik nol" **** Bisa dibilang ini kisah nyata & ditambah karangan. Jangan lupa like👍
Matahari untuk Kita
696      404     9     
Inspirational
Sebagai seorang anak pertama di keluarga sederhana, hidup dalam lingkungan masyarakat dengan standar kuno, bagi Hadi Ardian bekerja lebih utama daripada sekolah. Selama 17 tahun dia hidup, mimpinya hanya untuk orangtua dan adik-adiknya. Hadi selalu menjalani hidupnya yang keras itu tanpa keluhan, memendamnya seorang diri. Kisah ini juga menceritakan tentang sahabatnya yang bernama Jelita. Gadis c...
Nadine
5765      1546     4     
Romance
Saat suara tak mampu lagi didengar. Saat kata yang terucap tak lagi bermakna. Dan saat semuanya sudah tak lagi sama. Akankah kisah kita tetap berjalan seperti yang selalu diharapkan? Tentang Fauzan yang pernah kehilangan. Tentang Nadin yang pernah terluka. Tentang Abi yang berusaha menggapai. dan Tentang Kara yang berada di antara mereka. Masih adakah namaku di dalam hatimu? atau Mas...
PALETTE
529      289     3     
Fantasy
Sinting, gila, gesrek adalah definisi yang tepat untuk kelas 11 IPA A. Rasa-rasanya mereka emang cuma punya satu brain-cell yang dipake bareng-bareng. Gak masalah, toh Moana juga cuek dan ga pedulian orangnya. Lantas bagaimana kalau sebenarnya mereka adalah sekumpulan penyihir yang hobinya ikutan misi bunuh diri? Gak masalah, toh Moana ga akan terlibat dalam setiap misi bodoh itu. Iya...
Stuck On You
325      261     0     
Romance
Romance-Teen Fiction Kisah seorang Gadis remaja bernama Adhara atau Yang biasa di panggil Dhara yang harus menerima sakitnya patah hati saat sang kekasih Alvian Memutuskan hubungannya yang sudah berjalan hampir 2 tahun dengan alasan yang sangat Konyol. Namun seiring berjalannya waktu,Adhara perlahan-lahan mulai menghapus nama Alvian dari hatinya walaupun itu susah karena Alvian sudah memb...
Aku Bilang, Aku Cinta Dia!
531      357     1     
Short Story
Aku cinta dia sebagaimana apa yang telah aku lakukan untuknya selama ini. Tapi siapa sangka? Itu bukanlah cinta yang sebenarnya.
Campus Love Story
8312      1901     1     
Romance
Dua anak remaja, yang tiap hari bertengkar tanpa alasan hingga dipanggil sebagai pasangan drama. Awal sebab Henan yang mempermasalahkan cara Gina makan bubur ayam, beranjak menjadi lebih sering bertemu karena boneka koleksi kesukaannya yang hilang ada pada gadis itu. Berangkat ke kampus bersama sebagai bentuk terima kasih, malah merambat menjadi ingin menjalin kasih. Lantas, semulus apa perjal...
Bintang Biru
3007      1064     1     
Romance
Bolehkah aku bertanya? Begini, akan ku ceritakan sedikit kisahku pada kalian. Namaku, Akira Bintang Aulia, ada satu orang spesial yang memanggilku dengan panggilan berbeda dengan orang kebanyakan. Dia Biru, ia memanggilku dengan panggilan Bintang disaat semua orang memanggilku dengan sebutan Akira. Biru teman masa kecilku. Saat itu kami bahagia dan selalu bersama sampai ia pergi ke Negara Gingsen...