Kini kutelah sampai pada bab selanjutnya yang berjudul 'Sebatas itu'. Isinya tentang monolog dari penulisnya. Bercerita tentang luka dan duka yang dia bawa. Atas beban mencintai orang yang tak mencintainya. Dimana dirinya benar-benar dicoba akan kesabaran dan keikhlasan. Tantangan diri untuk melepaskan apa-apa yang tak ditakdirkan untuk kita. Pelajaran yang sangat hebat mampu kita peroleh dari sini. Mungkin saja selama ini aku kurang ikhlas dalam merelakan. Merelakan cinta yang sudah lama hilang. Sampai akhirnya aku tak kunjung mendapatkan balasan akan cinta yang selama ini aku harapkan. Aku telah menjawab semua pertanyaan dari bab yang telah aku baca sebelumnya. Hanya saja kali ini aku kesulitan untuk memaknainya. Apa yang dia maksud dengan cinta yang selama ini tak diharapkan? Lantas dia mencintai secara terpaksa? Seperti itu? Menyakitkan sekali jika benar begitu. Nyamankah menghabiskan waktu bersama orang yang tak dia suka? Begitukah?
"Menghargai perasaan orang yang mencintaimu itu lebih baik."
Aku termenung akhir paragraf bab yang spesial itu. Bab tanpa dialog yang biasa disebut narasi monolog karena menggunakan kata 'aku' di dalamnya. Sementara hati dan fikiranku begerilya kemana-mana. Seolah ikut masuk dan merasakan kepedihan di dalak ceritanya. Dia hidup untuk menyenangkan orang yang dicintainya. Sementara dia sendiri tak mencintai orang yang dicintainya. Alasannya sangat menyayat.
"Karena dia tak ingin menyakiti orang yang sudah meluangkan waktunya untuk mencintaimu."
Baiklah, aku mengerti selama ini aku memang egois dan selalu mengutamakan perasaanku sendiri tanpa peduli orang yang telah rela meluangkan waktunya untuk mencintaiku. Ya, aku tahu aku telah salah selama ini. Tapi bukankah semua ini tak adil? Bagaimana dengan mereka yang bisa bahagia bersama orang yang mencintainya? Mereka dua insan yang saling mencintai. Semua ini tak adil bagiku sungguh tidak adil. Akupun tak pernah merasakan saling mencintai seperti orang pada umumnya termasuk penulis dalam cerita ini. Ya, takdir memanglah tak adil. Tapi kenapa dia bisa sekuat ini? Dia bahkan berbagi melalui tulisannya. Mungkin dia tahu dia tak sendirian dalam mengalaminya, termasuk aku.
Sebatas itu aku memahami tentang hati dan perasaan seseorang. Tentang sebuah cinta dan kerinduan yang paling dalam. Aku tersihir dalam ilusi yang semakin menjadi-jadi. Kala itu aku meremehkan orang yang mengatakan cinta pertama kali. Aku sempat dicintai dan disayang oleh seseorang dan aku meremehkannya sebatas itu. Ya, sebatas itu hanya itu.
Minta maaflah telah menyakitinya
Dan berterima kasihlah untuk waktunya
Karena kau sempat dalam mengisi hatinya
Dan semua lukis canda tawanya
Meskipun akhirnya kaupun juga yang melukis luka
Begitulah akhir dari sebuah sempat yang hanya sebatas itu.
Keren kak
Comment on chapter Aku Mencintaimu dalam Diam