Read More >>"> The Reason (Chapter - 16.2) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - The Reason
MENU
About Us  

Sisa perjalanan sepuluh menit itu ditempuh dalam diam. Kinan masih tak berani bersuara, dan lebih memilih menggigiti kuku sambil melihat jalanan. Sementara Sean berusaha fokus mengemudi. Meski sesekali ia mencuri pandang ke arah Kinan. Merasa bersalah.

"Nah, itu, kedainya bercat oranye."

Pikiran Sean buyar saat mendengar suara pelan Kinan. Ia segera menepikan mobil.

"Tunggu." Cegah Sean saat melihat Kinan akan membuka pintu. Ia bergegas keluar. Membukakan pintu samping. Setelahnya, Sean hanya berdiri di sebelah pintu. Menunggu Kinan keluar. Tanpa berniat mengulurkan tangan. Ia masih belum bisa melakukannya.

Perlakuan manis itu berhasil menerbitkan kembali senyum Kinan yang hilang beberapa saat lalu.

"Merci... "

"Je t’en prie... " Sahut Sean lembut. Kemarahan tidak jelas saat di mobil tadi lenyap tak berbekas.

Mereka berpandangan beberapa detik. Sorot hangat dari sepasang mata biru Sean berhasil membuat Kinan tersipu. Semburat merah mewarnai pipinya.

Mereka berjalan besisihan. Saling diam. Sibuk menenangkan hati masing-masing. 

Hingga dalam beberapa langkah, mereka tiba di kedai. Suasananya tak terlalu ramai. Hanya ada beberapa pengunjung dengan wajah khas asia yang terlihat menempati meja.

Setelah memilih meja di dekat jendela, Kinan memanggil salah satu waiters dan menyebutkan pesanan mereka.

"Sean.... " Sapaan pelan dari Kinan membuatnya mengalihkan pandangan dari mengamati kedai.

Ada rasa senang yang tidak wajar saat mendengar Kinan memanggil namanya.

"Ingat ya, aku tidak membawa uang sepeser pun. Jadi kau yang membayar semuanya." Kinan mendelik, mengancam, tapi ekspresinya justru terlihat lucu. Dan Sean malah tersenyum sekilas sambil mengangguk.

Jika sudah bersama gadis itu, sepertinya engsel senyum di bibirnya jadi sedikit longgar.

"Kau itu, berkepribadian ganda ya? Sedetik marah-marah, kemudian baik, semenit kemudian marah lagi, lalu senyum-senyum."

Pertanyaan Kinan tak terjawab, karena pesanan datang. Dua piring gado-gado dan es jeruk. Hal itu dimanfaatkan Sean untuk mengubah topik.

"Ini benar-benar bisa dimakan?" Sean mengaduk-aduk gado-gado di piringnya. Sementara Kinan sudah melahap beberapa sendok.

"Coba saja dulu."

Mengikuti saran Kinan, Sean mecoba sesendok, merasakan sebentar lalu mengangguk. Tidak terlalu buruk. Tapi tidak sesuai dengan lidah Eropa-nya.

Mereka makan dalam diam. Sesekali, Sean mencuri pandang ke arah Kinan yang menunduk, menikmati makanannya. Jujur, dalam hati ia merasa senang bisa melihat gadis itu lagi. Meski ia juga harus rela tersiksa seperti sekarang. Merasakan detak jantungnya yang menggila dengan rasa dingin yang merambat perlahan.

Beberapa kali, ia tertangkap basah, pendangan mereka bertemu. Tapi Sean berlagak cuek dengan membuang muka. Tak mampu melihat wajah gadis di depannya. Jika sedang tersipu, maka wajahnya akan memerah dengan pipi yang bersemu. Pemandangan yang membuat jantung Sean berdisko.

Karena tidak tahan berlama-lama diam, Kinan membuka obrolan,
"Mm, Sean.... apa ada alasan khusus kau mengajakku makan siang?"

"Aku... hanya ingin mendengar jawabanmu."
Sean mengakhiri kegiatan makannya yang baru beberapa sendok.

"Apa?"

"Pendapatmu tentang konser amal beberapa minggu lalu." Setelah berkata, Sean berdehem. Menggaruk rambut yang tidak gatal. Ia mengambil segelas es jeruk dan mengaduk-aduk dengan sedotan. Melihat es batu yang mengapung di permukaan gelas. Mencari kesibukan. Mengalihakan kegugupan.

"Oh, itu... aku sudah melihatnya di youtube. Menurutku lumayan..." Kinan menjawab santai, sambil memakan sesendok terakhir gado-gado di piringnya. Lalu menyudahinya.

"What? Lumayan kau bilang?" Ekspresi tidak percaya yang tergambar jelas di wajah Sean membuat Kinan lagi-lagi tergelak.

"Aku hanya bercanda...."

"Tidak bisakah kau sedikit serius?"

"Oke... tunggu, aku akan mengingat-ingat sebentar." Kinan memejamkan mata sambil mengernyit. Membuat kedua alisnya saling mendekat. Tulunjuknya mengetuk pelipis.

Sean mendesah. Geleng-geleng kepala. Gemas dengan tingkah konyol gadis itu. Tak ada yang bisa dilakukan selain menunggu.

Saat tiga detik yang terasa begitu lama, akhirnya Kinan membuka mata dan berkata, "Itu konser yang indah... aku bahkan belum pernah menghadiri konser semacam itu... "

Sean menarik napas, menunggu kelanjutannya. Tak ingin terlihat terlalu tegang, ia kembali menunduk, mengaduk-aduk es jeruk di gelasnya.

"Begitu mewah... elegan... tata cahayanya begitu memukau... " Gadis itu kembali memejamkan mata. Kilasan senyum dan sorot hangat dari ekspresi Sean di atas stage, di iringi alunan melodi yang ia mainkan memenuhi otak Kinan.

"Dan permainan pianomu... menakjubkan... aku bisa merasakannya... begitu menyentuh...  Meski aku tak tahu lagu apa yang kau mainkan.... "

Mendengar nada Kinan yang mengawang, Sean memberanikan diri mendongak. Dan ketenangan yang terpancar dari wajah gadis itu, dengan mata yang masih terpejam,  membuatnya kehilangan kendali.

Sontak ia memejamkan mata, ketika rasa sesak menghujam dadanya. Bahkan, untuk bernapas pun terasa sangat sulit. Keringat dingin membanjiri tubuh. Tangan terkepal erat di atas meja. Dengan wajah sepucat kapas.

Bernapas Sean.... tarik... buang... tarik... buang... kau bisa mengatasi ini...

"Sean... kau baik-baik saja?" Ia bahkan tak sadar, jika Kinan sudah beberapa kali memanggil namanya.

Hingga tiba-tiba, sebuah sentuhan ringan terasa di punggung tangannya.
Yang membuat rasa sakit dan sesaknya langsung menghilang. Sentuhan itu berasal dari jemari Kinan. Terkesiap, Sean membuka mata, memandang gadis itu. Ada kilas kekhawatiran yang terwujud di wajah cantiknya.

"Kau... baik-baik saja, Sean?"

"Ya... " serak, Sean menjawab.
Berdehem beberapa kali dan mengatur napas.

Merasa Sean sudah baik-baik saja, Kinan menjauhkan tangannya. Bernapas lega.

Saat menyadari jika sentuhan itu sudah hilang, termasuk raut khawatir Kinan, akhirnya Sean melanjutkan,

"Remember."

"Remember what?"

"Judul lagu itu Kinan, Remember." Ketenangannya sudah kembali. Ia tidak ingin menyerah dan kalah oleh ketakutan aneh yang menguasainya.Ia harus melawan.

Sean memandang gadis itu. Berusaha tak mengalihkan pandangan saat Kinan bertanya, "Dan kau mengingat sesuatu yang indah saat memainkannya?"

"Ya... "

Pandangan mereka bertemu. Sean menarik napas panjang, meyakinkan diri.

"Bukan sesuatu, tapi seseorang, yang mengenggam tanganku saat hujan." Kata-kata Sean mengalun lembut, dengan sorot mata yang menghangat. Seulas senyum tulus terukir di bibirnya.

Kinan memalingkan wajah. Tak tahan ditatap seperti itu. Pipinya bersemu semerah kelopak mawar dengan jantung yang berjumpalitan. Ia bahkan takut, seandainya Sean bisa mendengar debar jantungnya yang tak beraturan.

Kelebat ingatan kembali mampir di memori Kinan. Hujan, mereka, dan tangan yang saling bertautan. Diam-diam, ia tersenyum. Berharap, jika seseorang yang dimaksud Sean adalah dirinya.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Laci Meja
447      295     0     
Short Story
Bunga yang terletak di laci meja Cella akhir-akhir ini membuatnya resah. Dia pun mulai bertekad untuk mencari tahu siapa pelakunya dan untuk apa bunga ini dikirim. Apa ini....teror?
ZAHIRSYAH
5282      1628     5     
Romance
Pesawat yang membawa Zahirsyah dan Sandrina terbang ke Australia jatuh di tengah laut. Walau kemudia mereka berdua selamat dan berhasil naik kedaratan, namun rintangan demi rintangan yang mereka harus hadapi untuk bisa pulang ke Jakarta tidaklah mudah.
HABLUR
4147      1286     2     
Romance
Almarhum Mama selalu bilang, "Yang membedakan permata dengan batu lain adalah tingkat tekanan yang mengubahnya." Ruby Andalusia. Coba tanyakan nama itu ke penghuni sekolah. Dijamin tidak ada yang mengenal, kecuali yang pernah sekelas. Gadis ini tidak terkenal di sekolah. Ia ikut KIR, tetapi hanya anggota biasa. Ia berusaha belajar keras, tetapi nilainya sekadar cukup untuk ber...
Story of April
1362      569     0     
Romance
Aku pernah merasakan rindu pada seseorang hanya dengan mendengar sebait lirik lagu. Mungkin bagi sebagian orang itu biasa. Bagi sebagian orang masa lalu itu harus dilupakan. Namun, bagi ku, hingga detik di mana aku bahagia pun, aku ingin kau tetap hadir walau hanya sebagai kenangan…
Oscar
2205      1043     1     
Short Story
Oscar. Si kucing orange, yang diduga sebagai kucing jadi-jadian, akan membuat seorang pasien meninggal dunia saat didekatinya. Apakah benar Oscar sedang mencari tumbal selanjutnya?
LELAKI DI UJUNG JOGJAKARTA
2955      897     0     
Romance
Novel yang mengisahkan tentang seorang gadis belia bernama Ningsih. Gadis asli Jogja, wajahnya sayu, kulitnya kuning langsat. Hatinya masih perawan belum pernah mengenal cinta sampai saatnya dia jatuh hati pada sosok lelaki yang saat itu sedang training kerja pada salah satu perusahaan besar di Jogjakarta. Kali ini Ningsih merasakan rasa yang tidak biasa, sayang, rindu, kangen, cemburu pada le...
I'll Be There For You
1062      498     2     
Romance
Memang benar, tidak mudah untuk menyatukan kembali kaca yang telah pecah. Tapi, aku yakin bisa melakukannya. Walau harus melukai diriku sendiri. Ini demi kita, demi sejarah persahabatan yang pernah kita buat bersama.
Code: Scarlet
20863      3830     15     
Action
Kyoka Ichimiya. Gadis itu hidup dengan masa lalu yang masih misterius. Dengan kehidupannya sebagai Agen Percobaan selama 2 tahun, akhirnya dia sekarang bisa menjadi seorang gadis SMA biasa. Namun di balik penampilannya tersebut, Ichimiya selalu menyembunyikan belati di bawah roknya.
Novel Andre Jatmiko
7941      1739     3     
Romance
Nita Anggraini seorang siswi XII ingin menjadi seorang penulis terkenal. Suatu hari dia menulis novel tentang masa lalu yang menceritakan kisahnya dengan Andre Jatmiko. Saat dia sedang asik menulis, seorang pembaca online bernama Miko1998, mereka berbalas pesan yang berakhir dengan sebuah tantangan ala Loro Jonggrang dari Nita untuk Miko, tantangan yang berakhir dengan kekalahan Nita. Sesudah ...
Maroon Ribbon
450      314     1     
Short Story
Ribbon. Not as beautiful as it looks. The ribbon were tied so tight by scars and tears till it can\'t breathe. It walking towards the street to never ending circle.