Pada waktu dulu kata ibu keluarga kami hidup dengan sangat kekurangan , mata percaharian kakek hanya sebagai petani yang tidak tentu upahnya . Terkadang sekeluarga itu tidak makan karena tidak ada uang untuk membeli beras . Kakek ku dikaruniai anak sebanyak 11 orang , 5 laki laki dan 6 perempuan , ibuku adalah anak ke 5 dikeluarga ini . Kehidupan ala kadarnya membuat ibu hanya lulus sekolah menengah pertama dan ijazah nya pun sampai saat ini belum ibu tebus karena tidak ada uang . Selepas ujian nasional kala itu ibu langsung memutuskan untuk bekerja , dulu perayaratan untuk menjadi buruh pabrik tidak lah serumit sekarang . Singkat cerita ibu pun masuk dan mulai bekerja di pabrik yang memproduksi kancing untuk celana Jeans . Beberapa tahun ibu bekerja , pamanku yaitu anak ke 10 dikeluarga kami merengek ingin sekolah sampai SMA . Nenek mengupayakan untuk paman berhenti saja sampai SMP seperti kakak kakaknya , terlebih ada adik yang paling kecil yang sekarang harus masuk SD .
" kamu berhenti saja sekolah sampai SMP , ema kan tidak punya uang untuk kamu sekolah di kota " kata Nenekku kala itu
Dulu rumah tempat keluarga ku tinggal sangatlah terpencil dan juga sulit untuk di akses kendaraan , jalanan yang masih tanah merahpun terkadang jika hujan sulit untuk dilalui bahkan dengan berjalan kaki sekalipun .
" Tapi ma , Wanto pengen sekolah seperti yang lain ma " Kata Pamanku Siswanto kala itu
" ema mengerti , tapi ema sama bapak tidak punya uang untuk itu " Kata Nenekku
" begini saja , bagaimana kalau nanti setelah bapak ada uang nya kamu bapak sekolahkan sampai sarjana " kata Kakekku saat itu
" baiklah pak , maaf ya pak Wanto sudah memaksa bapak untuk menyekolahkan Wanto " Kata Pamanku berlalu meninggalkan kedua orang tuanya di rumah kayu beralaskan tanah merah ini .
Beberapa bulan kemudian ibu pulang dari perantauan nya di kota , butuh waktu berhari hari untuk ibu sampai dirumah nya . Begitu sampai , ibu di sambut oleh kepulan asap dari dapur , bukan asap karena kebakaran tapi itu tandanya Nenek sedang memasak , dulu keluarga ini memasak dengan menggunakan kayu bakar dan asap itu adalah hasil pembakaran kayu kayu bakar yang nenek kumpulkan dari hutan .
" assalamualaikum Ma .. " suara Ibu saat masuk ke rumah yang hampir rubuh ini
" Waalaikum salam , Ni .. Kamu sudah pulang ? " tanya Nenek dari dalam dapur
" udah Ma , Ma masak apa ? " tanya ibu
" ikan asin kesukaan kamu , Ema tahu kamu akan pulang hari ini " kata Nenek
Malam mulai menunjukan wajahnya , rumah Nenek saat itu tidak ada penerangan selain gemerlap lilin dari cempor yang Kakek buat dari kaleng bekas . Semuanya sedang berkumpul di ruangan tanpa sekat yang di alasi tikar anyaman yang sudah mulai koyak .
" mbak , Wanto pengen sekolah kaya yang lain , sampai SMA " Kata Pamanku pada Ibu
" jangan kamu mendesak Mbak mu , dia juga kan lagi kerja , cape ! " kata Nenek saat itu
" kenapa sih Ema gak bisa nyekolahin wanto seperti orang lain ? Mau kerja apa wanto nantinya kalo hanya lulusan SMP ? Apa ma mau wanto luntang lantung dijalanan kalo gak punya pekerjaan yang layak ? " Pamanku marah dengan sangat meledak ledak lalu pergi meninggalkan rumah
" sudahlah Ma , maafkan saja Wanto , emosinya kan belum stabil " Kata Ibuku pada Nenek
Keesokan harinya Ibu masih ada libur beberapa hari kedepan , pagi pagi buta Nenek sudah berada di dapur untuk memasak lauk pauk yang akan di jual ke pasar . Kepulan asap yang pekat memenuhi dapur Nenek yang sempit membuat udara makin pengap .
" Ni .. Marni ... " Teriak Nenek dari arah dapur
" iya Ma " Ibu menghampiri Nenek diarah dapur
" Tolong bangunkan adikmu Wanto , dia belum memberi makan ayam ayam nya " Titah Nenek
Ibu pun pergi menuju ruangan sempit berdinding koran koran dengan berita lapuk yang senantiasa melindungi keluarga kecil ini dari terpaan angin dan juga terik matahari .
" Wanto ayao bang ...
Ibu tersentak ketika melihat Paman Wanto tidak ada di tempat tidurnya , ibupun kembali menuju dapur untuk memberitah