“Ah, kak Rangga nyuruh gue ngajak kalian.”
“Hah? Yang bener?” Tanya Gina yang masih heran.
“Buru!” Nisa menarik tangan Gina.
“Kalian berdua duluan aja gue masih punya urusan,” Ucap Jean sambil menerawang sekelilingnya.
“E.. lo juga harus ikut,” Gina menarik tangan Jean.
>>>>><<<<<
Nisa, Gina, dan Jean pergi ke parkiran kampus, mencari mobil milik Rangga.
“Pit..pit!” Sebuah klakson dari mobil yang baru saja mereka lewati.
Mereka segera melihat ke arah mobil itu. Nampak seorang pria berbaju merah melambai-lambai pada mereka. Nisa mengerutkan dahinya. Orang itu membuka kaca mobil dan mengeluarkan kepalanya dan tangannya.
“Hai, cepet! Gue udah kepanasan!” Teriak Rangga.
“Iya, kak tunggu bentar.”
Mereka segera menghampiri mobil itu.
>>>>><<<<<
“Tumben, kak. Mau jemput,” Ucap Nisa dalam perjalanan.
“Salah?”
“Enggak sih. Tapi kan..”
“Ahem, gue ngerti ni,” Ucap Gina sambil melirik Jean di sampingnya.
Rangga menahan senyumnya sebisa mungkin. “Apa?”
“Ya… apa lagi,” Balas Gina. Nisa masih tidak mengerti.
“Udah, diem aja. Gina rumah kamu yang mana?”
“Itu tu. Yang pagarnya warna merah,” Gina menunjuk sebuah rumah dengan pagar berwarna merah.
“O, yang itu.”
>>>>><<<<<
“Bye, Gina,” Nisa melambaikan tangannya.
“Bye,” Gina melirik ke arah Jean. “Hei!” Jean segera meletakkan buku dan poselnya.
“Bye,” Ucap Jean.
“Eu.. anteng banget lo. Mentang-mentang..,”
“Mentang-mentang apa?” Tanya Jean, akan tetapi Gina langsung masuk ke rumahnya.
“Gina marah tu sama lo.”
“Marah kenapa?” Nisa mengangkat kedua bahunya. Jean menghela nafas dan kembali menyandar. Sedangkan Rangga mencoba mencuri-curi pandang pada Jean.
>>>>><<<<<
“Nanti dulu, kak. Kos-an aku di daerah sana,” Ucap Jean saat melihat mobil melewati jalan menuju kosannya.
“Kakak masih inget, kan? Kita masih punya satu penumpang lagi.”
“Hem.”
“Ya, kenapa kita pulang?”
“Hem.”
“Ih, kakak gue gak mau denger, nih.”
“Ya, udah gue turun di sini. Kiri, pak!”
“Enak aja lo,” Ucap Rangga.
“Ya udah. Putar balik.”
“Tanggung udah setengah perjalanan nih.”
“Ih, kalo gak ikhlas gak usah ngajak,” Jean semakin kesal.
“Jean, nanti aku anterin kamu pulang,” Bujuk Rangga.
“Lah paling juga cari waktu,” Potong Nisa.
“Maksud lo?”
“Ngapain sih kak?”
“Ya, gue dicuekin,” gumam Jean.
“Diem aja lo ini urusan gue.”
“Awas, ya. Kalo kakak macam-macam.”
“Gak percaya banget sih sama kakak sendiri.”
Jean hanya menatap kosong ke arah jendela mobil. Imajinasinya berputar dikejadian-kejadian itu-itu saja. Semua kejadian yang membuatya kesal.
>>>>><<<<<
Setelah sampai di rumah Nisa. Rangga mempersilahkan Jean untuk masuk ke dalam. Jean menolak ia duduk di kursi yang berada di teras rumah. Rangga menarik nafas dan mengangguk kecil sebelum pergi masuk ke dalam. Nisa duduk di samping Jean.
“Kelakuannya kok gitu, ya?” Tanya Nisa heran.
“Itu kakak lo bukan kakak gue,” Jawab Jean enteng.
“Tapi, gue curiga deh. Semenjak dia sama lo, dia berubah.”
“Jangan fitnahin ke gue, dong.”
“Enggak, serius.”
Rangga datang dengan segelas teh yang dibawanya dan meletakkannya di hadapan Jean.
“Buat gue, ya? Perhatian juga,” Ucap Nisa sambil mengambil gelas teh tadi.
“Eits! simpen lagi tu teh!” Rangga menujuk segelas teh itu.
“Tapi, kak…,” rengek Nisa.
“Simpen! Itu buat Jean.”
“Tapi gue gak minta,” Balas Jean heran.
Oleh Luthfita