Jean mengusap sebuah undangan yang berada di tangannya. Mengusap namanya dan Dion yang dicetak timbul di halaman utama undangan.
“Katanya mau ke salon?” ujar sang ibu membuat Jean mengalihkan tatapannya dari undangan ditangannya.
“Nanti jam sembilan.” Jean meletakkan kembali undangan di tangannya dengan undangan lainnya yang berada di atas meja.
Ibu Jean menatap ke arah undangan yang berada di atas meja di hadapannya.
“Nanti sekalian bawa sisa undangan itu. Ajak adik kamu juga.”
“Dia mana mau nungguin aku di salon, bu.” Jean merebahkan tubuhnya di atas kursi.
“Ya maksudnya, kamu di salon, adik kamu sebar undangan.” Ibu Jean duduk di kursi yang berada di sebrang Jean. Diraihnya salah satu undangan.
J Andita & Dion Putra
30 June 2020
“Kamu yakin, Jean?”
“Bu,” rengek Jean sambil bangkit dan meposisikan tubuhnya duduk bersila menghadap sang ibu. “Ibu udah nanya itu berkali-kali. Jangan bikin Jean ragu terus semuanya batal!”
Ibu jean tersenyum kecil. “Ibu cuman gak nyangka bakal secepat ini.”
“Ini udah dua tahun dari Dion datang tiba-tiba dan lamar kamu. Tapi tetep aja ibu gak nyangka bakal secepat ibu.”
“Gimana kabar Rangga?” Jean berdecak malas.
~
“Kamu yakin?”
Jean menghela napasnya. Sepulangnya dari warung tadi, Jean mendapati pesan dari Rangga untuk menelponnya jika telah tiba di kosan. Sebenarnya Jean enggan, tetapi mengingat ada hal yang harus ia jelaskan maka ia memilih menjawabnya.
“Kak, sebanyak apapun kakak tanya hal itu, jawaban aku gak berubah.”
Hening sejenak.
“Kenapa?”
Kini, giliran Jean yang terdiam. Ia jelas tidak tahu pasti alasannya menerima Dion. “Em, karena aku rasa Dion lebih serius-“
“Kakak juga serius sama kamu.” Terdengar helaan napas di sana. “Kakak cuman belum berani melangkah lebih jauh. Kakak baru aja dapet pekerjaan.”
“Beda halnya sama Dion, dia punya orang tua yang dari kalangan atas.”
“Bukan itu yang jadi alasan aku. Aku bahkan baru mikirin itu saat kakak ngomong tadi.”
Rangga mendengus. “Jangan pura-pura, perempuan memanggitu, kan?”
Jean menahan amarahanya. “Coba kakak tanyain hal itu sama Nisa!”
Setelahnya Jean menutup sambungan telepon dengan Rangga.
~
‘Jangan dengerin siapapun dulu.’
Jean menatap layar ponselnya yang menampilkan pesan dari Dion tadi malam. Jean pikir hanya dirinya yang tertekan, ternyata Dion juga.
“Kak Dion udah sampe!” Teriakan itu membuat Jean mengalihkan tatatapannya dari layar ponsel.
Ibu Jean langsung pergi menuju halaman depan rumahnya. Jean menghela napasnya, mencoba menenangkan diri.
“Tenang Jean, semuanya akan baik-baik saja.”
~
Kaca mata.
Putih.
Jas hitam.
Sepatu mengkilap.
Dasi kupu-kupu.
Jari yang menari.
Kalem.
Pantulan cahaya.
Semua orag menatap kagum pada Dion yang tengah memainkan keyboard dengan alunan nada romantis di atas panggung. Jean yang sedang duduk dengan cemilan di tangannya, hanya tersenyum menatap Dion.
Diliriknya sebuah cincin yang tersemat manis di jari manisnya. Tanda bahwa ia sudah terkat dengan Dion.
~
Udah ya, kesananya terserah kalian mau gimana.
Bantu klik tanda suka, kasih komentar, bagiin cerita ini ke teman, dan jangan lupa tinggalkan kesan pesan dan bintang untuk cerita ini.
Sampai jumpa dicerita selanjutnya,
Luthfita A.S