‘Nak, kamu bisa pulang minggu ini?’
Pesan singat dari sang ibu membuat Jean kini berada di dalam kereta yang mengantarkan ke kampung halaman. Ibu Jean sangat jarang atau nyaris tidak pernah menyuruhnya untuk pulang, ia biasanya hanya mengirim pesan untuk bertukar kabar dan menelpon jika tengah rindu. Tapi melihat isi pesan sang ibu membuat Jean tidak tenang.
Bahkan ia belum mengabari tempat ia bekerja sangking terburu-burunya. Ia hanya takut ibunya dalam kondisi yang kurang baik di sana atau ada sesuatu hal yang buruk terjadi. Selama perjalanan Jean tak henti-hentinya berdoa, agar ibu dan keluarganya dalam kondisi baik di sana.
Tiba di depan rumah orang tuanya, Jean mendapati kondisi rumah yang terlihat sepi. Namun keberadaan sebuah mobil di depan rumahnya membuatnya kebingungan. Perlahan kakinya memasukin pekarangan rumah. Saat hendak meraih kenop pintu, Jean mendengar suara gelak tawa dari dalam. Sesaat Jean menghela napas lega dan ke khawatirannya berkurang.
“Jean,” panggil sang ibu yang pertama kali melihat keberadaan Jean. Ia tersenyum lebar sebelum beranjak mendekati Jean yang masih berdiri di sana menatap satu per satu orang yang berada di ruang tamu rumah orang tuanya.
Ibunya yang mengerti kebigungan Jean, tersenyum maklum. Ia mengusap engan anaknya dan berkata, “Kamu ke kamar dulu, simpen dulu tas. Kalo mau minum atau makan, sana ke dapur. Tapi jangan lama-lama, kita ada tamu.”
Jean menganggukkan kepalanya pelan. Ia melangkah meninggalkan ruang tamu dan berjalan menuju kamarnya. Meletakkan tas ranselnya, Jean mendudukkan tubuhnya dipinggiran ranjang. Menatap kosong ke arah cermin di depannya.
“Kenapa mereka ada di sini?” gumam Jean. Entah mengapa firasatnya kali ini mengatakan ini tidak baik.
Menarik napas sebanyak-banyaknya Jean bangkit dan merapihkan penampilannya. Memastikan tubuhnya tidak bau dan menambah satu semprot parfum. Merapihkan kuncirannya. Ia juga mencuci wajah berminyaknya sebelum melangkah kembali ke ruang tamu dan duduk di samping ke dua orang tuanya.
Tamu di depan Jean tersenyum ramah, yang dibalas dengan senyum canggung oleh Jean. “Maaf sebelumnya karena sudah ganggu waktu kamu Jean.” Jean menganggukkan kepalanya.
“Jadi begini, kami datang kemari menemani anak kami yang berkeinginan untuk melamar kamu.” Jelas Jean terkejut mendengar kata melamar yang dilontarkan oleh pria paruh baya dihadapannya ini. Kemudian ia melirik ke arah pemuda yang berada di samping pria paruh baya itu, ia menatap Jean dengan senyuman di wajahnya.
~
Rangga beberapa kali mengecek ponselnya dengan gelisah. Sedari tadi ia tidak bisa menghubungi Jean, yang menurut informasi dari adiknya tercinta, tengah pulang ke rumah orang tuanya karena sesuatu yang penting. Bukan maksud Rangga ingin mengganggu Jean yang mungkin saat ini tengah berkumpul bersama keluarganya, ia hanya ini memperoleh konfirmasi atas informasi dari sang adik.
“Beneran dia balik ke rumahnya?” tanya Rangga yang sudah berulang kali dilontarkannya pada sang adik yang kini tengah menatap jengah padanya.
“Iya! Gak percaya banget sih!” jawab Nisa judes. Ia menunjuk muka sang kakak dan berkata, “Sekali lagi nanya kayak gitu, gue tampar mulut lo!”
Rangga memutar matanya malas. Ia kembali membuka aplikasi pesannya meyakinkan kembali keberadaan Jean melalui beberapa teman sekantornya. Dan tetap sama mereka tidak tahu keberadaan Jean dan juga tidak tahu alasan mengapa Jean tidak masuk hari ini.
Rangga menghela napasnya lelah. Rangga khawatir? Tentu saja. Rangga merasakan firasat yang tidak baik saat ini. Terlebih Jean yang tidak bisa dihubungi. Rangga menyisir rambutnya dengan resah. Ia pikir Jean sudah mau menganggap hubungan mereka, tapi ternyata tidak.
~
Yok siapa yang lamar Jean kalo bukan Rangga? Aku yakin kalian...
Bantu klik tanda suka, kasih komentar, bagiin cerita ini ke teman, dan jangan lupa tinggalkan kesan pesan dan bintang untuk cerita ini.