Dengan napas tersengkal-sengkal dan senyuman yang merekah sempurna, Jean menatap ke arah bangku penonton. Riuh suara tepuk tangan membuat senyuman seluruh anggota teater semakin melebar. Di sampingnya, Rangga tak kalah dengan senyum penuh kepuasan. Pementasan mereka sukses besar.
~
Masih dengan pakaian yang sudah tidak wangi tadi, Rangga tertawa lepas sambil menerima tepukan dari anggota teater lain yang juga ikut merasa puas dengan penampilan mereka.
Tidak jauh dari sana ada pak Aryanto dan pak Rian yang menepuk tangan mereka saat mendapati Rangga berjalan ke arah mereka. Rangga menerima uluran tangan dan ucapan selamat mereka dengan penuh kepuasan.
“Saya benar-benar puas dengan penampilan kalian.” Ucap pak Rian dengan senyuman yang tidak luntur sedari tadi.
“Terima kasih pak.”
“Jumlah pengunjung juga meningkat. Poster yang kalian buat luar biasa, jangan lupa habis ini makan-makan di atas.”
“Widihhh, siap pak.”
“Kalo gitu saya ke atas, ya? Mau siapin acara makan-makan.”
“Sekali lagi terima kasih, pak.” Pak Rian menganggukkan kepalanya dan memberikan dua jempol, sebelum pergi dari sana.
“Rangga,” Panggil pak Aryanto. “Kamu nyium bau, gak?”
Rangga mengerutkan keningnya. Kemudian mengendus tubuhnya. “Saya bau ya, pak?”
Pak Aryanto tertawa. “Bukan, bapak nyium bau-bau dapet bonus.”
“Kirain apaan, pak.”
“Ya udah, sekarang kalian semua istirahat dulu.” Pak Aryanto menepuk pundak Rangga sebelum berlalu pergi.
Rangga menatap punggung pak Aryanto yang menjauh darinya. Namun hal lain justru mengganggunya. Di sana pak Aryanto menghampiri putranya, Dion, yang sedang berdua dengan Jean.
Nampak sesekali pak Aryanto menggoda mereka berdua dan mengundang tawa dan sipu malu keduanya.
Tanpa sadar Rangga mengepalkan kedua tangannya, melihat pemandangan dihadapannya. “Mine.”
>>>>><<<<<
Dengan menggenggam sebotol minuman dingin Jean melangkahkan kakinya menuju Dion yang tengah mengelap kaca matanya. Ia duduk di samping Dion, karena kebetulan hanya tempat ini yang ia lihat kosong. Membuka tutup botol dan menengguk isinya dengan rakus.
“Ah, lega banget.”
“Bukannya, kamu gak ngomong ya pas pentas? Kok bisa haus?” Tanya Dion sambil menatap ke arah Jean.
“Kamu gak liat, tubuh aku banyak keringetnya? Mana kita pentasnya lama banget. Belum lagi terus gerak selama pentas.” Gerutu Jean. “Emangnya situ yang tinggal tekan-tekan tuts piano?”
“Main piano juga butuh konsentrasi yang menguras otak tahu.” Balas Dion tak mau kalah.
“Iya deh.”
“Mau?” Tawar Jean dengan menyodorkan minumannya yang tinggal setengah. Dion tersenyum singkat sebelum meraih botol milik Jean.
Jean mengusap keringatnya yang terus saja bercucuran. Ia kemudian mengendus ketiaknya, dan bertanya, “Gue bau gak sih?”
“Gak tahu. Orang kita sama-sama keringetan.” Dion menyerahkan kembali botol minum Jean.
“Eh, iya.”
“Widihh, berdua aja nih.” Jean dan Dion mengalihkan perhatian mereka pada sumber suara.
“Ayah.” Ucap Dion.
Pak Aryanto tersenyum. “Pak Rian ngajak makan di atas. Bonus~”
“Mantap, pak.” Sahut Jean semangat.
“Udah gak kuat nih, perut demo dari tadi.”
“Istirahat dulu bentar, ganti baju, langsung cusss.” Jean mengangkat kedua tangannya dan mengacungkan jempolnya.
“Jangan lupa bawa pasangan.” Goda pak Aryanto.
“Ih, apaan sih, pak.”
~
Oke, halo semuanya. Jangan lupa pantengin terus cerita ini.
Jangan lupa kasih vote, komen, share, dan jangan lupa kasih review untuk cerita ini.
Untuk kalian yang gak mau ketinggalan info silahkan cek akun instagram aku di @m_takar.s atau @luthfita_adr.
Terima kasih,
Luthfita A.S.