Jean mengusap keringat di dahinya. Cuaca hari ini sungguh terik. Belum lagi, latihan yang semakin intens. Jean meraih tasnya dan mengeluarkan minuman dingin yang tadi sempat dibagikan pada istirahat pertama. Ia kini duduk di belakang panggung, menghindari teriknya matahari. Tidak hanya Jean yang berada di sana, karena nyaris semua anggota yang nantinya ikut pentas berteduh di belakang panggung.
“Gak kebayang, kalo nanti pentas dan cuacanya kayak gini. Kulit gue makin gosok entar.” Keluh Dias yang baru saja turun dari atas panggung. Ia kemudian duduk di samping Jean seraya mengibas-ibaskan kipas yang sengaja dibawanya (setiap saat).
Jean mengangkat salah satu alisnya, menatap heran ke arah Dias. “Bukannya hobi lo ke pantai? Masa panas segini lo gak tahan.”
“Orang gue selalu datengnya sore, bukan pas panas terik kayak gini.” Dumel Dias.
“Mana minuman gue abis lagi.”
Jean kembai meminum minumannya dan menghiraukan Dias yang terus mengeluh kehausan di sampingnya. “Is! Lo jadi temen peka dikit napa. Bagi minum!”
Jean kembali melirik ke arah Dias. “Orang ini jatah gue.”
“Bagi dikittttt.”
“Tiga teguk cukup, kan?” Jean menyodorkan minumannya pada Dias.
“Ih! Pelit banget.” Dias mengambil air minum dari tangan Jean.
“Minuman dingin datang!!!” Teriak salah satu anggota dengan satu kotak besar berisi minuman dingin.
Jean buru-buru bangkit dari duduknya dan meninggalkan Dias. Beberapa orang juga ikut mendekat pada kotak itu.
Jean mendapatkan satu botol air mineral dingin. Ia kembali pada tempatnya tadi, dan memandang Dias yang berada dibagian luar dari kerubungan itu.
“Ih! Kok udah abis?! Ada yang ngambil dua, ya?!” Dias berteriak dan memandang pada semua orang yang ada. Tapi tak seorang pun yang menyahuti. Dias menatap tajam ke arah Jean yang tengah menengguk minuman dingin dan membuatnya dramatis.
“Lo kan masih punya air mineral ditangan lo. Kalo gak cukup, di kotak masih ada es batu. Lo masukkin aja tuh es batu ke dalem botol, entar juga cair.” Ujar orang yang membawa minuman tadi. Dias menghentakkan kakinya kesal dan berjalan ke arah Jean.
Jean terkekeh pelan, melihat wajah jutek Dias.
>>>>><<<<<
Jean menatap fokus pada kedua mata Rangga yang menjadi lawan mainnya, sambil teru bergerak mengikuti irama musik. Beberapa orang yang juga ikut berada di atas panggung bersama Jean dan Rangga, ikut memainkan peran mereka dengan sebaik mungkin. Ini merupakan latihan terakhir sebelum, besok mereka pentas sebenarnya.
Di deretan kursi penonto nampak pak Aryanto dan pak Rian tengah menyaksikan pertunjukan yang sebentar lagi akan segera berakhir. Tak lupa sebuah kamera dokumentasi yang terus bertengger dari semenjak mereka latihan di gedung hingga pentas esok.
Lantunan musik yang dimainkan dengan begitu apik telah berakhir sejalan dengan mereka yang berada di atas panggung. Menampilkan senyum terbaik sekalipun napas mereka terengah-engah. Pak Aryanto dan pak Rian, berdiri dan bertepuk tangan sekeras mungkin.
Selesai dengan latihan, mereka semua berkumpul untuk kelancaran pementasan besok siang. Setelahnya semuanya kembali pada sebuah bangunan sementara yang digunakan sebagai tempat beristirahat pada anggota, karena jarak panggung dengan gedung yang lumayan jauh, membuat mereka memutuskan untuk berada di sini sehingga tidak ada anggota yang terlambat datang esok hari.
Pak Aryanto dan pak Rian berjalan menghampiri Rangga.
“Saya sungguh puas dengan pementasan kalian tadi.” Pak Aryanto menepuk pelan lengan Rangga. Dan dibalas dengan senyum lebar oleh Rangga.
“Terima kasih pak. Semoga besok semuanya berjalan dengan lancar.” Rangga meng-amini. “Baiklah saya harus segera memeriksa yang lainnya. Selamat beristirahat.”
Pak Aryanto dan Rangga menganggukkan kepala pada pak Rian.
“Kehadiran kamu memang tidak perlu diragukan lagi Rangga.”
“Semua ini berkat kerja sama dari semua orang pak, tidak mungkin karena saya seorang.” Balas Rangga merendah.
“Semoga semua ini menjadi awal yang baik untuk teater ini.”
~
Oleh Luthfita A.S.