-13-
Emang penting banget ya coret-coret seragam?
Gue, Jaka, sama David duduk-duduk di depan ruang kesenian, masih senyum-senyum ngeliatin selembar kertas bertuliskan LULUS. Seragam kita bertiga masih bersih, nggak ada coretan sama sekali. Males aja sih, dimana letak positifnya coba? Iya lulus, iya nggak akan dipake lagi. Tapi kenangan selama tiga taun ini, seragam inilah saksi bisunya. Gue, Jaka, sama David sih nggak rela ngotorin kenangan putih abu pake pilok dan spidol.
"Woy, pada ngelamun aja lu!" Si Yudhi tiba-tiba nongol sambil pegang spidol permanen, seragamnya udah penuh sama coretan dan tanda tangan.
"Kampret Yud, ngagetin lu." Jaka ngusap-ngusap dada.
"Sini pinjem spidolnya Yud. Ntar kalo gue udah manggung di TV, lu susah kalo mau minta tanda tangan." Kata David sambil tanda tangan di bajunya Yudhi.
"Abis itu gue ya, bakal kangen gue sama alis nyambung lu Yud." Jaka juga ikutan tanda tangan.
"Gue sih ikut-ikutan aja Yud. Soalnya tanda tangan mereka nggak lengkap kalo nggak ada tanda tangan gue." Gue juga coret-coret bajunya Yudhi.
"Gue juga nggak akan lupain kalian deh, bisa kali kapan-kapan kalo lu semua maen ke Jakarta kita reuni."
"Bisa banget lah!" Kata gue.
"Yoi, siapin aja makanannya." Jaka nambahin.
"Jaga diri di Jakarta Yud." Kata David.
"Pasti!" Jawab Yudhi. "Ya udah deh, gue mau makan-makan sama anak-anak kelas. Lu ikut juga kali Ka, terakhir nih!"
"Hah, sekarang banget?"
"Iya lah, kapan lagi."
"Ya udah deh, Vid, Yo, sampe ketemu perpisahan ya!" Jaka sama Yudhi pun pergi.
"Ke kelas yuk Yo? Si Asti juga masih ada di kelas."
"Menurut lu, gue sama dia mesti balikan nggak sih?" Kata gue sambil jalan ke arah kelas.
"Kok lu tanya gue? Elunya mau balikan nggak?"
"Waktu gue tau si Rena juga suka sama gue, gue malah jadi bingung."
"Yo, si Rena sendiri aja udah ngerelain elu, lah elu kenapa jadi mikirin dia lagi? Gini deh Yo, gue bikin simple. Rena itu yang elu mau, tapi Asti yang elu butuhin. Yang selama ini care sama elu kan Asti, bukan Rena."
"Hmm.." Gue ngangguk-ngangguk.
Sampe di kelas, gue sama David berpapasan sama Asti.
"Aku pulang duluan ya, sampe ketemu ntar di perpisahan." Kata Asti.
"Buru-buru amat Ti." Kata David.
"Hmm, mau liatin ini ke Mama." Jawab Asti sambil ngangkat surat kelulusannya.
"Aku anter ya Ti." Kata gue.
Asti menggeleng. "Gapapa, aku mau naek angkot."
"Ya udah, ati-ati." Gue bilang, dan Asti pun pergi.
Gue sama David berdiri di depan kelas. Ngeliat bangku-bangkunya, papan tulisnya, nginget-nginget lagi semua kejadian yang nggak akan bisa terulang lagi. Mulai dari cinta-cintaannya anak-anak kelas, ribut-ributnya, dari yang kocak sampe yang sedih, dari tompelnya bu Ratna sampe tragedi Ricky. Ya, kalo kata Teh Yuni mah, semua itu pemanis dari kehidupan putih abu gue selama sekolah disini.
* * *
Gue duduk sendirian di D'Coffee, pake setelan jas rapi lengkap pake dasi segala. Bukannya gue nggak mau dateng ke acara perpisahan, tapi berat rasanya gue ketemu Asti di sana. Di hape gue udah ada 6 misscall dari David, 4 dari Jaka, dan 7 dari Tiwi. Lagi bingung-bingungnya gue, Teh Yuni nyamperin gue.
"Heh Rio, kamu teh kenapa? Pake setelan udah keren tapi sedih begitu, kayak eksekutif baru dipecat. Nih, Teteh buatin kopi susu spesial. Gratis, nggak usah bayar." Katanya sambil nyimpen kopi susu di meja.
"Wah serius Teh."
"Eeeeh asli, hadiah kelulusan dari Teteh."
"Asiiik."
"Dicoba dulu atuh."
Gue minum sedikit, lebih enak. "Hmm..beda sama yang biasanya Teh, lebih enak, manisnya beda. Yang biasanya juga enak, tapi ini lebih enak."
"Oh ya iya doooong, yang ini mah resep rahasia. Cuma Teteh buat di waktu tertentu aja."
"Ooh jadi cuma dibuat kalo ada moment spesial ya Teh?"
"Iya dong, kita harus memanfaatkan sebaik-baiknya moment yang ada. Siapa tau kamu nanti kuliah di luar kota. Nanti Teteh nyesel nggak pernah bikinin kamu kopi susu yang spesial. Udah ah, Teteh kesana dulu."
"Iya Teh, makasih kopi susu spesialnya." Dan Teh Yuni pun pergi, nggak lama kemudian Tiwi dateng sendirian ke kedai.
"Yo, kamu tuh ngapain sih?! Perpisahan sekolah malah ngopi-ngopi sendirian disini." Tiwi ngomel-ngomel.
"Tunggu, kok tau aku di sini?"
"David bilang kamu pasti ada di sini. Kamu tau nggak, semuanya nungguin kamu. Ini perpisahan Yo, perpisahan! Gimana kalo ntar jadi sibuk masing-masing terus jadi susah ketemu? Kamu pasti nyesel nggak dateng hari ini." Tiwi sewot terus minum kopi susu gue. "Terus si Asti, dia udah dandan cantik banget hari ini, masa kamu nggak mau ketemu?"
"Ah si Asti mah tiap hari juga cantik."
"Itu maksud aku Yo! Kalo kamu nggak minta balikan sekarang, kapan lagi kamu bisa liat cantiknya dia? Kalo nggak hari ini, mungkin nanti dia nggak akan mau ketemu kamu lagi gara-gara kamu nggak dateng ke perpisahan."
"Hmm.." Gue masih mikir-mikir.
"Ayolah Yo, kamu sendiri juga tau kalo dia masih sayang, kamu tuh sebenernya selama ini nggak pernah kehilangan dia. Kalo kamu nunggu moment untuk nebus semua kebohongan kamu ke dia, ya sekarang saatnya."
Bener apa yang Tiwi bilang, gue nggak boleh kayak gini. Masa iya selamanya gue lari dari kesalahan? Ini mungkin kesempatan terakhir, pemanis terakhir buat paitnya kopi yang gue bikin. Pemanis spesial!
"Oke!" Gue berdiri sambil ngambil gelas kopi gue dari tangan Tiwi. Abis gue minum semua kopinya, gue bilang "Makasih ya Kak, aku ke sana duluan."
Tiwi cemberut, matanya berkaca-kaca. "Ini pertama kalinya kamu panggil aku Kakak." Katanya.
* * *
Sampe di sekolah, suasananya rame banget. Tanpa pikir panjang, gue langsung menuju ke kelas. Cuma ada beberapa orang di kelas, Asti nggak ada di situ. Di ruang kesenian juga nggak ada Jaka atau David, gue nggak tau deh mesti kemana. Satu-satunya tempat yang masuk akal sekarang cuma lapangan upacara, tempat acara utama. Belom nyampe gue ke lapangan, suara David manggil gue dari belakang.
"Yo! Lu kemana aja sih?" David narik tangan gue. "Sini ikut gue!"
"Mau kemana?"
"Udah nurut aja!"
David narik-narik gue ngelewatin kerumunan orang, sempet berpapasan sama Nia juga. Nggak lama kemudian gue sama David sampe di depan ruangan kosong, disitu Asti berdiri. Di depan lab komputer, tempat dulu gue nembak dia.
"Noh samperin, gue ke Jaka dulu." Kata David sambil berlalu.
Gue jalan deketin Asti, dia cuma berdiri disitu ngeliatin gue. Cantik banget dia hari ini, pake kebaya perpaduan warna hijau dan emas, rambutnya pake hiasan berbentuk bunga, pokoknya cantik banget.
"Hei." Sapa gue.
"Hei juga." Dia senyum.
"Kamu cantik, cantik banget hari ini."
"Makasih, kamu juga keren."
"Emm..iya makasih."
Gue sama dia sama-sama senyum canggung. Gue bingung mesti mulai dari mana, jantung gue deg-degan.
"Ti.."
"Hmm?"
"Aku mau minta maaf."
Asti cuma diem, ngeliatin gue. Mukanya nunjukin ekspresi yang khas Asti banget, matanya membulat lucu, mulutnya merapat sambil sedikit senyum.
"Aku tau, semua yang aku lakuin ke kamu itu jahat, dan aku minta maaf untuk itu. Aku sadar, selama ini ternyata bukan cuma kamu yang aku bohongin, tapi juga diri aku sendiri. Aku selama ini pura-pura kalo aku nggak sayang sama kamu, pura-pura kalo kamu itu cuma kebetulan duduk di posisi Rena. Kenyataannya, aku memang beneran sayang sama kamu. Aku sadar sekarang, memang kamu yang harusnya baca tulisan aku waktu itu, bukan Rena. David bilang, mungkin Rena yang aku mau, tapi kamu yang aku butuhin. Enggak, David salah. Aku mau kamu, dan aku butuh kamu. Kamu yang bikin hari-hari aku jadi lebih manis Ti. Aku sayang sama kamu."
"Kamu tau dari mana aku yang kamu butuhin?"
"Dari cara kamu peluk aku tiap aku anterin pulang, dari lucunya kamu waktu bilang 'nggak asik aja lagi enak-enak meluk disuruh turun', dari kocaknya kamu yang bikin aku merhatiin tompelnya Bu Ratna pas aku lagi bosen di kelas, dan dari cara kamu minum hot chocolate yang aku bawain walaupun sebenernya aku tau rasanya udah nggak enak. Kamu bisa bikin aku jadi ngerasa spesial dan itulah yang aku butuhin. Kalo sama kamu, setiap moment bisa jadi romantis."
"..."
"Hal-hal kecil kayak gitu, mungkin kamu sendiri nggak sadar, tapi aku akan selalu inget, sampe aku tua, sampe aku jadi debu."
"..."
"Nggak bisa berenti mikirin senyum kamu, mau nggak jadi pacar aku?"
"Itu beneran buat aku? Nggak salah nembak lagi kan?"
"Nggak usah ngeledek, mau balikan nggak?"
Asti senyum, senyuman paling manis yang pernah gue liat.
Yah, kadang orang bilang cinta itu kadang bisa membutakan, atau bahkan membisukan. Tapi pada kenyataannya, selama masih bisa dirasakan dalam hati, gue nggak masalah dibutakan atau dibisukan sama cinta.
* * *
Mantap nih wajib dibaca
Comment on chapter 1