12
Sedari tadi sembari duduk manis di boncengan motor Kenand aku menghitung dan mengingat-ingat mensive-ku dan Elios yang keberapakah hari ini, sebelumnya kami hanya saling mengucapkan "happy mensive day" tanpa pernah menyebutkan angka. Tiga puluh enam? Kalau tiga puluh enam berarti tepat tiga tahun atau berarti hari ini adalah anniversary kami yang ketiga. Tapi apa pasti benar? Kalau sudah terlanjur merayakan ternyata salah kan malu.
"Thia, Thia, woi! Turun!"
Aku tersentak dan segear turun dari boncengan motor Kenand, tak terasa kami sudah berada di halaman parkir sekolah.
"Ngalamun aja, untung nggak jatuh."
Kami berjalan bersama menuju ke gedung utama sekolah dalam diam. Sebenarnya aku ingin menanyakan perihal yang kemarin namun kuurungkan niatku itu, tunggu saja Kenand yang bercerita terlebih dahulu, jika tidak mungkin ia memang tak ingin membahas hal itu denganku.
Ah! Aku jadi teringat lampu tidur yang kemarin sore, aku belum jadi membelinya karena kedatangan Elios yang tiba-tiba dan memaksaku segera pulang. Bukankah tujuanku kesana kemarin adalah untuk membeli alat tulis baru kenapa jadi berbelok ke lampu tidur? Sudah kuputuskan untuk mampir disana nanti sepulang sekolah guna membeli beberapa buah alat tulis dan lampu yang kemarin meski demi itu aku harus rela pulang sendiri berjalan kaki atau dengan bus.
"Sst, tuh," bisik Kenand sembari memberi kode dengan matanya.
Aku mengikuti arah pandangannya dan mendapati demigod-ku tengah berdiri bersandar pada daun pintu kelas kami.
"Ada apa?" tanyaku bingung, bukannya kami sudah sepakat untuk tidak 'pacaran' di area sekolah? Ah, mungkin saja ia ada urusan dengan teman sekelasku dan bukan denganku.
"Ini," ucapnya sembari mengulurkan sebuah kantong plastik berwarna putih kepadaku kemudian pergi begitu saja.
"Lucu deh Kak Elios, kaya anak SD kena cinta monyet, ngasi sesuatu terus kabur," bisik seseorang di dalam kelas, berbisik namun dengan suara yang cukup keras sehingga dapat tertangkap dengan jelas oleh indera pendengaranku.
Tanpa mempedulikannya aku segera menuju ke tempat dudukku di bawah jendela dan menyimpan bungkusan dari Elios. Meski penasaran aku memilih untuk membukanya nanti saja mengingat waktu yang tersisa sebelum bel berbunyi tinggal sedikit lagi.
.
Di jam istirahat usai membeli minuman di kantin dan membawanya ke kelas aku membuka bingkisan dari Elios tadi, penasaran. Kira-kira apa ya isinya?
"Waaah...," kagumku begitu melihat apa yang ada di dalamnya, sebuah lampion mungil berwarna biru kuning, mirip dengan lampu tidur yang hampir kubeli kemarin, hanya saja ini tidak terbuat dari plastik melainkan kertas dan ukurannya sedikit lebih besar.
Tak mau merusaknya, aku mengembalikannya ke tempat semula dengan hati-hati dan menutupnya rapat, nanti saja di rumah aku mengaguminya lagi. Ini bukan kali pertama ia memberiku hadiah yang merupakan hasil karya tangannya, sebelumnya ia sempat juga membuatkanku tabungan koin dari gerabah dan karpet kecil yang dirajutnya sendiri.
Ting!
Samar-samar aku mendengar suara ponselku di dalam kantong ransel berdenting, aku lupa mengubahnya ke mode diam rupanya. Pesan masuk dari demigod-ku.
Hai, Dek
Happy mensive yang entah ke berapa (males ngitung, hehehe )
Aku semalam begadang buatin lampion itu buat kamu, karena aku setelah antar kamu pulang balik ke toko itu tapi sudah tutup, jadi aku buatkan sendiri. Maaf kalau nggak sebagus yang mau kamu beli kemarin.
Tadinya aku mau tulis surat tapi kelupaan, hehehe..
Oh iya, nanti pulangnya sama aku aja ya jangan sama temen kamu itu, aku cemburu, hehehe...
Aku tunggu di parkiran oke? :*
Eh, tunggu.
Apa? Cemburu?
Ini kali pertama dalam sejarah.
Belum sempat aku mengetik pesan balasan untuknya ia telah mengirim satu bubble chat lagi.
Aku tau kamu deket ama dia, tapi jangan deket2, aku nggak suka T.T
Aku antara bingung, kaget, tak percaya, dan geli membacanya. Tak biasanya ia seperti ini, atau aku yang tidak benar-benar mengenalnya? Elios yang aku kenal selama ini begitu dewasa dan terkadang aku merasa ia seperti ayah ketimbang pacar, namun kini ia bahkan menggunakan huruf T dan titik untuk menggantikan emoticon menangis, tak tahu aku kalau dia juga suka menggunakannya, kupikir ia bahkan tak akan tahu apa itu artinya.
.
"Kamu pulang sendiri ya, bisa kan? Aku ada janji nih."
Pas sekali! Kenand memintaku pulang sendiri saat aku juga sedang ada janji dengan Elios."Iya gapapa, Nand, aku juga ada urusan setelah ini."
"Yaudah, oke, aku duluan ya, daaah..." Ia pergi begitu saja dengan terburu-buru, kutebak ia ada janji dengan Kak Mimin.
Sepeninggal Kenand aku membereskan barang-barangku dan berjalan perlahan keluar dari kelas dan gedung utama, pelan-pelan saja sembari meunggu yang lainnya pulang, nggak enak kalau kelihatan aku bareng sama Elios lagi. Bukan apa-apa, tapi aku tak mau kembali menjadi bahan gosip di sekolah. Seharusnya tadi kami janjian di tempat lain saja ya, hmm, kenapa baru ingat sekarang ya? Yasudahlah, kali ini tak apa.
Masih ada dua tiga orang di halaman parkir selain demigod-ku ketika aku tiba disana namun aku tak mempermasalahkan itu, toh sepertinya juga mereka tak memperhatikan kami dan sedang sibuk dengan urusannya masing-masing.
"Kok lama?" tanyanya.
"Iya, tasnya berat. Kaya kura-kura jalannya lambat karena bawa rumah, kalau aku karena bawa tas."
Ia tertawa dan mengacak rambutku. "Ada-ada aja."
"Kalau berangkatnya, boleh kan aku bareng sama Kenand? Daripada kamu putar buat jemput aku?" tanyaku sembari memasang helm.
"Coba deh nanti gimana."
Apakah itu berarti ada kemungkinan tidak boleh?
***