8
Minggu ini kegiatan belajar mengajar sudah berjalan sesuai jadwal dan materi sudah mulai dipelajari, hal itu tentu membuat perhatianku kini berpusat pada pelajaran saja. Itu bagus!
Sekarang kelas kami sedang pelajaran olahraga, beberapa teman bermain basket dan yang lainnya menonton di pinggiran, aku termasuk yang menonton saja. Aku memilih menyimpan energiku untuk pelajaran selanjutnya, daripada kelelahan dan tertidur saat pelajaran sejarah setelah ini. Pokoknya aku harus fokus saat pelajaran, aku adalah pelajar dan tugas utamaku adalah belajar.
"Thia, minggu depan kabarnya sudah mulai ulangan," ucap Kenand yang duduk bersandar tembok di sampingku.
"Lalu?" Aku tak terlalu berminat, toh masih kabar burung, belum pasti.
"Gimana kalau kita taruhan?"
"Taruhan?"
"Iya, taruhan tiap ulangan, yang nilai ulangannya lebih rendah harus traktir."
Aku menoleh ke arahnya, mulai tertarik. "Siapa aja?"
"Kita berdua."
Semakin tertarik.
"Deal?" Ia mengulurkan tangan kanannya dan aku menjabatnya segera.
"Deal!"
Memang ada yang mengatakan jangan banding-bandingkan kemampuan dengan teman sebaya dan fokuslah memaksimalkan diri sendiri, namun kadang persaingan itu diperlukan juga untuk memacu diri. Bagusnya ini hanya antara aku dan Kenand saja.
.
"Bagus tuh, aku juga gitu kok sama Laras," komentar demigod-ku ketika aku menceritakan perihal rencana taruhanku dengan Kenand. "Tapi kalau aku sama Laras taruhannya nggak selalu traktiran, tergantung permintaan yang menang," lanjutnya.
Kak Laras lagi, sebegitu dekatnya kah mereka?
"Kenapa, Dek?" tanyanya ketika aku tak kunjung merespon.
"Eh? Kenapa?"
"Kamu yang kenapa? Ngalamunin apa?"
"Nggak kok," elakku lalu kembali melanjutkan memainkan rubik di tanganku.
"Gimana kalau Sabtu besok kita belajar bareng?"
"Sama siapa aja?"
"Berempat gimana? Aku, kamu, Laras, sama teman kamu itu, siapa namanya?"
"Nggak ah," tolakku, males banget. Kak Laras lagi, Kak Laras lagi. Kenapa harus selalu melibatkannya?
"Emang kenapa?"
"Sabtu aku ada acara mau kondangan."
"Kondangan? Dimana?"
"Di belakang rumah."
"Siapa yang nikah?"
"Kucing belakang rumah."
Ia tertawa terbahak-bahak, dikiranya aku bercanda? Nggak peka ya kalau aku nggak mau itu karena Kak Laras?
"Sudah sore, bentar lagi gelap, nggak pulang?" Aku mengusirnya secara halus, ketimbang terus bersamanya dan semakin sakit lebih baik aku segera mandi dan memanfaatkan waktuku untuk belajar.
"Yaudah, aku pulang dulu ya," pamitnya. "Jangan lupa mandi, makan malam, belajar."
.
"Gimana ketemu nggak?" tagih Kenand begitu aku menginjakkan kaki memasuki ruang kelas.
"Ketiduran," jawabku sembari meletakkan ranselku yang berat sekali.
"Jadi?"
"Ya belum, orang ketiduran."
"Kali aja nemu jawabannya di dalam mimpi."
Aku meletakkan pantatku di bangku samping Kenand. "Mana ada, iya juga mimpi makan bakso, masa mimpi ngerjain matematika."
"Yaudah mana sini, biar aku kerjain."
"Itu ambil aja."
Kubiarkan ia mengambil sendiri buku matematika dari dalam ranselku. Ini bukan buku matematika pelajaran melainkan buku kumpulan soal yang kupinjam dari Elios untuk sekedar latihan soal di rumah, dan semalam aku membagikan serta mendiskusikan beberapa soal sulit bersama Kenand.
"Hmmm... Ini dikerjain dulu bukan sih?" Kenand memainkan pensil di tangannya sembari memperhatikan soal di halaman tiga puluh tujuh yang belum berhasil kami pecahkan sejak semalam.
"Udah aku coba nggak bisa."
"Hmmm.... Terus gimana?"
"Coba nanti aku tanya yang punya buku deh."
Baru saja dibicarakan sang empunya buku sudah terlihat di balik kaca jendela kelas, sedang menyeruput es susu kesukaannya.
"Nah itu orangnya."
"Iya bentar." Aku mengambil alih buku di pangkuan Kenand dan membawanya ke jendela. "Mas, ini, yang ini gimana?"
Ia memandangi soal yang kutunjuk selama beberapa saat tanpa berkedip kemudian menggeleng. "Nggak tau, aku lupa atau belum sampai situ atau kelewat mungkin."
"Yaah... Yang punya buku aja nggak bisa."
"Ntar aku tanyain Laras ya."
"Nggak perlu, nanti aku tanya yang lain aja, atau tanya Bu Rena," cegahku.
"Yaudah."
"Sana balik kelas, sebentar lagi bel," usirku. Aku mulai malas dengannya kalau sudah membawa-bawa Kak Laras seolah Kak Laras adalah orang yang sangat penting di hidupnya, dilibatkan di setiap hal.
"Yaudah, aku balik kelas dulu. Belajar yang baik, jangan tidur di kelas. Daaaaah." Ia pergi dan melambaikan tangannya dengan riang. Sepertinya ia memang kurang peka.
***