27
Hari ini adalah hari permbagian raport tengah semester yang menegangkan, walaupun tak sepeninting raport akhir semester namun jantung ini tetap dag-dig-dug menunggu ibuku keluar dari ruang kelas membawa hasil belajarku selama tiga bulan kebelakang ini. Aku duduk di koridor kelas bersama Kenand, Tata, dan beberapa teman lainnya.
"Yang rata-rata nilainya terrendah trakit yang lainnya besok gimana?" usul Tata.
"Call!"
"Siapa aja yang ikut?" Tentu aku harus memastikan terlebih dahulu berapa orang yang harus kutraktir jika ternyata rata-rata nilaiku terrendah, jangan sampai nantinya aku jadi harus berhutang pada ibu demi 'membayar taruhan' ini.
"Siapa aja yang mau ikut?" Tata mencari peserta namun sepertinya tidak ada yang berminat selain aku dan Kenand. "Ya sudah kalau begitu bertiga aja. Eh, tapi kalau bertiga, aku mundur deh."
"Yaah kok yang punya ide nggak jadi ikut," protes Kenand.
"Gak enak banget gitu ntar makan bertiga yang dua pacaran, jadi obat nyamuk."
"Siapa yang pacaran ih!" kesalku, asal aja ngomongnya, kami kan belum jadian.
"Belum pacaran kok," ujar Kenand dengan penuh penenakan pada kata 'belum'.
.
Rata-rata nilaiku dan Kenand hanya terpaut empat poin saja. Empat, tidak lebih, namun itu suskes membuatku harus mentraktir Kenand yang untungnya hanya minta es krim saja. Dan yang lebih baiknya taruhan ini pada akhirnya hanya untuk kami berdua akibat Tata yang dengan sukses mengundurkan diri serta tak ada kawan lain yang mau bergabung. Kenapa baik? Ya karena hanya satu orang yang perlu kutraktir, walaupun jika ada peserta lain maka ada juga kemungkinan nilaiku bukan yang terrendah.
Kami berjanji untuk bertemu saja di depan toko es krim ketimbang ia menjemputku di rumah, itu akan terlihat seperti sebuah kencan menurutku.
Aku sudah menunggu sejak sepuluh menit yang lalu namun belum juga ada tanda-tanda kedatangan Kenand, mana panas sekali disini.
Beberapa kali kucoba menghubungi ponselnya kalau-kalau ia lupa namun tetap tidak ada jawaban, membuatku khawatir saja.
Baru saja aku hendak mendahului masuk dan memesan es krim orang yang kutunggu-tunggu muncul dengan wajah berseri, tak menampakan rasa bersalah sama sekali telah membuatku menunggu lumayan lama.
"Lama banget," kesalku.
"Ada sedikit gangguan tadi." Ia membukakan pintu untukku dan aku segera melangkah masuk.
Udara segar dari AC yang menyala langsung menyapaku, memberikan kesegaran yang kubutuhkan setelah berpanas-panasan diluar tadi.
"Aku telepon kamu nggak bisa juga."
"Oh jadi kamu yang telepon? Udah di jalan aku. Yang penting kan sekarang udah ketemu. Ayo mau rasa apa?" Kenand memimpinku untuk memilih, bahkan ia merangkulku dengan lengannya yang panjang.
.
Setelah puas dengan es krim kami berpindah ke taman tak jauh dari situ, sekedar untuk duduk-duduk sambil berbincang di bawah sebuah pohon mahoni ditemani tiupan angin sore yang menyegarkan. Entah kenapa aku dan Elios tak pernah kesini dahulu, padahal suasananya sangat bagus.
"Kamu sering kesini sama Kak Mimin?"
Kenand yang tengah melamun sedikit tersentak dengan pertanyaan tiba-tiba yang kulontarkan. "Kenapa tanya tentang itu? Aku sama Kak Mimin sudah berakhir, apalagi tadi dia datang buat kembaliin barang-barang pemberian dari aku termasuk kado dan foto-foto kami."
Aku mengangguk tanda mengerti. Ah, aku bahkan belum sempat memilah-milah apa saja barang yang dari Elios, apalagi mengembalikannya.
"Lalu?"
"Ya nggak ada lalu."
"Hmm...."
"Lalu cari pacar baru, hahaha..."
"Belum juga seminggu."
"Kalau udah ada calonnya kenapa ditunda-tunda? Ntar malah kedahuluan yang lain."
Sudah ada calonnya? Hmm... Kira-kira siapa ya yang dia maksud?
***