“Kamu itu gimana, sih?! Saya pesan jam berapa?!”
Kyna hanya menundukkan kepala saat seorang pria berkaca mata menyemburkan amarah padanya. Pria itu menyerahkan selembar uang seratus ribu.
“Kurangnya saya jadikan kompensasi atas keterlambatan Anda!”
Kyna menerima uang itu tampa banyak bicara. Dia menundukkan kepala. “Sekali lagi saya mohon maaf atas keterlambatannya. Terima kasih telah memesan di Kyna’s Flower Garden.”
Pria berkacamata itu tak acuh pada ucapan Kyna dan langsung meninggalkan gadis itu. Kyna mengembuskan napas panjang. Tangannya berkeringat dingin sejak melihat pria sudah berdiri di sebuah restoran dengan tampang menahan kekesalan.
Kyna berjalan gontai menuju tempat parkir sepedanya. Jantungnya berdetak kencang mengingat serbuan amarah pria tadi. Lalu mendadak seruan lain yang tak pernah bisa Kyna lupakan kembali terbayang di benaknya.
“Anak tidak becus! Kerja apa ini!”
“Dasar anak haram!
“Anak tak tahu diri!”
Kyna menggigit bibir bawahnya. Dia mencengkram pegangan sepedanya kuat-kuat. Dia tidak boleh mengingat masa-masa itu lagi. Alasannya membuka toko bunga agar dia bisa bangkit dari masa kelam itu. Dia tidak ingin sembunyi. Dia tidak ingin terbungkus dengan ketakutannya.
Kyna menghela napas panjang.
“Hei, hei, lo udah denger belum novel Faye yang tahun lalu udah dibuat filmnyaloh! Tiga hari lagi keluar!”
“Eh, serius?! Duh gue sibuk banget akhir-akhir ini, enggak bisa ngecek sosmed. Ih yaudah yuk nonton!”
Kyna menoleh ketika dua orang gadis remaja lewat di sampingnya. Kyna tersenyum kecil mendengar pembahasan mereka. Kyna naik ke sepedanya. Dengan perasaan yang lebih ringan, dia mengayuh sepedanya pulang ke rumah.
***
BRAK!
Sebuah pukul keras menghantam tembok tanpa ampun. Suara deru napas yang memburu mengisi ruangan kerja bernuansa hitam putih. Adit memandang atasannya itu takut-takut.
“Pak, saya ada urusan dulu.”
Adit segera keluat sebelum dia ikut jadi bahan pelampiasan amarah setelah meja dan tembok. Kenzie mendengus kesal. Dia melirik secarik kartu nama yang telah lusuh di atas mejanya.
“MATI KAMU!”
Kenzie berteriak marah sambil memukul-mukul kartu nama itu, membuat kartu nama itu jadi teronggok tak berdaya di lantai yang tertutup karpet hitam.
Kenzie menatap kartu nama itu penuh benci.
Semua perempuan di dunia ini menyebalkan. Ibunya, gadis itu, semua karyawan perempuan di matanya sangat menyebalkan. Kalau suatu hari dia menjadi Direktur Utama dia akan menendang semua para perempuan yang tidak becus di kantornya. Masalahnya 99 % karyawan di sini tidak becus. Genit, menyebalkan, sekarang Kenzie jadi makan berapi-api kalau mengingatnya.
Kenzie merutuki aturan bodoh yang berlaku di keluarga besar ayahnya. Seorang pria harus menikah sebelum berumur 28 tahun. Aturan konyol macam apa itu? Ingin rasanya Kenzie keluar dari kartu keluarga saja. Sekarang Kenzie paham kenapa ayahnya sampai bercerai dengan ibunya. Kenzie sangat ingin menjadikan itu sebagai alasan bahwa dia tidak akan menikah kepada ayah dan kakeknya. Tapi itu tidak mungkin. Karena satu, itu tidak sopan, dan yang kedua baru pertama kali dalam sejarah panjang keluarga Alcander, ayahnya yang bercerai.
Kenapa dia bisa tahu?
Kenzie menduga kakeknya sudah tahu bahwa dia akan menjadikan keadaan ayahnya itu sebagai alasan, karena itu kakeknya mengatakan sendiri bahwa selama ini hanya ayahnya yang bercerai. Sedang kakek, buyut, ayah buyut, kakek buyut, dan seterusnya tidak ada satu pun. Dan kakeknya itu punya bukti.
Kenzie mengambil kartu nama itu dengan kasar. Kartu nama warna-warni dengan hiasan berbagai macam bunga itu sudah sangat jelek. Namun tulisan Keiko Kyna masih terbaca jelas di sana. Lengkap dengan alamat dan nomor teleponnya.
“Gadis itu, gadis itu akan membayarnya.”
Next kak
Comment on chapter Chapter 5