Read More >>"> Novel Andre Jatmiko (Chapter XVII \'Nita Anggraini\') - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Novel Andre Jatmiko
MENU
About Us  

22 Februari.

Hanya tersisa sedikit waktu lagi untuk menyelesaikan novel sebelum deadline. Namun kondisikumalah drop, bukan karena sakit tapi lebih disebabkan oleh pikiran. Hari Hinggu seharusnya kugunakan untuk menghabiskan waktu bersama Ibu yang libur dari kegiatannya di butik, namun yang kulakukan sejak pagi malah duduk  di depan TV menonton film kartun tanpa melakukan apapun, sesekali kuterbahak melihat aksi sponge kuning yang lugu. Memang aku sangat suka film kartun dan benci berita, selalu saja kuganti chanel jika berita datang. Aneh, perasaan malu jika ibu tau putrinya bingung gara-gara masalah cowok memaksa memilih Miko sebagai tong sampah penampung curhat.

Panjang lebar kuberbalas pesan dengan Miko. Kira-kira Miko mbalas gimana ya? hmm, oh akhirnya dia membalas pesanku.

Miko1998, [Mungkin dalam hatimu, kau memendam rasa suka padanya.]

Rasa suka? pada Tyas? tak langsung kubalas pesannya, pikiranku terus bekerja keras menjelajah hati paling dalam yang menyembunyikan jawaban. 

NitaNit, [Entahlah, yang jelas dia berhasil menyusup dalam hatiku dan mencegahku untuk mengakatan iya pada Andre ketika dia menembakku tadi malam.]

Miko1998 [Jadi karena dia ya kamu nolah Andre?]

Aku kaget bukan karena membaca pesan Miko1998, namun telepon dari Sinca yang masuk tiba-tiba. Duuuh, ngapain sih nih anak nelepon aku? biasanya setelah jadian sama Aldo aku telepon selalu dialihkan.

Suara Sinca terdengar nyaring dari telepon. "Uhum, gimana nih malam mingguannya sama Micky? Lo diapain, oh bukan, maksutku Lo apain aja dia?" 

"Ya gitulah. Enggak terjadi apa-apa kok. Kami cuma makan malam terus nonton, dia membelikanku jaket, lalu mengantarku pulang."

"Ah yang benar nih enggak terjadi apa-apa?"

Kepo banget sih! "Serius, Aku dan dia enggak ngapa-ngapain kok."

"Hah, Lo ini gimana sih. Setelah apa yang dia lakukan untukmu, Lo enggak ngapa-ngapain sama dia?"

"Engak kok." jawabku mulai jengkel. "Kamu pikir Aku ini cewek apaan? terus apa maksutnya dengan apa yang dia lakukan untukku?"

"Pertama, dia memberimu sepuluh ribu follower, terus dia membuatkan sebuah lirik khusus buat Lo, lalu dia nolong Lo saat ada kasus plagiat, dia juga membelikanmu jaketkan? terus dia ngajak Lo jalan-jalan ke Suramadu, berduaan di sana bersama cowok seperti Micky itu adalah mimpi bagi banyak cewe_"

"Sebentar-sebentar!" potongku. "Kamu bilang apa tadi? memberiku sepuluh ribu follower? apa dia Mi_"

"Aaah, bye Nit. Gue mau jalan-jalan sama Aldo dulu, kapan-kapan lanjut lagi ya!"

"Hei tunggu!" terlambat, Sinca menutup teleponnya. Gadis kribo centil itu bagai hantu, datang tak diundang pulang tak di usir, meninggalkan  sebuah pertanyaan besar tanpa jawab. Miko1998, apakah dia Andre? jika iya kenapa dia tak mengakuinya lalu bagaimana bisa Sinca tau? mungkin ini hanya candaanya saja. Tunggu, coba pikir lagi. Kenapa dia bisa tau segalanya? aku tak pernah cerita ke Sinca jika aku menghabiskan malam bersama Andre di Suramadu, dari mana dia bisa tau? bahkan aku tak pernah cerita jika dibelikan jaket, hanya ada satu jawaban. Sinca jujur.

Tanpa pikir panjang kukirim pesan pada Miko, memastikan siapa dia sebenarnya walau dalam hati kusudah tau pasti dia itu Andre. Aku hanya ingin dia jujur kepadaku.

NitaNit, [Miko, minta fotomu dong.]

Miko1998, [Aku jelek Nit, aku malu dan aku tak mau hubungan kita berubah setelah kamu tau wajahku.]

Aku tidak mau hubungan kita berubah? apa ini sebuah kode untukku? apa dia tak mau mengaku karena alasan tertentu. Miko, bukan ... maksutku Andre, jika itu maumu aku tak akan mendesakmu lebih jauh. Benar pendapatmu, lebih baik kau menjadi Miko1998 yang selalu ada menemaniku. Namun, jika Miko adalah Andre bukankah sama saja aku mengaku jika aku suka pada Tyas kepadanya tadi? Sontak wajahku memanas dan entah mengapa perutku seperti tengah diobok-obok seperti lagunya Joshua yang berjudul diobok-obok.

"Duh Anak Ibu, sudah siang masih nongkrong di depan TV, belum mandi pula." Ibu duduk di sebelahku. "Bau kecut gini, ada apa sih kok Kamu betah nongkrong di depan TV mainan HP?"

Kumemandang layar Android. Wah, tak sadar sudah jam empat sore ternyata. "Bukan HP Bu, tapi android. Kak Nanta belum pulang ya Bu?" 

"Belum sayang, dia masih jalan-jalan sama Natasya," jawab Ibu, mengelus kepalaku. "Kalau Kamu ada masalah cerita saja."

Benar juga, mungkin Ibu bisa membantuku. Kuceritakan masalahku, mulai dari kebingunganku akan perasaan pada Tyas serta masalah Aerin yang wajahnya serupa denganku, juga masalah Andre, Micky atau Miko1998. Sengaja saat kubercerita namaku aku samarkan menjadi Sinca, memperlihatkan jika Sinca yang tengah bermasalah bukan aku.

Ibu tersenyum, "Katakan pada dirimu, eh, maksutku sahabatmu untuk mempercayai hati kecilnya. Masalah wajah si Sinca yang menyerupai gadis bernama Aerin itu normal, toh seperti Ibumu ini katanya dulu mirip Tamara Blezinsky," jawab Ibu, tersenyum.

Sekarang aku tau kenapa Ayah memanggil Ibu Tamara, walau nama aslinya Sriyuli. 

"Semua manusia boleh berangan," sambung Ibu. "Bisa berusaha dengan keras juga tak ada larangan untuk berencana. Namun satu yang mereka tak boleh lupakan, semua terjadi karena Tuhan. Dah dulu ya, Ibu mau masak buat makan malam. Kamu mandi gih, nanti Kakakmu pulang malah rebutan kamar mandi." Beliau bangkit berjalan menuju dapur.

Begitu ya, ibuku memang top banget deh. Kupandang Ibu dari belakang.  hmm baiklah. Aku akan serahkan kepada Tuhan, toh aku sudah berusaha semampuku dalam masalah ini.

*

23 Februari.

Bel pulang hampir berbunyi, namun guru sudah keluar kelas terlebih dahulu. Entah mengapa sang guru tak betah berlama di kelas, mungkin dia tak ingin terjebak kemacetan di gerbang utama sekolah yang kerap padat saat bel pulang sekolah. 

Aku sudah merapikan semua buku yang kumasukan kedalam tas laptop, bersiap meninggalkan kelas hendak menemui Tyas. Hari ini berbeda, Sinca berulah dan ingin Aldo mengantarnya ke suatu tempat.

"Tapi Kak, nanti Kak Nita mau diantar siapa ke cafenya?" ucap Aldo, memandang bingung Sinca. "Apa kakak tega melihatnya pergi sendirian?"

"Dia enggak akan pergi sendirian kok," jawab Sinca, mengelus pipi Aldo. "Lo santai aja sayang."

"Ca," potongku. "Memangnya siapa yang mau nganterin Aku?"

Dengan wajah sumringah Sinca mencubit pipiku. "Santai saja, yang pengting Lo sampai ke cafe dengan selamat."

"Iya deh iya." Serius, siapa yang akan mengantarku? apa kak Nanta? Natasya? atau kak Tyas akan datang menjemputku? 

Nama terakhir membuatku tak tenang. Aku gugup memikirkan bertemu dengannya, bukan karena novelku belum selesai tapi karena pesan terakhir tyas yang seolah tau apa yang tengah kulakukan bersama Andre malam minggu yang lalu. Syukurlah kuteringat apa pesan ibu. Benar, serahkan semuanya pada Tuhan.

Akhirnya bel pulang berbunyi dengan kencang. Sinca menyeret Aldo pergi terburu-buru meninggalkanku di gerbang sekolah. Sendiri kumenanti seseorang yang hendak mengantarku pergi. Bosan menunggu kumengirim pesan untuk Miko, berharap dia mau berbalas pesan denganku. Namun harapan hanya harap, tak satupun pesanku terbalaskan olehnya. 

Ada apa ini? apa dia sibuk? Kuhendak menulis pesan kembali, namun suara bisik-bisik menyita pendengaranku, membuatku urung untuk menulis pesan.

"Oh jadi itu ya si gadis plagiat?" Terdengar suara gadis yang sama, gadis yang dulu mengomentariku di perpustakaan sekolah, kulihat sekejap dia dan temannya memandangku jengah dengan kedua tangan bersila di depan dada masing-masing.

Hmmp! mereka lagi, apa mereka enggak ada kerjaan lain apa? hidup cuma mengomentari orang. Kusumpahin kena sembelit satu tahun mereka!

"Iya tuh, kudengar sih dia ditolong oleh Micky."

"Micky? oh si gitarin Luci band ya? biar kutebak, pasti gara-gara publisher ABCYZ enggak mau malu makannya mereka memaksa Micky menolongnya."

Aku tak menoleh, fokus memandang android sambil membuka dan menutup layarnya, geram sebenarnya ingin menampar kedua gadis kurang kerjaan itu. Sabar Nit. Mereka hanya manusia tak berguna yang mulut sama lubang bokong sama-sama mengeluarkan sampah bau tak sedap menjijikan.  

"Ah, iya juga sih." sambung salah satu gadis hina. "Mana mungkin gadis seperti dia bisa kenal Micky."

"Kamu lihat TV enggak? heboh banget loh katanya sih tuh cewek jual diri pada Micky, kamera wartawan mendapati mereka tengah berbuat yang tak baik di daerah Suramadu."

Kali ini mereka sungguh terlalu jauh menggosipkan diriku, namun aku masih berusaha sabar dan mendengar dengan seksama apa yang mereka ucapkan.

"Ish, gadis kek gitu hobi banget ya jelek-jelekin nama sekolah. Pake acara tak senonoh gitu dengan cowok di Suramadu demi popularitas."

Apa? aku berbuat tak senonoh di Suramadu? berita? kok aku bisa enggak tau? Kumenoleh, memandang tajam mereka dengan wajah memanas dan mata hendak melompak keluar, "Heh burung beo! Kalian ngomong apa sih?" Kukepalkan tanganku, namun baru berjalan selangkah suara lembut yang kukenal terdengar nyaring.

"Kamu tetap cantik walau marah-marah seperti itu."

Kumenoleh lalu kaget melihat Andre melepas kaca mata hitam berdiri di sebelah mobilnya yang entah sejak kapan sudah berhenti di depan gerbang sekolah. Dia memakai topi dan berkaos lengan pendek biru dengan celana jeans panjang, terlihat sangat menawan. 

Kulihat beberapa siswi berteriak histeris mengerumuninya, namun Andre tak menghiraukan mereka, dia perlahan maju dan berhenti di hadapanku, membuatku gagal fokus.

"Ayo, Kamu mau ke cafe kan?" Andre menggandeng tanganku, dia menoleh pada dua gadis tukang gosip, tersenyum sinis ke arah mereka. "Kalian berdua cantik sekali."

Kulihat ucapan Andre membuat wajah kedua gadis mulut beo merona merah. Sepertiku mereka gagal fokus dan salah tingkah, bahkan salahs atu dari mereka menggerakkan tubuhnya ke kiri dan kanan sambil menggigit bibir bawahnya.

"Tapi sayang," lanjut Andre. "Hati kalian itu busuk, seperti buah mangga yang jatuh membusuk lalu terlindas ban mobil. Baunya tak sedap, mengundang lalat hijau datang juga memaksa ingin muntah bagi siapapun yang melihatnya." Andre tersenyum, menggandengku kembali berjalan menuju mobil.

Terdengar riuk piuh dari belakang. "Hahaha, uwek pingin muntah nih liat cewek kek kalian!"

Kumenoleh kebelakang, terlihat banyak orang menertawai kedua gadis tukang gosip itu. Aku puas melihat mereka mencicipi obat malu yang biasa mereka buat. Enak enggak tuh obatnya! rasakan kalian, kuharap orang-orang akan terus menghina kalian berdua sampai lulus!

Didalam mobil aku terus berkomentar mengenai perilaku kedua sampah masyarakat itu, kuintip Tyas tersenyum fokus menyupir mobilnya.

"Biar tau rasa tuh!" ucapku. "Emang enak, makannya jadi cewek jangan banyak ngegosip gitu."

"Kamu sepertinya dendam banget ya sama mereka?"

"Iyalah! setiap kali bertemu pasti sinis, pasti nyebar gossip. Siapa coba yang tak kesal?"

"Mungkin mereka iri denganmu?"

"Iri? kenapa mereka iri denganku?"

"Kau cantik, manis, lucu, imut, baik, hmm apa lagi ya. Pokoknya kamu itu unik deh."

Kuberdecak, namun tersenyum. "Kamu baca artikel lagi?"

"Enggak kok."

"Bener?"

"Serius deh. Aku sedang nyetir mana bisa mbaca?"

Kupandang terus Andre, kuperhatikan dia selalu mengusap hidungnya walau jelas dia tak sedang kena flu. "Bohongkan. Kebiasaanmu itu enggak berubah, kalau bohong dan sedang meng hyperbolakan suatu hal pasti hidungmu gatal kan? sampai kamu gosok-gosok seperti itu."

"Tau aja. Oh iya, maaf Aku enggak bisa nemenin Kamu di cafe. Nanti Aku masih ada konser terakhir di daerah Cito."

"Konser terakhir? maksutnya apa?" jangan-jangan mereka mau bubar.

"Yakan tour Luci berakhir hari ini. Setelah konser Cito maka Luci bebas untuk nampang di TV tanpa beban."

"Oh gitu." Syukurlah. Kukira mereka akan bubar, jika begitu kasian dong Sinca nanti bisa nangis.

"Iyalah, maklum Luci band kan terkenal. Banyak tawaran konser juga banyak gadis-gadis manisyang mengantri buat nemenin kami. Sayang sih kamu enggak mau jadi pacarku, jika kamu mau aku pastikan kamu akan bahagia. Ah aku nanti mau nyari satu pacar, uhm satu apa cukup ya? lima pacar yang cantik dan manis."

Mendengar ucapan Andre, memaksa salah satu ujung bibirku tertarik ke atas. Heh, lebih baik kalian cepat bubar saja dah. 

Tak terasa mobil Andre tiba di kawasan Lida,  berhenti tepat di depan Cafe. Andre keluar dengan cepat dan membukakan pintu mobil untukku. Entah mengapa dia memeluk dan mencium keningku.

Kudorong dia menjauh. "Apaan sih, genit banget jadi cowok."

Dia tak menjawab, memandang sayu sambil mengelus kepalaku. "Aku pergi dulu ya. Jika Kamu mau pulang bareng, langsung kirim pesan saja ya."

"Kirim pesan ke siapa? nomormu saja Aku enggak punya."

"Loh? biasanya kan ka_" dia terdiam sesaat. "SMS Sinca saja ya."

"Tunggu dulu." kutarik tangannya. "Kamu kenal Sinca?"

"Kenal lah," jawab Andre, melepas genggamanku, "Bye manis." pamitnya, segera masuk ke mobil yang langsung bergegas meninggalkan daerah cafe.

Kumenggeleng memandang mobil Andre, Dasar pria aneh. Kumemandang Cafe, terlihat Tyas sudah duduk bersangga kepala memandangli dengan wajah datar, Duh gawat, pake acara drama cium kening segala tadi. Pasti kak Tyas cemburu nih. Tunggu dulu, kenapa dia cemburu? ah, apa iya dia cemburu? duh kenapa sih aku ini kok bingung sendiri. kuketok kepala perlahan berjalan memasuki cafe.

Tak ada yang berbeda pada cafe, di sini selalu menyuguhkan aroma coffe dan juga selalu ramai pengunjung, menciptakan suasana khas. Yang berbeda adalah Tyas, dia mengenakan kemeja lengan panjang tak banyak bicara. Setelah kami makan seperti biasa aku mengeluarkan laptop dan mengetik walau sebenarnya ketikanku sudah selesai, namun aku bingung karena dia terus diam memandang laptopnya, memaksa situasi canggung dan dingin singgah di meja kami.

Duh ada apa ini? tumben sih dia diam saja, biasanya sudah ribut nyalahin ketikanku juga memanggilku sampah. Kenapa aku rindu akan hal itu, aku rindu dengan panggilan sampah yang biasa dia ucapkan.

Sedikit canggung kuberanikan untuk memulai percakapan. "Kak, epilognya sudah jadi nih, mau diperiksa sekarang?" ucapku, memutar laptop.

Tyas membenarkan kaca matanya, dia nampak fokus membaca tanpa bersuara. Kenapa sih kok dia jadi begini? aku mau Tyas yang biasanya, bukan yang dingin seperti ini! "Gimana kak? sudah benar belum epilognya?"

"Rubah semua..."

"Heh? rubah apanya? yang benar saja deadline tanggal dua lima Februari dan akhir bulan harus sudah siap publikasikan?"

"Ending novelmu saja. Aku enggak suka jika ending-nya tokoh utamamu jadian sama Andre Jatmiko si pria kampungan itu."

Pria kampungan? "Maksut kakak apa? kok begitu sih." protesku. "Kak, dia itu sahabatku loh!"

"Pokoknya ganti!" Bentak Tyas dengan bola mata bergetar, "Please... ganti endingnya..." suaranya berubah parau.

"Kenapa? ayo jawab kenapa aku harus mengganti endingnya?"

"Karena aku enggak suka membaca kalian berdua pacaran, walau hanya di novel sekalipun."

"Kenapa?"

"Karena..." Tyas tertunduk tak menjawab.

"Ayo jawab, kenapa?"

"Uhm, kamu malam mingguan ngapain sama Micky?" ucap Tyas mengganti objek. "Dasar gadis sampah memalukan sekali kamu bisa berduaan sama pria dalam mobil seperti itu!"

"Heh! kamu nguntit aku ya kak?"

"Nguntit?" Tyas melipat tangan di depan dada, memandang parkiran dari jendela. "Ngapain aku nguntit gadis sampah sepertimu, kurang kerjaan banget."

"Terus kakak tau dari mana jika aku dan Andre waktu itu di Suramadu?"

Tyas terdiam sesaat, lalu memandangku tajam. "Taulah, Aku ya punya TV di rumahku!"

Aku memandang tajam Tyas, begitu pula dengannya memandang tajam diriku. Sungguh aku sangat jengkel, nafasku tak beraturan dan beberapa kali sempat kumendengus kencang. Tiba-tiba berita TV .

"Micky tertangkap basah tengah bersama seseorang gadis di mall, reporter terus membuntutinya sampai ke Suramadu. Nampak mereka tengah memadu kasih, namun reporter tak bsia mendekat karena terhalang oleh seseorang yang berusaha mengusir kameramen yang hendak mendatangi mereka"

Kulihat tampilan TV berubah, terlihat wajah yang kukenal berusaha menghalau kameramen yang hendak mendekati mobil milik Andre. Tyas mendorong, merebut kamera dan hendak membantingnya.

Kutersenyum, melihat ulah Tyas yang nampak kebakaran jenggot kala itu entah mengapa membuatku bahagia. Kupandang wajahnya yang memerah. "Heh, jadi benar kan, kakak menguntit kami malam itu?"

"Kamu dan dia jangan kelewatan seperti itu, kalian bukan sepasang kekasih," ucap Tyas.

"Apa urusannya dengan kakak? aku kekasihnya Andre kok!" Biarlah aku bohong, aku gregetan ingin tau sebenarnya aku ini siapa di matanya.

Berita di TV berlanjut. "Berikut adalah pengakuan dari Micky saat diwawancarai di kediamannya."

Kulihat di TV Andre menggaruk kepala tersenyum pada kamera. "Aku dan Nita hanya sahabat, bahkan dia sudah kuanggap sebagai adik sendiri. Malam itu dia menemaiku main ke Suramadu. Walau aku warga Surabaya namun aku tak pernah mendatangi Suramadu, jadi ya aku bisa di katakan sebagai turis dan dia pemanduku." 

Mendengar pengakuan Andre membuat Tyas berdecak, tersenyum sinis. "Heh gadis sampah mau bohong ya? ingat kamu itu masih properti ABCYZ jadi tolong ya jaga nama baik penerbit."

"Properti apa? aku manusia kak bukan barang! lagian kenapa kakak mengikutiku?"

"Ya jelas aku mengikutimu karena publisher ABC_"

"Publisher apa?" balasku. "Yang mereka mau itu novelku bukan aku! lagian mana ada sih editor yang mengatur kehidupan pribadi orang lain? ayo jujur, kenapa kakak ngikutin aku!"

"Aku_"

"Kakak cemburukan?" selaku. "Ayo ngaku aja!"

"Iya!" pekik Tyas, memandang dengan mata berkaca, kulihat sepasang mata nampak sedih dari dalam kaca matanya. "Aku cemburu! puas Kamu!"

Kuterdiam sejenak. "Kenapa cemburu? Aku ini apamu? kita bahkan tak ada hubungan khusus."

Tyas tertunduk.

"Minimal pacar baru kakak berhak marah dan cemburu!" bodoh, kenapa aku jadi seperti ini? idiot ah! Segera kumasukan laptopku, Ingin segeranberanjak meninggalkan cafe karena sekarang aku dan Tyas menjadi tontonan.

"Kamu mau ke mana?" Kulihat Tyas bangkit mengejarku keluar cafe, lalu memegang tanganku.

"Pulang!" jawabku dingin, berusaha melepaskan pegangan tangannya.

"Tunggu dulu, biar kuantar." 

Kuberbalik, memandang tajam Tyas, "Kenapa Kamu seperti ini kak." entah mengapa aku sangat bodoh, seperti kurang malu aku malah menangis.

Tyas memelukku, membisikan sesuatu. "cup cup, jangan menangis. Malu-maluin saja kamu gadis sampah."

"Kakak kenapa baik kepadaku seperti ini? jika kakak suka padaku jadikanlah aku pacarmu atau setidaknya berikan kejelasan kepadaku tentang hubungan kita, jangan beri harapan palsu jika kakak suka Aerin bukan Aku."

Tyas diam, terus mengelus kepalaku.

"Atau jangan-jangan hanya karena wajahku mirip Aerin kakak jadi baik seperti ini?"

Dia masih diam beribu bahasa. 

"Jika begitu maka jauhi Aku kak, jangan masuk lebih dalam ke hatiku. Jangan buat bingung, jangan selalu muncul di pikiranku!"

Kurasakan tubuh Tyas bergetar. "Pertama kubertemu, memang kumengira Kamu adalah Aerin. Tapi Kamu adalah Kamu, Kamu Nita Anggraini bukan orang lain."

"Lalu sebenarnya Aku ini apa bagimu kak? jika Kakak suka Aerin maka pergilah bersamanya, Kakak jangan mendua seperti ini cuma gara-gara Aku mirip Aerin, jangan porak-porandakan hati dan pikiranku Kak, please...."

Tyas tetap memelukku semakin kencang dan mulai kurasakan genangan air membasahi bahuku, mulai terengar hisak dari Tyas. 

"Kakak .... kenapa menangis?" Hatiku hancur mengetahui Tyas menangis. Sosok pria dingin, keras kepala, penuh misteri dan menakutkan jika marah bisa menangis terhisak seperti ini.

"Setelah novelmu terbit akan kuajak Kamu menemui seseorang..." ujar Tyas, lirih.

"Siapa?"

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Cinta dalam Hayalan Bahagia
597      384     3     
Short Story
“Seikat bunga pada akhirnya akan kalah dengan sebuah janji suci”.
In your eyes
7090      1727     4     
Inspirational
Akan selalu ada hal yang membuatmu bahagia
Loker Cantik
477      357     0     
Short Story
Ungkapkan segera isi hatimu, jangan membuat seseorang yang dianggap spesial dihantui dengan rasa penasaran
The First
435      310     0     
Short Story
Aveen, seorang gadis19 tahun yang memiliki penyakit \"The First\". Ia sangatlah minder bertemu dengan orang baru, sangat cuek hingga kadang mati rasa. Banyak orang mengira dirinya aneh karena Aveen tak bisa membangun kesan pertama dengan baik. Aveen memutuskan untuk menceritakan penyakitnya itu kepada Mira, sahabatnya. Mira memberikan saran agar Aveen sering berlatih bertemu orang baru dan mengaj...
Arini
865      489     2     
Romance
Arini, gadis biasa yang hanya merindukan sesosok yang bisa membuatnya melupakan kesalahannya dan mampu mengobati lukanya dimasa lalu yang menyakitkan cover pict by pinterest
Ken'ichirou & Sisca
7966      2214     0     
Mystery
Ken'ichirou Aizawa seorang polisi dengan keahlian dan analisanya bertemu dengan Fransisca Maria Stephanie Helena, yang berasal dari Indonesia ketika pertama kali berada di sebuah kafe. Mereka harus bersatu melawan ancaman dari luar. Bersama dengan pihak yang terkait. Mereka memiliki perbedaan kewarganegaraan yang bertemu satu sama lain. Mampukah mereka bertemu kembali ?
Musyaffa
79      67     0     
Romance
Ya, nama pemuda itu bernama Argya Musyaffa. Semenjak kecil, ia memiliki cita-cita ingin menjadi seorang manga artist profesional dan ingin mewujudkannya walau profesi yang ditekuninya itu terbilang sangat susah, terbilang dari kata cukup. Ia bekerja paruh waktu menjadi penjaga warnet di sebuah warnet di kotanya. Acap kali diejek oleh keluarganya sendiri namun diam-diam mencoba melamar pekerjaan s...
Panggil Namaku!
7037      1912     4     
Action
"Aku tahu sebenarnya dari lubuk hatimu yang paling dalam kau ingin sekali memanggil namaku!" "T-Tapi...jika aku memanggil namamu, kau akan mati..." balas Tia suaranya bergetar hebat. "Kalau begitu aku akan menyumpahimu. Jika kau tidak memanggil namaku dalam waktu 3 detik, aku akan mati!" "Apa?!" "Hoo~ Jadi, 3 detik ya?" gumam Aoba sena...
Foodietophia
455      338     0     
Short Story
Food and Love
It's Our Story
721      291     1     
Romance
Aiza bukan tipe cewek yang suka nonton drama kayak temen-temennya. Dia lebih suka makan di kantin, atau numpang tidur di UKS. Padahal dia sendiri ketua OSIS. Jadi, sebenernya dia sibuk. Tapi nggak sibuk juga. Lah? Gimana jadinya kalo justru dia yang keseret masuk ke drama itu sendiri? Bahkan jadi tokoh utama di dalamnya? Ketemu banyak konflik yang selama ini dia hindari?