Read More >>"> Novel Andre Jatmiko (Chapter XIII \'Sesuatu\') - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Novel Andre Jatmiko
MENU
About Us  

10 Februari 2015

Setelah ayah dan ibu datang dan sudah mengenal Natasya, menganggap gadis itu sebagai gadis baik yang membantu anak lelaki mereka keluar dari jalan kenistaan, lengkap sudah kebahagian Nanta.

Aku turut senang Natasya bisa membuat Nanta kembali menjadi kakak yang kukenal. Walau ayah sudah kembali ke luar negeri demi pekerjaan, setidaknya ibu sekarang menjadi ibu rumah tangga yang baik. Tadi pagi aku sudah bisa mencicipi masakan rumah buatannya, namun mungkin karena terbawa pikiran makanan itu terasa sedikit hambar.

Selama perjalanan ke sekolah pagi ini aku merasa sangat tak nyaman, berasa banyak mata memandang. Entah itu hanya ilusi atau memang mereka memandangiku, namun bukan tanpa alasan aku bisa memiliki perasaan seperti itu. Setelah mengetahui kasus novelku masuk TV dan wajahku terpampang di media, kumerasa seperti menjadi artis dadakan yang tenar bukan karena karya namun karena terjerat sebuah kasus.

Di sekolah Sinca dan Aldo berusaha menghibur juga memberi dorongan moral. Aku hargai apa yang mereka lakukan, namun tetap bukan dorongan yang kubutuhkan saat ini namun sebuah jalan keluar atau resolusi dari masalah yang kuhadapi. Terus terang kasus ini mempengaruhi kelanjutan dari karir juga novel yang telah menyita banyak rasa hati, waktu, juga tenagaku.

Perpustakaan terasa tak seperti biasanya. Hari ini aku duduk seorang diri di singgah sanaku entah berada di mana Sinca dan Aldo.Dalam kesendiran entah mengapa kumerasa banyak pengunjung perpustakaan mengawasi dan berbisik-bisik di belakangku. 

"Hayo, ngapain Lo ngelamun aja, mikirin kak Tyas ya?" Sican duduk di sampingku.

"Ah enggak kok."

"Ya pasti mikirin kak Tyas lah." Aldo ikut nimbrung duduk di samping Sinca.

Kutersenyum menyembunyikan isi hatiku. "Enggak ada apa-apa kok. Oh iya Do, gimana tes basketmu, sukses?"

"Sukses dong." Aldo memperhatikan wajahku. "Jujur kak ada apa? kak Tyas enggak bisa di hubungi karena dia sibuk membantu polisi mengidentifikasi gerombolan geng motor, jadi kakak jangan sedih ya."

Kembali kuperhatikan layar andorid sembari menggerogoti kuku jari tangan sendiri. Tyas memang tak dapat dihubungi karena dia tengah sibuk, namun Miko selalu berhasil kumengirim pesan padanya, namun tiada balas darinya. Padahal sekarang aku sangat butuh dia, ingin meminta bantuan karena mungkin dia bisa menolongku keluar dari masalah runyam yang tengah menjadi momok. Aku yakin dia bukan orang biasa, mana ada seorang manusia biasa dapat mengerahkan sepuluh ribu orang orang untuk mem-follow seorang penulis amatir dengan karya tulis sampah di internet. 

Sinca memandang iba. "Nit, Lo enggak ngelanjutin novelmu?"

Benar juga, aku harus memindahkan tulisan bab epilog di word ke aplikasi orange. Segera kubuka laptop hendak menulis. Tunggu dulu, Kak Tyas berpesan untuk menunggunya kan?

Aldo pun memandang cemas diriku. "Kok diem aja sih Kak, pasti ada sesuatu deh."

Hanya senyum palsu yang mampu kutunjukkan saat ini. "Enggak ada apa-apa kok."

Benar, aku enggak boleh membuat mereka yang care padaku khawatir. Aku harus bersikap seperti biasa hingga bertemu dengan kak Tyas dan membahas masalah ini. Baru hendak mengetik kumendengar bisik-bisik dari kursi belakang.

"Psst," bisik seorang gadis. "jadi itu ya si plagiat yang beritanya marak di TV?"

"Iya itu anaknya. Ish malu-maluin nama baik sekolah saja ya," jawab gadis lainnya.

"Heh!" bentak Sinca. "Mana gadis plagiat? apa maksut kalian dengan gadis plagiat, hah!"

"Eh Kribo, enggak usah nyolot!" bentak sala satu gadis.

"Iya nih, masak sih enggak tau si plagiat? padahal duduk di sebelahnya loh," tambah teman si gadis.

Sinca hendak maju melabrak mereka. "Kalian kurang aja_"

Aldo bangkit menahan Sinca. "Sudah kak sudah, jangan diladenin. Ingat ini perpustakaan."

"Tuh dengerin tuh kata teman Lo," ucap si gadis. "Mending plagiat tuh pindah sekolah aja deh, cari sekolah kusus plagiatis."

Aldo yang bermaksut melerai malah ikut tersulut. "Eh, kalau ngomong jangan asal njeplak! kalian bisa terkena pencemaran nama baik jika berucap seperti itu. Toh kak Nita belum tentu plagiat, ingat asas praduga tidak bersalah!"

"Dih, Gue kira Loe cowok pinter, ternyata sama aja seperti nih cewek. Pembela buta dari gua hantu!" hardik gadis itu.

"Eh dik, mending Lo jauh-jauh deh dari kedua gadis itu. Nular gobloknya, sayang kan wajah ganteng tapi kena virus kegoblokannya si kribo dan penulis busuk plagiat itu," tambah teman gadis yang dari tadi bersila tangan dengan alis terangkat sebelah.

Aku hanya bisa tertunduk. Kuhargai apa yang dilakukan Sinca dan Aldo, mereka adalah sahabat setia yang akan mendukungku kapanpun tanpa diminta. Namun aku hanya murid SMA yang tak mengerti peraturan bagaimana cara membela diri dalam masalah plagiatisme.

Jengkel, marah, sedih dan takut membautku berlari keluar perpustakaan. Aku takut bukan karena salah, namun karena membayangkan apa yang akan terjadi padaku nanti jika terus berada di sana. Sudah sering kudengar nasib para plagiat yang menderita secara sosial. Aku berlari secepat yang kubisa, walau dengkul lemas namun berusaha mencari tempat sepi guna menangis sepuas-puasnya tanpa gangguan dari siapapun.

Belakang sekolah menjadi pilihan yang tepat untukku. Belakang sekolah bukan seperti tempat kumuh tak terawat yang biasa digunakan tempat anak-anak nakal merokok atau melakukan hal buruk lainnya, di sini terawat dan selalu terjaga kebersihannya. Walau sempit namun ada taman memanjang yang ditumbuhi berbagai macam bunga wangi yang terawat memisahkan dinding sekolah dari gedung sekolah. 

Ya Tuhan apa salahku sehingga kau beri aku cobaan seperti ini? aku hanya ingin menulis novel, menjadikan menulis sebagai pelarianku! kenapa sekarang menjadi seperti ini? aku tak pernah menyuruh orang suka pada novelku, aku tak pernah meminta penerbit menghubungiku, namun kenapa semua harus menjadi seperti ini? Kubersender kepala pada tangan yang bersila di atas kaki yang melipat, bersender abdan pada dinding. Seketika langsung kumerasa mengambang, menjelajah mimpi.

Waktu menggelinding tak terkontrol, detik berubah menit. Terdengar bell masuk berbunyi nyaring namun tubuh tetap tak bergeming bagai patung joko dolog, sebuah patung Budha yang duduk tak bergerak di kawasan taman Apsari Surabaya.

Kembali bell berbunyi, nampaknya aku benar-benar terhanyut dalam kesendirian hingga tanpa sadar jam pulang sekolah berbunyi. Sinar matahari semakin turun menerpa wajah berbagi kehangatan, silaunya membuatku tersadar jika sekarang sudah sore. Kicauan burung semakin ramai terdengar seperti tengah mengajak bicara, bahkan mereka sudah pulang ke sarang mereka sekarang. 

Suara langkah terdengar semakin mendekat, langkah ringan itu berhenti dan dapat kurasakan jika seseorang duduk di sebelahku. Namun tak menegur atau melakukan apapun, orang itu duduk dengan nafas terdengar berat.

Kulihat Tyas duduk bersender memandang taman tak bergerak. "Kenapa Kamu jadi seperti ini?"

Aku hanya memandang taman melihat bunga yang menjadi tempat bermain burung-burung kecil yang melompat-lompat bahagia tanpa beban.

Terdengar suara decakan Tyas. "Kamu datang ke sekolah untuk belajar kan? jangan jadi sampah yang tak berguna seperti ini."

"Apa yang harus kulakukan kak?"

"Apa yang Kau rasakan?"

"Sedih."

"Sedih?" Tyas tersenyum. "Kenapa sedih? masalah plagiat itu yang penting Kamu tidak melakukannya, terserah orang mau ngomong apa."

"Tapi Aku merasa_"

"Merasa apa? hai sampah, Kau sendiri yang bilang padaku saat kita pertama kali bertemu jika Kau menulis karena passion. Jangan seperti ini, Kau sendiri yang rugi."

Tanpa sadar air membasahi pipi, juga seragam sekolahku. Kubersandar pada lengan Tyas tetap memandang taman bunga penuh warna. "Aku takut Kak, aku sedih juga bingung. Sebenarnya kenapa masalah ini bisa terjadi?"

"Anggap saja ini kerikil dalam hidupmu. Kau masih muda dan masalah kecil seperti ini hanya tes ringan dari sang pencipta."

Kata-kata Tyas sedikit memberi cahaya dalam kelamnya jiwa, bagai mercusuar yang memberi arah jalan bagi kapal di tengah badai , membimbing kapal untuk berlabuh dengan selamat di pelabuhan terdekat.

"Kau tau Aku tak pernah suka melihatmu bersedih apalagi menangis. Sekarang tegarlah, Aku antar Kau pulang. Malam ini kita akan menemui penulis yang mengklaim karyamu itu. Penerbit ada di belakangmu, mereka akan mendukungmu."

"Serius kak?"

"Aku sudah memastikannya sendiri, entah mengapa mereka sangat menginginkanmu untuk sukses. Sebenarnya siapa kamu? sehingga penerbit sangat ingin menerbitkan karyamu?" Tyas tersenyum mengelus kepalaku. "Katakanlah yang sejujurnya, kuharap Kau tak menyembunyikan sesuatu padaku setelah semua yang kita lalui selama ini."

Sungguh aku tak tau apa yang terjadi, kenapa Tyas bisa berpikir seperti ini kepadaku setelah apa yang kami lalui bersama selama ini. Aku hanya bisa menggeleng dan menjawab apa adanya. "Sumpah demi Tuhan Aku tak tau menau atas hal ini kak, Aku sendiri kaget kenapa semua ini terjadi. Pertama karena_" 

Aku terdiam, pikiranku kembali membentur sebuah tembok besar yang membuat hatiku was-was. Benar juga, semua berawal dari Miko1998. Dia membuat sepuluh ribu orang menjadi follower-ku dalam sekejab. Kupastikan semua yang memfollow-ku adalah manusia asli, karena mereka juga mengikuti banyak novel di aplikasi orange dan membalas pesan dariku walau mereka tak pernah mau memberitaukan alasan mereka memfollow-ku dan tak mau memberikan info secuil pun siapa Miko itu. Namun dapat kupastikan jika Miko adalah seorang pria muda. Dari cara dia chat, dari beberapa foto yang dia kirimkan yang menyembunyikan wajahnya.

"Hei sampah, kenapa Kau melamun?"

"Uhm enggak, enggak ada apa-apa. Yasudah yuk, katanya mau nganterin pulangkan?"

Tyas tersenyum menggandengku, menemani berjalan menuju gerbang sekolah. Banyak orang memandang kami, ada yang melihat jengah, kaget, cemburu juga ada yang tersenyum melihatku digandeng Tyas si pria ganteng.

Aku tak berlama-lama berada di rumah kosong. Kulihat tasku sudah bertengger di atas sofa tamu, sementara ibu sudah tak terlihat. Di meja makan ada nasi dan lauk pauk lengkap buatan ibu juga secarik kertas yang memberitau jika dia sekarang berada di rumah sakit. Dari surat itu kutau jika beliau berusaha menghubungiku namun androidku mati dari siang. Setelah segar dan memakai baju kemeja kotak lengan panjang berkombinasi celana panjang jeans, kumemaksa Tyas untuk makan bersama sebelum kami menuju tempat konferensi si penulis yang menuduhku melakukan plagiat.

Sesampainya di sebuah gedung oval, kami di sambut oleh Sinca dan Aldo yang telah menunggu di depan pintu masuk dengan pakaian kasual mereka. Aldo melambai bagai anak kecil melambai pada penjual mainan.

"Kak Tyas!" teriak Aldo. "Sini-sini!"

Tyas balas melambai. "Wah ternyata sudah datang. Maaf membuat menunggu ya."

"Enggak apa-apa kok Kak, Aldo tadi juga baru datang habis_"

Sinca membekap mulut Aldo. "Tadi Aldo mandinya kelamaan jadi telat njemput. Yakan Do?"

Tyas nampak terkejut. "Loh? bukannya tadi sepulang sekolah kalian ke cafe? kok malah mandi kelamaan? jadi enggak sih ke cafenya??"

Wajah Sinca memerah, dia langsung memeluk lenganku. "Nit, yuk buruan masuk. Enggak enak ngobrol di tempat seperti ini."

Aku tersenyum, ulah mereka membuatku sedikit bahagia karena aku tau apa yang Aldo lakukan hari ini. Dia pasti sudah membawa Sinca ke Cafe Pairot dan memberikan semua hadiah yang dia beli kemarin. Namun yang tak kuduga adalah kedekatan Aldo dan Tyas, cowok memang beda, mereka bisa saling dekat hanya dalam beberapa kali pertemuan. Aku iri kenapa aku tak memiliki kemampuan seperti Aldo yang bisa sedekat itu dengan Tyas dalam waktu singkat, sedangkan aku butuh waktu beberapa minggu baru bisa dekat.

Kami berempat memasuki sebuah ruang konferensi di mana ruangan itu terang oleh puluhan lampu di pinggiran atas langit-langit. Kursi berjejer dipenuhi wartawan menghadap sebuah panggung kecil bermeja panjang dengan empat kursi. Udara tetap dingin walau isi ruangan penuh, kami duduk di barisan tengah. Suara obrolan para wartawan terdengar menggema ke seantero ruangan, hingga akhirnya beberapa orang berjalan ke panggung membuat semua diam dan suara kamera mulai terdengar mengiringi cahaya flash.

Siapa diantara mereka yang mengklaim karyaku?

Keempat orang duduk, lalu konferensi berjalan cepat. Mereka mengklaim apa yang kutulis, menunjukkan buku yang sudah di cetak dan tentunya slide di layar belakang mereka menampilkan aplikasi orange.

Hmmp! aku hafal semua apa yang kutulis, bahkan dia tak merubah nama beberapa tokoh penting. Semakin lama aku berada di sini semakin mual ingin muntah mendengar ucapan mereka dari atas panggung. Entah mengapa mereka mengklaim karya tanpa ending itu menjadi milik mereka.

Ending yang hendak kutulis adalah pertemuan kembali Jatmiko dan diriku dan kami bersama memadu kasih di bawah sinar rembulan di pematang sawah yang sunyi.

"Plagiat!" teriak Tyas. "Kamu mempublikasikannya awal Februari, sementara novel yang ditulis oleh Nita telah lebih dulu di publikasikan. Namun dia mengeditnya untuk kepentingan penerbitan, saya yang menjadi editornya."

Semua yang hadir saling memandang, kamera langsung diarahkan pada Tyas. Terlihat kegugupan pada wajah si gadis berkaca mata yang mengklaim novelku.

"Nita membuatnya berdasarkan kisah nyatanya dengan seseorang pria bernama Andre Jatmiko." ungkap Tyas.

"Iya, Aku membacanya juga. Bahkan pacarku juga tau jika saat Kami berdua bertemu pertama kalinya Nita sudah mempublikasikan prolog novelnya," tambah Sinca.

"Aku menulis cerita itu!" jawab gadis kuning langsat. "Aku terinspirasi dengan kisah seseorang yang kukenal bernama Andreas. Dia ada di sini, nih orangnya."

Seorang pria hitam manis berdiri. "Iya, itu kisah Saya. Aku tinggal di desa, dia mewawancaraiku dengan seksama," ucap pria yang tadi duduk di sebelah si gadis.

"Sekarang mana buktimu? Andre Jatmiko itu pasti palsu!"

Sial! aku tak punya bukti. "Kak, aku enggak bisa menghubungi Andre saat ini. Aku bahkan tak tau di mana dia berada."

Tyas balas berucap. "Masih butuh bukti? apa kurang cukup kesaksian dari teman-teman Nita, saya, juga publisher ABCYZ?"

"Bukti bukan saksi! tau hukum enggak sih mas?" jawab si gadis. "Selain harus ada saksi, juga butuh bukti! lah sekarang di aplikasi orange saja aku lebih dahulu menerbitkan karyaku dari dia!"

Tyas membenarkan kaca matanya."Sudah kubilang sampah ini, maksutnya Nita mengeditnya sendiri pada tanggal itu. Lalu kemarin dia mengeditnya atas perintahku, makannya tanggal publish nya berubah."

"Tak ada bukti enggak usah ngomong bego!" bentak si gadis.

"Si cantik Nita, kau wanitaku selamanya, kudisini kau disana, sayang abadi selamanya. Kau curi hatiku, kau bawa selalu, wajah cantik itu, selalu terkenang selalu!"  

Kaget kudengar suara merdu dari belakang. Semua terdiam dan menoleh kebelakang, lalu beberapa wartawan langsung berdiri menyerbu ke arah sumber suara.

Loh, kok bisa seperti ini? kenapa Luci band bisa datang ke sini?

***

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
AKSARA
4824      1862     3     
Romance
"Aksa, hidupmu masih panjang. Jangan terpaku pada duka yang menyakitkan. Tetaplah melangkah meski itu sulit. Tetaplah menjadi Aksa yang begitu aku cintai. Meski tempat kita nanti berbeda, aku tetap mencintai dan berdoa untukmu. Jangan bersedih, Aksa, ingatlah cintaku di atas sana tak akan pernah habis untukmu. Sebab, kamu adalah seseorang yang pertama dan terakhir yang menduduki singgasana hatiku...
Nope!!!
1350      605     3     
Science Fiction
Apa yang akan kau temukan? Dunia yang hancur dengan banyak kebohongan di depan matamu. Kalau kau mau menolongku, datanglah dan bantu aku menyelesaikan semuanya. -Ra-
Good Guy in Disguise
653      472     4     
Inspirational
It started with an affair.
Gino The Magic Box
3301      1072     1     
Fantasy
Ayu Extreme, seorang mahasiswi tingkat akhir di Kampus Extreme, yang mendapat predikat sebagai penyihir terendah. Karena setiap kali menggunakan sihir ia tidak bisa mengontrolnya. Hingga ia hampir lulus, ia juga tidak bisa menggunakan senjata sihir. Suatu ketika, pulang dari kampus, ia bertemu sosok pemuda tampan misterius yang memberikan sesuatu padanya berupa kotak kusam. Tidak disangka, bahwa ...
Satu Koma Satu
14965      2749     5     
Romance
Harusnya kamu sudah memudar dalam hatiku Sudah satu dasawarsa aku menunggu Namun setiap namaku disebut Aku membisu,kecewa membelenggu Berharap itu keluar dari mulutmu Terlalu banyak yang kusesali jika itu tentangmu Tentangmu yang membuatku kelu Tentangmu yang membirukan masa lalu Tentangmu yang membuatku rindu
BANADIS
6776      1618     5     
Fantasy
Banadis, sebuah kerajaan imajiner yang berdiri pada abad pertengahan di Nusantara. Kerajaan Banadis begitu melegenda, merupakan pusat perdagangan yang maju, Dengan kemampuan militer yang tiada tandingannya. Orang - orang Banadis hidup sejahtera, aman dan penuh rasa cinta. Sungguh kerajaan Banadis menjadi sebuah kerajaan yang sangat ideal pada masa itu, Hingga ketidakberuntungan dialami kerajaan ...
Cinta Tiga Meter
531      339     0     
Romance
Fika sudah jengah! Dia lelah dengan berbagai sikap tidak adil CEO kantor yang terus membela adik kandungnya dibanding bekerja dengan benar. Di tengah kemelut pekerjaan, leadernya malah memutuskan resign. Kini dirinya menjadi leader baru yang bertugas membimbing cowok baru dengan kegantengan bak artis ibu kota. Ketika tuntutan menikah mulai dilayangkan, dan si anak baru menyambut setiap langkah...
KNITTED
1351      595     1     
Romance
Dara memimpikan Kintan, teman sekelasnya yang sedang koma di rumah sakit, saat Dara berpikir bahwa itu hanya bunga tidur, pada pagi hari Dara melihat Kintan dikelasnya, meminta pertolongannya.
Untuk Reina
23840      3462     30     
Romance
Reina Fillosa dicap sebagai pembawa sial atas kematian orang-orang terdekatnya. Kejadian tak sengaja di toilet sekolah mempertemukan Reina dengan Riga. Seseorang yang meyakinkan Reina bahwa gadis itu bukan pembawa sial. Bagaimana jika sesuatu yang buruk terjadi pada Riga?
Distance
1666      654     4     
Romance
Kini hanya jarak yang memisahkan kita, tak ada lagi canda tawa setiap kali kita bertemu. Kini aku hanya pergi sendiri, ke tempat dimana kita di pertemukan lalu memulai kisah cinta kita. Aku menelusuri tempat, dimana kamu mulai mengatakan satu kalimat yang membuat aku menangis bahagia. Dan aku pun menelusuri tempat yang dimana kamu mengatakan, bahwa kamu akan pergi ke tempat yang jauh sehingga kit...