Aku hadir untuk menjadi orang baru yang menyembuhkanmu.
Bisakah?
- Breakeven ????
"Satu pukulan, satu pertanyaan," ujar Galaksi.
Dewa menyeringai. "Satu pukulan, empat digit nomor Zeten."
Galaksi mendengus. "Gue ga nerima semua yang berkaitan langsung dengan Letta."
Entah dorongan apa yang membuat Galaksi malah menantang Dewa lagi. Tapi kali ini untuk mendapatkan jawaban atas pertanyaan yang membuatnya penasaran – tentang Letta – karena cewek itu malah mengusirnya tadi siang, di tambah dengan pukulan bertubi-tubi yang ia dapatkan dari cewek itu.
Damar yang sedari tadi mengoceh kesal padanya karena menurutnya Galaksi benar-benar berbeda dan tak seperti biasanya, tak di hiraukan Galaksi sama sekali, karena yang ada di benaknya sekarang hanya penasaran, dan ia butuh jawaban.
"Oke. Kita lupain pertandingannya." Dewa tersenyum miring, membalik tubuhnya, hendak melangkah pergi.
"Lo bikin gue pingsan, lo dapet nomor Letta," sela Galaksi, menghentikan langkah Dewa.
"Galaksi! Apa-apaan lo?!" Damar yang sedari tadi hanya menonton akhirnya angkat suara.
Dewa menyeringai. "Deal."
"Galaksi! Gue lebih milih di amuk macan daripada di amuk emak lo kalo gue nganterin lo dalam kondisi babak belur, apalagi pingsan!"
Galaksi tak menghiraukan ucapan Damar. Ia melepas bajunya dan langsung menaiki ring menyusul Dewa.
"Sialan lo, Gal!" umpat Damar. Tetapi masih setia menyusul Galaksi ke atas ring dan memasangkan glove tinjunya.
"Nanti gue traktir deh, mie goreng di kantin." Galaksi nyengir, sembari menepuk pundak Damar.
"Tai. Nraktir tuh yang bener dikit kek."
"Iya-iya. Gue tambah teh sisri da. Puas kan lo makan enak?"
"Enak pala lo!" maki Damar tepat di depan wajah Galaksi. Rasanya ia benar-benar ingin menonjok wajah Galaksi sekarang.
Galaksi tersenyum. "Lo belum pernah denger musuh yang bisa nyentuh wajah gue sekali pun. Jadi jangan khawatir, gue bukan pacar lo. Hehe..."
Bugh!
"Semangat," ucap Damar datar, setelah dengan mulusnya pukulannya mengenai wajah Galaksi, padahal ia tadi sudah berusaha menahannya, lantas pukulan itu membuat Galaksi meringis. Tak peduli, Damar langsung menuruni ring.
"Gue heran, apa hubungan lo sama Zeten sampe-sampe lo mau ngelakuin ini," ungkap Dewa.
"Kalo itu pertanyaan, maaf, dalam perjanjian kita tadi lo gaada ketentuan buat nanya apa-apa ke gue."
Dewa tersenyum miring, mempertipis jarak mereka, sampai wasit mengibaskan tangan di tengah-tengah mereka, mereka mulai melakukan ancang-ancang.
"Mulai!"
"Gue penasaran, seheb—"
Bugh!
Sebuah pukulan tak terduga melesat cepat, tepat mengenai rahang Dewa, membuatnya termundur beberapa langkah ke belakang.
Damar yang berada di sisi bawah ring akhirnya berpangku tangan, menatap iris menajam Galaksi yang memang akan berubah tiga ratus enam puluh derajat jika berada di dalam pertandingan.
Dewa pun merasakan pandangan menggelap Galaksi, tatapan datar namun dingin itu benar-benar terlihat menusuk. Dewa kini maju, dengan cepat melesatkan pukulannya.
Bugh!
Tidak, itu bukan Galaksi yang terpukul, melainkan perut Dewa yang terkena bogem mentah Galaksi, karena sebelumnya Galaksi dapat mengelak dari pukulan rahang yang di lontarkan Dewa. Lagi-lagi Dewa termundur, gerakan Galaksi terlalu, ah bukan, tetapi sangat-sangat cepat.
"Shit!" geramnya tertahan. Ia berusaha maju lagi. "Gue ga nyangka lo bis—"
Bugh! Bugh!
Plak!
Tendangan melayang Galaksi yang mengenai pelipis kanan, mengakhiri posisi berdiri Dewa, hingga cowok itu tersungkur.
Galaksi langsung menindih tubuh Dewa, dengan tangannya yang sudah siap untuk melayangkan sebuah pukulan lagi.
"Lima pukulan."
Bugh!
"Enam," ucap Galaksi, setelahnya langsung mendorong kasar bahu Dewa lalu kembali berdiri. "Cukup enam pertanyaan. Karena kalo lebih dari itu, gue ga yakin lo masih bisa napas."
"Sialan," geram Dewa.
Dewa berusaha berdiri. Pukulan dan juga tendangan Galaksi benar-benar meremukkan tubuhnya juga membuat kepalanya langsung berkunang-kunang.
Galaksi melepas glovenya. "Pertanyaan pertama, apa hubungan lo sama Letta dan Dion?"
Dewa menyudahi tegukan airnya yang di beri Gatra. "Mereka temen paling deket gue dulu, sebelum dia pindah," jawab Dewa dengan dada naik turun, tersengal.
"Pindahan?" Galaksi mengernyit. "Oke, pertanyaan kedua, kenapa mereka berdua pindah dan lo nggak, padahal embel-embel kalian teman dekat kayak kata lo tadi."
"Udah gue bilang itu dulu, mereka pindah karena kesalahan gue."
Dahi Galaksi semakin mengernyit. "Pertanyaan ketiga, apa kesalahan lo?"
"Jadiin Letta taruhan."
"Bedebah!" Refleks Galaksi mengumpat, juga kakinya yang refleks bergerak untuk menghampiri Dewa di sisi lain ring dan memukulnya, namun ia tahan.
Dengan rahang yang tiba-tiba mengeras, Galaksi melontarkan pertanyaan keempat. "Pertanyaan keempat, kenapa Dion bilang Letta jadi merokok gara-gara lo?"
"Letta merokok?!" Kini malah Dewa yang bertanya dengan mata melebar, tak percaya.
"Jangan pura-pura gak tau, sialan." Gigi Galaksi tiba-tiba bergemelutuk.
"Gue juga gatau! Sial! Gue harus nemuin Di—"
"Jawab gue!" Galaksi kini sudah melangkahkan kakinya dan menarik kerah baju Dewa.
"GUE JUGA GATAU! LO KIRA GUE GA SYOK DENGER LO BILANG GITU BARUSAN?!" bentak Dewa. Mendengar itu, Galaksi mendengus kasar. Baiklah, ia menganggap Dewa benar-benar tidak tahu. Untuk hal ini, mungkin ia harus benar-benar memaksa Letta atau Dion untuk memberitahunya.
"Pertanyaan kelima, kenapa lo bisa jadi penantang di sini? Atau lo emang ngebuntutin Letta?"
"Gue ga sengaja ngeliat lo sama Letta di toko buku. Dan itu pertama kalinya gue ngeliat dia lagi. Dan, gue ngebuntutin kalian sampe sini."
Alis Galaksi hampir menyatu, pantas saja, pertandingannya tiba-tiba berubah kemarin, padahal kemarin ia harusnya menghabisi beberapa orang seperti biasanya.
"Pertanyaan terakhir." Galaksi menjeda kalimatnya. "Kasih tau gue, apa yang Letta suka dan gak Letta suka."
Pertanyaan itu refleks membuat Damar, Dewa juga Gatra hampir menyatukan alisnya.
Tetapi akhirnya Dewa tersenyum miring. "Bisa gue simpulin, lo cowok yang suka sama Letta."
"Jawab pertanyaan gue," ucap Galaksi dingin, tak mengggubris pernyataan Dewa.
"Letta suka cokelat, es krim, toko buku, tengah malam, dan susu cokelat. Dia benci menstruasi," Dewa menjeda patahan kalimatnya, menghela napas pelan, "dan gue."
Mendengar itu, Galaksi mengangguk, lalu merenggangkan tangannya, setelahnya langsung menuruni ring. Mengambil kunci motornya di tangan Dewa lalu melangkah pergi begitu saja. Tapi di langkah kelima, ia berhenti.
"Banyak bacot dalam pertandingan kayak lo tadi adalah hal paling bodoh yang pernah gue liat," ucapnya tanpa menghadap Dewa. "Oh dan satu lagi, siapin diri lo, ada satu pertanyaan lagi yang mau gue tanya ke lo. Gue tunggu lagi di ring kalo misal lo bener-bener cowok." Setelahnya ia benar-benar melangkah meninggalkan arena tinju.
...
Deru suara dua motor sport yang saling beradu untuk mengejar terdengar cukup bising pada pukul sembilan malam ini. Di tambah dengan sorak-sorai penonton di kiri kanan lintasan semakin menambah parah tingkat kebisingannya.
Ckiiittt...
"Sialan!" Belah tipis di balik helm itu menggumamkan makian tertahan, tatkala yang menjadi musuhnya malam ini tepat menghadang dengan melintangkan motornya di depannya, membuatnya harus mengerem kuat agar tak menabrak musuh bodohnya itu.
Sreett, bugh!
Pukulan itu yang pertama kali terdengar tatkala si penghadang menuruni motornya. Lantas semua orang yang ada di sana hanya mampu menahan napasnya.
"DEW—" Pekikan dari sumber lain terhenti, saat Dewa – yang di pukul – mengangkat tangannya, mengisyaratkan ia tidak apa-apa.
"Bahkan muka lo sekarang udah hancur sebelum gue ngehancurinnya. Cowok kayak lo emang pembuat masalah, Dewa!" maki si pemukul, tangannya sudah kembali mencengkram kerah Dewa.
"Ow Dion," ucap Dewa, bertepuk tangan kecil sembari memperlihatkan seringaian angkuhnya. "Gue masih heran, kenapa gue gabisa-bisa buat ngalahin lo di lintasan." Kali ini Dewa tertawa.
Srugh!
Dewa tersungkur ke tanah ketika Dion mendorong kerahnya kuat.
"Kalo sekali lagi gue liat lo nemuin Kala, gue ga bakal segan-segan ngabisin muka lo."
Dewa malah mengeluarkan senyuman hambarnya. "Lo boleh habisin muka gue, tapi jawab pertanyaan gue. Kenapa Zeten ngerokok?"
Mendengar itu, Dion menggeram. "Ga usah sok peduli lo bangsat. Tentang Kala, itu bukan urusan lo lagi." Dion berbalik untuk pergi. "Cukup inget kata-kata gue tadi," tandasnya.
Dewa berdecih. "Seenggaknya gue ga jadi cowok pengecut pas Zeten di jadiin objek fantasi orang lain."
Kalimat itu taunya memberhentikan langkah Dion, rahangnya tiba-tiba mengeras. "Dan seenggaknya gue ga seceroboh itu buat ngejadiin Kala objek taruhan," ucap Dion dingin, menahan dirinya agar tidak menghabisi wajah Dewa sekarang juga.
Dewa membuang napasnya kasar. "Galaksi Abimanyu," ucap Dewa, yang lagi-lagi menahan langkah Dion. "Gue ga tau apa hubungan cowok goblok itu dengan Zeten. Gue akuin dia hebat di ring tinju. Tapi tolong jaga Zeten, orang-orang yang ga suka dengan Galaksi karena kalah di ring, bisa aja jadiin Zeten incaran balas dendam."
Dion mendengus. "Gausah sok peduli, pas lo sendiri bahkan gabisa jaga Kala. Dan satu lagi, berhenti manggil Kala dengan sebutan itu, seolah-olah lo pernah deket sama dia."
Selanjutnya Dion benar-benar pergi, dengan desau suara motornya yang akhirnya memecah keheningan di arena balap liar tersebut.
...
Next...Next... pengen tahu si galaksi sama zetheera menjalani pura-pura pacaran dan tingkah fansnya galaksi melihat mereke berdua.. Hihihihi... ;d
Comment on chapter [2] Sarkasme