BAB XXIV
Gunawan menelponku. Ia meminta maaf karena tidak bisa bertemu denganku dan Mr. Black karena ada urusan yang harus diselesaikan. Ia akan mengirim berkas-berkas dengan orang suruhannya. Ia bilang bahwa hampir seluruh pengedar sudah diculik dan disekap, dipaksa berbicara dan mundur dari sindikat pengedar tersebut atau diancam akan dilaporkan ke pihak yang berwajib. Respon dari pengedar tersebut bermacam-macam; ada yang sampai menangis-menangis memohon ampun, ada yang diam saja, bahkan ada yang menggertak balik. Tetapi ada satu orang yang selalu muncul di setiap kegiatan sindikat tersebut namun tidak melakukan apa-apa. Gunawan mencurigainya bahwa ia merupakan kaki tangan langsung dari Jee. Nama aslinya Jonathan, biasa dipanggil Jo. itu saja yang bisa ia sampaikan untuk sampai saat ini.
“Kau pernah mendengar nama Jo, Nif?” tanyaku ke Hanif.
“Jonathan, Jo, Jo.. Aku rasa aku pernah mengobrol dengannya. Ya, aku ingat, aku bertemu dengannya saat pesta miras waktu itu. Aku kira dia juga pengedar sama sepertiku. Dia bilang dia dari jurusan arsitektur.”
“Mungkin orang itu bisa memberi banyak informasi untuk kita.” kataku. “Mr. Black, kau bisa mengawasinya selagi aku kuliah kan? kau bisa mengajak hanif untuk membantumu.”
“Baik, putri” jawab Mr. Black.
Aku pergi naik taksi untuk kuliah. Setelah kelas selesai, aku tidak minta dijemput dan pulang kembali naik taksi. Aku tidak ingin menganggu Mr. Black, tapi ketika aku sampai di apartemen aku melihat sesuatu yang mencengangkan. Seseorang sedang diikat di kursi, sepertinya itu orang yang bernama Jo.
“Mr. Black apa yang terjadi?”
“Hanif, ketahuan.”
Hanif menghampiri kami. “Kami mengawasinya, tapi dia sepertinya mengenalku walaupun aku sudah memakai masker.”
“lalu kenapa kalian membawanya kesini? orang-orang akan curiga dan mereka bisa tahu keberadaan kita bukan?” tanyaku.
“Justru karena itu kami membawa Jo kesini. Mr. Black sengaja memutar arah dan dia tetap mengikuti mobil kami. Mr. Black pergi ke areal pembangunan yang sepi dan langsung mencegatnya?membuatnya tidur dengan obat bius. Kami berpura-pura sebagai temannya yang menolongnya karena terlalu mabuk untuk menggendongnya kesini.”
“Apa dia sudah bangun?” tanyaku.
“Dia baru saja sadar saat kau datang. Kami belum sempat menginterogasinya apa-apa.”
Aku bertiga menghampiri Jo disusul Hanif dan Mr.Black. Aku duduk didepannya sementara Hanif dan Mr. Black berdiri di sampingku.”
Jo membuka suara. “Rupa-rupanya aku sudah tertangkap ya?” ia begitu tenang.
“Siapa kau sebenarnya? dan apa hubunganmu dengan Jee?” tanyaku.
“Jonathan Gote. Mahasiswa arsitektur. Aku adalah teman baik Jee sekaligus kaki tangannya.” Jee sama sekali tidak ragu-ragu menjawabnya.
“Baik, apa kau mengenal Hanif?” kataku sambil menoleh sebentar ke arah Hanif.
“Ya, aku mengenalnya. Dulu ia salah satu pengedar kami, Jee menyuruhku untuk memperlakukannya dengan baik?dia tamu istimewa.
“Mengapa Jee menyuruhmu berbuat begitu?”
“Tidak, Jee tidak pernah memberitahu alasannya.”
“Apa Jee pernah membahas tentang Hanif akhir-akhir ini?”
“Tidak, kami tidak pernah bertemu lagi.”
“Kenapa?”
“Bisnis kami sedang berantakan?sebagian pelanggan menghilang dan beberapa pengedar mengundurkan diri. Kami tidak pernah mengadakan transaksi dalam waktu dekat sehingga aku dan Jee tidak pernah bertemu.”
Aku tidak ada pertanyaan lagi yang ingin kuajukan. Hanif dan Mr. Black juga hanya diam saja. Kami bertiga keluar untuk berdiskusi.
“Apa yang harus kita lakukan?” tanya hanif.
“Sia-sia saja membungkam Jo, sebentar lagi sindikat itu akan mengetahui keberadaan kita dan menggagalkan rencana kita. kita harus bergerak cepat.”
“Balik. Bandung.” cetus Mr. Black.
“Maksudmu kita akan pergi ke bandung?” Hanif sepertinya sudah mengerti apa yang dikatakan Mr. Black.
“Aku setuju. Untuk sementara ini kita harus kembali ke Bandung untuk menghilangkan jejak, dan untuk seterusnya kita harus pindah apartemen, tapi kita bisa mengurus itu sekembali dari Bandung.”
“Bagaimana dengan Jo?” tanya Hanif.
“Lepas.” sahut Mr. Black.
“Jadi, kita hanya melepasnya begitu saja? dia pantas diganjar hukuman!” bantah Hanif.
“Tidak nif, ini bukan tentang balas dendam. tujuan awal kita untuk membongkar kebusukan sindikat itu.” kataku.
“Maafkan aku. Aku tadi sedikit terbawa emosi.”
Aku senang sekarang hanif sudah bisa mengendalikan dirinya. Kami akhirnya berkemas, membawa barang yang sekiranya penting. Jo kami turunkan di tempat yang cukup jauh dan terpencil, agar menghambatnya melapor kepada Jee. Kami bertiga pergi ke bandung dan tiba pada malam hari.
“Ya ampun, Clara! kok tidak mengabari mama kalau mau pulang?” Ibuku yang membukakan pintu dan langsung memelukku.
“Buru-buru tadi ma. Ohiya perkenalkan ini temanku, Hanif. dia boleh kan menginap disini selama beberapa hari?”
“Tentu saja! masuk dulu dek Hanif, diluar dingin. Tante buat teh dulu ya buat kalian.” mama mempersilahkan kami semua masuk. Ia kembali lagi ke ruang tamu dengan menghidangkan teh hijau.
“Terimakasih tante, maaf merepotkan.” kata Hanif.
“Papa lagi keluar kota Clar, baru pulang minggu depan.” kata mamaku murung. “Mama kesepian disini, untuk kamu datang.”
Kami berempat berbincang hanya sebentar. Mama bilang hanif bisa menggunakan kamar tamu. Kami semua akhirnya kembali ke kamar masing-masing untuk beristirahat.
*
Anehnya hari ini aku bangun kesiangan, padahal sebelum-sebelumnya aku selalu bangun pagi. Aku pergi keruang tamu dan hanya menemukan Mama sedang menonton tv.
“Pagi Clara, mama sudah bikin makanan kesukaanmu, semur bakso. kalo mau makan ambil di dapur ya.”
“Entahlah, daritadi pagi sudah pergi.”
Aku merasa aneh. Hanif biasanya selalu bangun kesiangan dan Mr. Black juga tidak pernah pergi tanpa meminta izin terlebih dahulu. Apa mereka pergi keluar bersama? buat apa? aku menyingkirkan pikiran tersebut, mungkin mereka berdua hanya berjalan-jalan sebentar. Aku menunggu sampai sore hari?mereka tak kunjung kembali. Aku mulai khawatir, jangan-jangan telah terjadi kepada mereka. Mama bilang ia harus mengunjungi temannya dan pulang larut malam. Aku akhirnya sendirian di rumah. Jam menunjukkan pukul 10. Aku mulai mengantuk dan mencoba tidur, tapi aku tidak bisa berhenti memikirkan kemana perginya Mr. Black dan Hanif. Suara bel berbunyi?seseorang datang. Aku kira ibu sudah pulang. Saat aku membuka pintu, seseorang menyodorkan kue dengan lilin diatasnya.
“Selamat
Ulang tahun,
Kami ucapkan.
Selamat
Panjang umur!
Kita 'kan doakan.
Selamat
Sejahtera, sehat sentosa!!
Selamat panjang umur
dan bahagia!”
Aku sampai lupa bahwa hari ini adalah ulang tahunku! Mr. Black, Hanif, Ibu, dan Papa! mereka semua memberikan kejutan untukku. Aku mengatakan keinginanku dalam hati dan langsung meniup lilinnya. Mereka semua bertepuk tangan.
“Papa! kenapa tidak bilang-bilang kalau pulang?” kataku sambil memeluk Papa.
“Kau ini masih bertanya, Papa kan mau buat kejutan untukmu!” jawab Papa. “Berterimakasihlah sama Hanif dan Mr. Black karena mereka yang telah mencarikan kue untukmu.”
“Oh, jadi kalian menghilang seharian karena mencari kue untukku? terimakasih ya!”
Aku memeluk mereka berdua. tak kusangka mereka melakukan ini untukku.
“Pak tua memang menyusahkan, setiap aku bertanya tentang kue apa yang disukaimu pasti ia bilang tidak dan ujung-ujungnya kami membeli kue yang pertama aku pilih.” kata Hanif yang sedikit sebal dengan Mr. Black.
Mr. Black kembali memalingkan wajahnya karena kesal dengan Hanif.
“Sudah, sudah! kuenya pasti enak kok!” kataku menenangkan.
“Mama juga ada hadiah untukmu lho.” timpal mama.
Mama menyerahkan hadiahnya untukku.
Sebuah gaun merah yang cantik “Mama! inikan gaun yang aku inginkan di ulang tahun ke-17 ku!”
“Maafkan mama dulu tidak membelikannya untukmu, semoga Clara masih suka ya..”
Aku memeluk mama.
Mama pergi ke belakang untuk mengambil piring. Aku memotong kuenya dan membaginya kepada mereka berempat. Cheesecake ini benar-benar enak! Kuenya tidak habis dan sisanya aku masukkan ke kulkas. Kami berempat berbincang cukup lama, Papa dan Mama tidak ada habis-habisnya menceritakan kekonyolanku saat masih kecil?aku hilang di mall, aku buang air di kelas, dan hal aneh lainnya, aku sampai malu dibuatnya. Jam menunjukkan pukul 12 sehingga kami semua pergi tertidur.
*
Sayangnya siang ini aku, Hanif, dan Mr. Black harus kembali. Papa dan Mama terlihat sedih ketika pamit. Kami sudah tiba di Jakarta. Kami mengitari kota Jakarta untuk mencari tempat tinggal sementara sampai kasus ini selesai. Setelah berkeliling cukup lama aku menjatuhkan pilihanku pada hotel yang tidak terlalu besar. Pertimbangannya karena tempatnya nyaman dan tidak terlalu mahal sehingga kami bisa memesan 3 kamar sehingga Hanif dan Mr. Black tidak berebut kasur. Ketika aku sedang membereskan barang-barang ku seseorang mengetuk pintu. Aku mengintip dari lubang dan orang itu tidak kukenal.
“Siapa?” tanyaku.
“ Gunawan menyuruhku kesini untuk memberimu informasi penting.”
“Tunggu sebentar, aku ingin berganti pakaian.”
Aku berbalik badan dan menuju lemari. Tiba-tiba aku teringat bahwa aku tidak bilang apa-apa kepada gunawan bahwa aku menginap disini.
Orang itu pasti suruhan Jee..
Aku terlambat sadar sampai pintu itu didobrak paksa. Aku langsung berlari ke arah jendela untuk kabur, tapi tangan itu mencengkram pundakku dan membekapku dengan lap yang sudah ditetesi obat penenang. Kesadaranku menurun. Saat aku digotong oleh orang itu di lorong aku dapat melihat pintu kamar Mr. Black terbuka?Mr. Black jatuh tersungkur. Pintu kamar hanif terbuka, tapi aku tidak dapat melihat Hanif.
Aku kehilangan kesadaranku.
"Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara"
Comment on chapter BAB IIOke, mungkin kalimat itu bakal nempel dikepalaku sampai besok :))