Loading...
Logo TinLit
Read Story - Dunia Gemerlap
MENU
About Us  

BAB VI

 

            Malam sebelumnya aku membuat janji dengan Jee untuk bertemu. Ia menyebutkan suatu alamat yang bisa aku datangi. Aku sekarang sudah berada di depan sebuah rumah yang cukup besar yang sesuai dengan alamat yang diberikan oleh Jee. Seorang pembantu yang sedang menyapu teras menyuruhku menunggu dan memanggil majikannya. Jee keluar dan menyambut kedatanganku. Pembantu yang tadi sedang menyapu rumah tergesa-gesa memasuki dapur dan membuatkan teh untuk kami berdua. Aku duduk diruang tamunya. Interior yang memenuhi ruangan ini cukup modern. Sejenak aku sadar bahwa Jee merupakan anak dari keluarga yang berada.

            “Apa kau tidak kuliah hari ini?”

            “Aku tidak ada perkuliahan hari ini.”

            Aku memberikan surat yang kuterima dari kakakku Hanan kepadanya. Jee mencermati baik-baik surat tersebut. Ia mengembalikannya kepadaku dan membetulkan kacamatanya yang kendur.

            “Lalu apa yang ingin kau lakukan sekarang?”

            Pertanyaannya membuatku sedikit emosinal.

            “Sudah jelas aku harus mencaritahu tentang keberadaan kakak sekarang.”

            “Bagaimana caranya?”

            Aku terdiam sejenak dan teh yang dibuatkan oleh pembantunya telah disajikan. Untuk membantuku berpikir aku menyesap sedikit secangkir the tersebut.

            “Hanya ada satu cara yang terlintas di pikiranku.” kata Jee sambil memilin-milin kumisnya.

            “Cepat katakan Jee.”

            “Jalan agar kakakmu bisa kembali lagi adalah kau harus bisa membebaskan dirinya dari ancaman para pengedar narkoba. Dan mungkin satu-satunya cara yang bisa kau lakukan hanya  berpura-pura menjadi  pengedar. Meneruskan usaha Hanan untuk mengungkap kebobrokan dari dalamnya.”

            Ide itu terdengar sangat gila.

            “Mengapa aku harus berpura-pura menjadi pengedar untuk mengungkap semuanya? Bagaimana dengan  kakakku yang dapat mengetahui semuanya tanpa menjadi pengedar?”

            “Kakakmu itu orang yang pandai bicara. Mengumpulkan fakta satu per satu dan akhirnya menemukan penyelesaiannya. Aku pikir dirimu kurang mengenal seluk beluk kampus ini. Untuk mengetahui bukan hanya kulitnya, maka kau harus terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui isinya bukan?”

            Aku tidak bisa menyetujui ataupun membantahnya. Jee kembali menyulut sesuatu.

            “Tenanglah, ini hanya tembakau biasa.”

            Kami berdua diam sejenak.

            “Aku memiliki kenalan yang bisa merekrutmu untuk maksud kedalam geng tersebut. kau harus siap dengan berhadapan dengan benda-benda yang tidak pernah kau kecap selama ini.”

            Aku mengerti bahwa yang Jee maksud adalah barang seperti yang ia hisap ataupun miras.

            “Coba ceritakan lebih lanjut bagaimana mekanisme perekrutannya?” tanyaku pasrah.

            “Aku bisa merekomendasikanmu, hanya saja setelah diterima nanti entah kau cukup kuat untuk bertahan atau tidak.”

            Aku ingin membantahnya namun ia segera melanjutkan perkataannya.

            “Kau ini anak baik-baik. Aku rasa dirimu belum pernah menghisap sebatang rokok satupun.  Mereka itu sering mengadakan pesta yang penuh dengan perempuan dan minuman keras. Belum lagi ditambah resiko kau tertangkap saat mengedarkan barang haram tersebut.” katanya sambil tertawa.

            Jujur saja aku ini orang yang jalan hidupnya lurus-lurus saja. Aku tidak berurusan dengan sesuatu yang berkaitan dunia malam dan sejenisnya.Yang dikatakan oleh Jee benar, ini bukan hal yang sepele. Ini menentukan hidupku kedepannya.

            “Akan ku pikirkan.”

            Aku berpamitan kepada Jee dan merenungkannya sepanjang jalan menuju kosku. Kakakku masih hidup. Jika aku bertindak bodoh maka aku bukan hanya merugikan diriku sendiri namun juga mungkin akan berpengaruh kepada kakak.

            Selagi aku melangkah di trotoar jalan aku tidak sengaja menabrak seorang wanita. Tabrakan itu memang tidak terlalu keras namun tas wanita itu terjatuh dan barang-barang yang dibawanya berserakan dijalanan.

            “Maafkan aku.”

            “Tidak apa-apa, aku juga sedang  melamun tadi.”

            Ketika aku sibuk membantunya memasukkan barang-barangnya, aku menyempatkan untuk menoleh kepada wanita tersebut. Aku tak menyangka bahwa wanita yang aku tabrak ini merupakan wanita yang aku temui di rumah paman.

            “Wanda?” tanyaku setengah tidak percaya

            “Hei! Kau yang bermain gitar didepan rumahku waktu itu bukan? Tunggu?aku lupa namamu.”

            Kami berdiri.

            “Hanif?”

            Aku tersenyum karena ia masih mengingat namaku. Aku mengajaknya untuk makan siang. Wanda menyetujui tersebut dan kami singgah di salah satu restoran cepat saji. Aku mengantri untuk memesan cheese burger dan coca-cola, sementara Wanda mencari tempat duduk karena tempat itu lumayan ramai.

            “Hanif, disini!” Wanda melambaikan tangannya kepadaku

            Aku menoleh dan duduk di hadapannya. Kami menyantap makanannya terlebih dahulu baru setelah itu kita mulai berbicara.

            “Apa yang kau lakukan disini.”

            “Maksudmu? Aku kuliah di salah satu universitas swasta disini!”

            “Jurusan Biologi?” aku menebak-nebak

            “Kau ini paranormal ya? Kita baru saja bertemu dan kau seolah-olah tau semuanya.” Kata wanda menuduhku sembari tertawa. Tidak salah lagi, aku ingat semuanya. Dia adalah wanda yang dimaksudkan Angga. Aku tidak percaya bahwa sekarang orang yang telah menolak Angga itu duduk didepanku.

            “Bagaimana keadaan nenekmu?”

            “Aku kurang yakin bahwa nenek belum pulih sepenuhnya. Tapi nenek terus memaksaku untuk kembali kesini dan tidak mengkhawatirkannya.”

            “Yah, nenekmu pasti lebih mementingkan pendidikan cucunya dibandingkan dengan kesehatannya. Semoga nenekmu lekas sembuh.”

            “Terimakasih.”

            Sepertinya tidak ada topik lagi yang bisa diperbincangkan. Aku baru satu kali bertemu dengannya dan wajar apabila pertemuan kami lebih banyak diisi dengan keheningan. Aku sendiri enggan menyinggung masalah asmaranya bersama Angga. Aku sangat menghormati privasi dan tidak ingin merusak suasana hatinya. Aku menatap ke luar melalui dinding kaca. Restoran cepat saji ini terletak di jalan raya dan pemandangan yang bisa aku lihat hanyalah kendaraan yang berlalu lalang.

            Wanda menggumamkan sesuatu pelan sekali, tetapi aku masih bisa mendengarnya. Aku langsung menoleh dan menatapnya. Ia merasa canggung dan salah tingkah. Aku bilang padanya bahwa ia tidak perlu malu-malu dan boleh berterus terang kepadaku.

            “Maaf menyinggungmu, kalau boleh aku jujur kau memiliki wajah yang unik, Nif.”

            Selama ini aku sadar bahwa orang-orang menatap wajahku dengan pandangan yang sedikit aneh. Mungkin apa yang dikemukakan wanda ini adalah alasannya, pikirku.

            “Kau memiliki sepasang mata yang tajam. Bola matamu begitu hitam?sama seperti kantung matamu. Mungkin kau suka membaca ya? Hidungmu cukup besar berbanding terbalik mulutmu begitu kecil?mempertegas bahwa dirimu adalah seorang yang perasa. Rahangmu tirus, cocok dengan potongan rambut pendekmu.”

            Entah kenapa aku tersenyum oleh semua penjabarannya tentang wajahku

            “dan senyummu juga begitu kaku ?aku menyukainya.” Tambahnya.

            “Aku tidak bilang bahwa yang kamu katakan itu tidak benar. Hanya satu hal yang tepat ,yaitu kesukaanku membaca buku.”

            “Memangnya buku seperti apa yang kau baca?” tanya wanda tertarik.

            Aku ingat bahwa Wanda memiliki selera yang sama denganku.

            “Buku-buku tentang misteri dan pembunuhan.”

            “Yang benar saja! Jangan bilang bahwa kita menyukai tokoh yang sama!” pekik Wanda.

            “Terus terang, ya, aku menyukai..”

            “Sherlock Holmes!” selanya

            “Sayang sekali Hercule Poirot lah yang aku maksud.”

            Wanda kelihatan sedikit kecewa

            “Agatha Christie dan Arthur Conan Doyle. Aku pikir, kita tidak perlu memperdebatkan siapa yang terbaik karena menurutku mereka berdua adalah penulis yang hebat.”

            “Setuju!” sahut Wanda sambil mengacungkan jari telunjuknya.

            Wanda menambahkan “Nif, bagaimana kalau aku mengajakmu pergi ke bazar buku yang akan diselenggarakan di fakultas ilmu budaya minggu depan? Mereka bilang disana banyak buku-buku langka dan harganya sangat miring dibandingkan dengan toko buku biasa.”

            “Aku tidak memiliki alasan untuk menolaknya.”

            “Dimana kita akan bertemu?”

            “Aku tidak bisa menjemputmu?maksudku aku tidak memiliki kendaraan.”

            “Kalau begitu aku saja yang menjemputmu dengan sepeda motorku. Bagaimana?”

            Mungkin sekarang seluruh dunia sedang mengecamku karena stereotype orang-orang yang mengatakan bahwa seorang pria lah yang  harus mengantar sang wanita. Aku rasa itu ada benarnya, namun jika dipandang dari “kacamata”-ku maka hal tersebut bisa dikecualikan.

            “Baiklah. pukul tiga di depan restoran ini.”

            “Pukul tiga di depan restoran ini.” ulangnya.

            Kami berdua meninggalkan restoran cepat saji itu.Dia melambaikan tangannya padaku saat pergi menaiki bis kota.

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (1)
  • MulierViridi

    "Aku tidak pernah menghisap apapun selain udara"
    Oke, mungkin kalimat itu bakal nempel dikepalaku sampai besok :))

    Comment on chapter BAB II
Similar Tags
ENAM MATA, TAPI DELAPAN
619      389     2     
Romance
Ini adalah kisah cinta sekolah, pacar-pacaran, dan cemburu-cemburuan
Evolvera Life
13174      3616     28     
Fantasy
Setiap orang berhak bermimpi berharap pada keajaiban bukan Namun kadang kenyataan yang datang membawa kehancuran yang tak terduga Siapa yang akan menyangka bahwa mitos kuno tentang permintaan pada bintang jatuh akan menjadi kenyataan Dan sayangnya kenyataan pahit itu membawa bencana yang mengancam populasi global Aku Rika gadis SMA kelas 3 yang hidup dalam keluarga Cemara yang harmonis du...
HOME
338      252     0     
Romance
Orang bilang Anak Band itu Begajulan Pengangguran? Playboy? Apalagi? Udah khatam gue dengan stereotype "Anak Band" yang timbul di media dan opini orang-orang. Sampai suatu hari.. Gue melamar satu perempuan. Perempuan yang menjadi tempat gue pulang. A story about married couple and homies.
Loading 98%
659      403     4     
Romance
TRIANGLE
12333      1959     3     
Romance
"Apa pun alasannya, yang namanya perselingkuhan itu tidak bisa dibenarkan!" TRIANGLE berkisah tentang seorang gadis SMA bernama Dentara dengan cerita kesehariannya yang jungkir balik seperti roller coaster. Berasa campur aduk seperti bertie botts bean. Berawal tentang perselingkuhan pacar tersayangnya. Muncul cowok baru yang berpotensi sebagai obat patah hati. Juga seorang dari ...
ATHALEA
1420      641     1     
Romance
Ini cerita tentang bagaimana Tuhan masih menyayangiku. Tentang pertahanan hidupku yang akan kubagikan denganmu. Tepatnya, tentang masa laluku.
Arion
1183      668     1     
Romance
"Sesuai nama gue, gue ini memang memikat hati semua orang, terutama para wanita. Ketampanan dan kecerdasan gue ini murni diberi dari Tuhan. Jadi, istilah nya gue ini perfect" - Arion Delvin Gunadhya. "Gue tau dia itu gila! Tapi, pleasee!! Tolong jangan segila ini!! Jadinya gue nanti juga ikut gila" - Relva Farrel Ananda &&& Arion selalu menganggap dirinya ...
Paragraf Patah Hati
5946      1928     2     
Romance
Paragraf Patah Hati adalah kisah klasik tentang cinta remaja di masa Sekolah Menengah Atas. Kamu tahu, fase terbaik dari masa SMA? Ya, mencintai seseorang tanpa banyak pertanyaan apa dan mengapa.
Irresistible
746      530     1     
Romance
Yhena Rider, gadis berumur 18 tahun yang kini harus mendapati kenyataan pahit bahwa kedua orangtuanya resmi bercerai. Dan karena hal ini pula yang membawanya ke rumah Bibi Megan dan Paman Charli. Alih-alih mendapatkan lingkungan baru dan mengobati luka dihatinya, Yhena malah mendapatkan sebuah masalah besar. Masalah yang mengubah seluruh pandangan dan arah hidupnya. Dan semua itu diawali ketika i...
SATU FRASA
16075      3380     8     
Romance
Ayesha Anugrah bosan dengan kehidupannya yang selalu bergelimang kemewahan. Segala kemudahan baik akademis hingga ia lulus kuliah sampai kerja tak membuatnya bangga diri. Terlebih selentingan kanan kiri yang mengecapnya nepotisme akibat perlakuan khusus di tempat kerja karena ia adalah anak dari Bos Besar Pemilik Yayasan Universitas Rajendra. Ayesha muak, memilih mangkir, keluar zona nyaman dan m...