Read More >>"> Perfect Candy From Valdan (Bab 4 Senior dan Kencan) - TinLit
Loading...
Logo TinLit
Read Story - Perfect Candy From Valdan
MENU
About Us  

—Elvira—

Argh! Jalan berduaan dengan laki-laki itu bukan berarti kencan. Dan lupakan soal pegangan tangan itu, aku khilaf.

----------

El mengeluarkan dompetnya untuk membayar cangkir yang ia beli, namun sebelum ia mengeluarkan uang di dalamnya, Valdan menyelanya.

“Satukan sama saya, Mbak,” ucap Valdan kepada Mbak-mbak yang menjaga kasir.

“Baik,” balas Mbak Kasir seraya tersenyum, membuat El memutar bola matanya malas.

Gadis itu menatap petugas kasir dengan datar, lalu mendengus tak percaya.

“Jangan bilang Mbak-mbak itu kesemsem sama tuh orang?” El berdecak, “Ck, gak bisa ya liat yang bening dikit, banyak kali yang lebih ganteng dari cowok ngeselin itu!”

Penjaga kasir itu tersenyum malu mendengar ucapan El, lalu segera memasukkan kedua cangkir itu ke dalam kantung plastik berlogo nama pusat perbelanjaan itu. Sedangkan Valdan hanya melirik El sekilas. Setelah mengetahui harga dari kedua cangkir tersebut, Valdan mengeluarkan kartu atm-nya dari dompet.

El yang melihat Valdan pun mendengus, ayolah… harga kedua cangkir itu tak lebih dari tujuh puluh lima ribu!

“Terima kasih,” ucap penjaga kasir, tak lupa dengan senyum ramahnya.

Valdan mengangguk sebagai balasan.

“Ayo,” ucap Valdan kepada El, lalu menarik tangan kanan gadis itu.

“Ah, cangkirku!” ucap El, matanya melihat kantung plastik yang ada di tangan kanan Valdan.

“Aku tau, gak perlu teriak. Aku gak akan maling punya kamu, lagian aku juga punya milikku sendiri.”

Mau diam ataupun bicara, cowok ini tetap saja ngeselin, ya? Batin El.

El memutuskan untuk kembali mengalah, sampai kapan pun ia tak akan pernah menang berdebat dengan laki-laki bernama Reyvaldan Aliano Wijaya! Gadis itu menghela nafas panjang.

“Ngomong-ngomong, aku akan ganti harga cangkir milikku,” ucap El tiba-tiba ketika ia baru mengingat kalau tadi Valdan lah yang membayar cangkir miliknya.

“Gak usah,” balas Valdan singkat.

“Ya jangan gitu dong, Kak! Aku gak mau ngutang. Lagian siapa tau nanti kamu malah ngasih bunga tinggi waktu aku mau bayar, kan aku harus hemat! Ogah ah,” cerocos El.

“Aku bukan lintah darat kali, jadi orang jangan protes mulu,” balas Valdan cuek.

“Dih, Kakak gak inget diri sendiri, hah?”

“Gak sopan kamu sama senior.”

“Bodo amat!” ucap El pada akhirnya, sekarang ini kesabarannya benar-benar diuji!

Valdan menggenggam erat jemari El, menyalurkan rasa hangat dari telapak tangannya. Namun, tampaknya El masih belum sadar dengan genggaman yang Valdan lakukan. Gadis itu dengan patuh mengikuti kemana pun Valdan melangkah.

Cangkir couple yang mereka beli terlebih dahulu dititipkan, agar mereka lebih leluasa menikmati kencan mereka. Eh?

Kedua orang itu mengintari lantai dua, tak jarang mereka berhenti untuk melihat-lihat barang yang ditawarkan. Mulai dari peralatan dapur, aneka aksesoris, hingga pakaian. Melihat baju, celana, kemeja dan lainnya terjejer rapi, membuat bola mata El bersinar.

“Ayo liat ke sana, Kak!” seru El, lalu menarik Valdan melihat kaos-kaos bergambar lucu.

“Hm,” Valdan bergumam sebagai balasan, dan El mengartikannya sebagai persetujuan.

Seakan tersadar akan sesuatu, El berucap, “Aduh, Kak! Ini gak bisa dilepas, ya?” tanya El seraya menunjuk tangan kanannya yang saling berpegangan dengan tangan kiri Valdan.

“Gak bisa, susah dilepas,” balas Valdan tak acuh.

El menatap Valdan datar.

“Jangan mengada-ada lah, Kak. Aku susah nih mau milih-milih kaos! Ribet tau,” protes El seraya menatap Valdan.

El tak habis pikir. Kenapa bisa-bisanya ia tak sadar kalau sedari tadi ia bergandengan tangan dengan Valdan? Astaghfirullah, ia khilaf.

“Kalau ribet, gak perlu milih kaos,”jawab Valdan seenaknya.

“Ya Allah, kakel ini ngeselin banget!” Dengan sengaja El mengeraskan suaranya, biar Valdan tau kalau dirinya memang sedang menyindir Valdan.

Valdan melihat El, lalu mengalihkan pandangannya ke deretan kaos di depannya, “Emang kamu mau beli kaos?”

“Gak juga sih,” El terdiam sejenak. “Jangan bilang kamu mau beliin aku baju ya? Gak usah lah, Kak. Kepercayaan di daerah aku, kalau orang pacaran trus beliin pacarnya baju, kaos dan sebagainya, nanti mereka akan putus! Jadi, mending gak usah, Kak!”

“Kapan aku bilang mau beliin kamu baju?”

Astaghfirullah, Ya Allah, tolong beri hamba-Mu ini kesabaran lebih besar lagi.”

Valdan tertawa kecil melihat wajah putus asa El. Ekspresi gadis itu benar-benar lucu menurutnya. Tanpa sadar, Valdan mengeratkan genggamannya pada jemari El.

“Masih mau liat-liat baju?” tanya Valdan.

“Gak usah, makasih!” ucap ketus El.

Valdan memutuskan untuk membawa El berkeliling di lantai selanjutnya, tanpa melepaskan genggamannya. El sesekali melihat sekitarnya, siapa tau dirinya melihat sesuatu yang bagus. Ia tak tahu kalau sekarang dirinya mendadak menjadi orang yang penurut.

Gadis lima belas tahun itu hanya mengikuti kemanapun Valdan membawanya, karna sekarang ia masih belum menemukan sesuatu yang menarik minatnya.

Saat El memperluas pandangannya, tanpa sengaja ia melihat sosok yang tak asing lagi di indera penglihatannya. Tak jauh dari tempatnya, ada dua orang gadis yang sedang memilah-milah sesuatu. Yang satu membawa keranjang belanjaan. Dan salah satunya adalah Pembina kelasnya, Kak Monic.

El berpikir sejenak, ia ingat ucapan Kak Andreas tadi kepada pria di sampingnya ini.

“Kak,” panggil El kepada Valdan yang dengan serius melihat bermacam kacamata yang tersusun rapi di sebelah jam tangan.

“Hm,” gumam Valdan sebagai balasan, namun Valdan sama sekali tak menoleh ke arah El.

El merengut, ia merasa terkacangi. Kalau tahu seperti ini, harusnya tadi ia kabur saja. Ah iya, mengingat tangannya yang masih bergandengan, bagaimana caranya ia kabur?

“Ayolah, Kak, aku mau tanya serius ini!”

“Nanya apa?” jawab Valdan singkat, seraya menatap El.

Ditatap seperti itu oleh Valdan, membuat El merona malu.

“Kamu gak perlu natap aku seperti itu, Kak!” cetus El lalu mengalihkan pandangannya.

“Katanya tadi mau nanya,” ucap Valdan sembari terus menatap El.

“Ah iya,” ucap El lalu kembali menatap Valdan. “Begini Kak, kamu kesini gak ada hal lain gitu? Misalnya nyari hadiah, gitu?”

Valdan menatap El, lalu tersenyum kecil. “Gimana kamu tau?”

“Tentu aja lah, Kak! Kan tadi aku denger pembicaraan kamu sama Mas Ganteng!” cerocos El.

Valdan terdiam. El mengerutkan kening bingung melihat Valdan tiba-tiba terdiam. Namun, seketika ia menyadari sesuatu, tanpa sengaja dirinya tadi memanggil Kak Andreas dengan panggilan Mas Ganteng.

Uhuk. El tersedak ludahnya sendiri.

“Aduh, maksud aku Kak Andreas, Kak, iya Kak Andreas! Ahahaha…” El tertawa hambar, dengan gugup ia melirik Valdan yang menampakkan wajah dingin.

Ya Allah, dirinya salah bicara. Huhuhu… wajah kakel ngeselin itu jadi tambah serem, hiks.

“Ahahaha…” El yang semula tertawa hambar, kini langsung terdiam begitu Valdan membungkuk, mendekatkan wajahnya.

“Jangan ulangi.”

Seluruh tubuh El mendadak membeku saat merasakan suara Valdan yang begitu dingin. Bahkan sampai menembus pori-porinya dan membuat bulu kuduknya berdiri. Orang di depannya ini benar-benar bertambah dingin! Sungguh mengerikan, hiks!

“I—iya! Baik!” jawab El cepat, sebelum tubuhnya berubah menjadi es batu.

Oh ya, ngomong-ngomong kenapa ia harus peduli dengan Valdan soal panggilan sayangnya kepada Mas Ganteng? Duh, mana si senior diktator kelihatan seperti orang cemburu lagi!

Astagfirullah, jangan bilang Kak Valdan beneran cemburu? Wajah El berubah horror ketika otaknya berpikir terlalu jauh.

“Bagus,” ucap Valdan tanpa ada nada dingin seperti sebelumnya. Valdan mengangkat tangan kanannya lalu menepuk pelan kepala El. “Lagipula, masih gantengan juga aku!” sambungnya.

El hanya mengangguk dengan pipi merona. Memang benar. Valdan memang lebih ganteng sebenarnya, hanya sifatnya itu… slalu sukses buat orang lain ber-istighfar terus.

Valdan tersenyum puas melihat El mengangguk menyetujui ucapannya, kemudian ia kembali menegakkan tubuhnya.

“Ya, kamu benar, beberapa anggota OSIS ke sini nyari sesuatu buat hadiah untuk dibagikan di hari terakhir MOS, yah begitulah,” ucap Valdan, menjawab pertanyaan El sebelumnya.

“Ohh… lalu, kenapa Kakak gak bantuin nyari? Malah enak-enakan berkeliling bareng aku,” komentar El atas sikap Valdan yang terlalu santai.

“Repot, aku sibuk,” jawab Valdan tak acuh.

”Repot? Sibuk? Sibuk dari mananya? Orang dari tadi kamu cuma nyeret aku ke sana kemari doang, dih!”

Valdan menaikkan satu alisnya mendengar komentar El. “Nah, itu kesibukan aku,” ucapnya enteng, lalu ia kembali menghadap kacamata yang dipajang.

El langsung mendatarkan wajahnya. Orang ini benar-benar seenaknya! Gadis itu menghela nafas putus asa, kemudian ia melihat Valdan yang mengambil sebuah kacamata bulat dengan kaca berwarna bening.

“Val!”

El dan Valdan menoleh ke arah sumber suara. Namun, Valdan hanya berdehem singkat dan kembali memperhatikan kacamata bulat di tangannya.

“Kak Monic,” sapa El lalu tersenyum.

Monic dan gadis di sebelahnya membalas sapaan El dan tersenyum.

“Lit, cewek ini anak gue, anak kelas gue maksudnya,” jelas Monic pada orang di sebelahnya.

“Ohh, adik kelas. Halo, Dek, saya Thalita, panggil aja Kak Lita,” ucap Lita memperkenalkan diri. Thalita menatap El dengan aneh, namun gadis itu memaksakan bibirnya untuk tersenyum pada El.

“Iya, Kak, halo juga, nama saya Elvira,” balas El lalu tersenyum sopan.

Monic menatap El bingung, dia memutuskan untuk bertanya, “Oh ya, Dek, kenapa kamu di sini? Mau beli sesuatu juga, ya?”

El bingung harus menjawab apa. Iya, memang dirinya ke sini untuk beli sesuatu, tapikan dirinya tadi sudah membeli barang yang dia inginkan. Lalu… El yang tak tahu harus menjawab apa, hanya melirik Valdan.

Tidak mungkin kan kalau dirinya menjawab, karna orang ini menyeretnya?

“Ah, kamu sama Valdan ya?” ucap Monic dengan nada menggoda.

El mengangguk ragu, dan Valdan melirik sekilas. Thalita tak berkata apapun, hanya menatap El tak suka.

“Ada yang kencan gak bilang-bilang,” ucap Monic sengaja menyindir Valdan.

Valdan berbalik, menghadap El, lalu memasangkan kacamata bulat yang dipegangnya kepada gadis itu. Yang membuat El memasang wajah bodoh.

“Ngapain juga harus bilang ke lo, gak ada untungnya,” balas Valdan cuek, lalu menghadap Monic dan Thalita, mengabaikan El yang hendak protes.

El menutup mulutnya, mengurungkan ucapan protesannya atas tingkah Valdan yang seenaknya. Tangan kirinya yang bebas terangkat membetulkan letak kacamata yang Valdan pasangkan.

“Sialan lo, betewe kemana aja lo? Enak aja kagak bantuin!” ucap Monic kepada Valdan.

“Gue sibuk, kencan,” jawab Valdan tak peduli.

“Nggak! Gak kok, Kak! Jangan percaya!” El yang sedari tadi diam membuka mulutnya untuk membantah kata-kata Valdan.

Kan memang bukan kencan!

El menatap Valdan tajam, mulutnya tak berhenti merutuki Valdan. Dalam hati sayangnya, mana berani dirinya bicara langsung?

“Itu,” kata Monic seraya menunjuk tangan El dan Valdan yang saling bergandengan. Kemudian senior cantik itu tertawa menggoda, “Langgeng ya, Dek. Jangan lupa nguatin hati kamu atas sikap Valdan, ahahaha…”

Gadis yang tangannya digenggam Valdan itu menatap seniornya horror. Runtuh sudah wajahnya. Semua ini salah Reyvaldan Aliano Wijaya! Huh!

“Gue duluan,” ucap Valdan singkat lalu menarik tangan El pergi tanpa mendengarkan jawaban Monic ataupun Thalita.

Monic dan Thalita melihat Valdan dan El yang menjauh menuju kasir. Monic tersenyum kecil melihat kedekatan Valdan dan El. Sifat Valdan yang pemaksa memang tak berubah, dan ia yakin adik kelasnya itu pasti dipaksa Valdan untuk berkencan. Mengingat sifat Valdan yang seenaknya.

“Lo liat sendiri, kan Lit? Udah, lo nyerah aja, Valdan udah sama yang lain. Dia udah bahagia sama cewek itu, jangan ganggu kebahagiaan mereka,” ucap Monic tiba-tiba kepada Lita yang masih menatap jauh Valdan.

“Tapi Nic—”

“Lo sama Valdan itu cuma mantan, itu juga udah setahun yang lalu, Lit! Lo move on dong, cari tambatan hati lo yang lain, jangan terus ngarepin Valdan. Hati Valdan udah dimiliki cewek lain, lo ikhlasin dia!”

Thalita menghela nafas. “Gue masih cemburu liat dia gandengan sama adik kelas itu, Nic.”

“Makanya lo cari cowok lain yang bisa ngambil hati lo, jangan terus ngarepin Valdan. Dan Lit, jangan berbuat macem-macem hanya karna lo cemburu, lo masih bisa temenan sama Valdan. Temenan biasa,” ucap Monic panjang.

“Udah ah, ayo ke kasir, keburu antreannya panjang,” lanjutnya.

“Ya,” balas Lita lalu mengikuti Monic di belakangnya.

“Gue masih belum bisa move on dari lo, Val,” gumam Lita pelan.

--------

REYVI

-------

Tags: twm18

How do you feel about this chapter?

0 0 0 0 0 0
Submit A Comment
Comments (0)

    No comment.

Similar Tags
Melihat Mimpi Awan Biru
3140      1080     3     
Romance
Saisa, akan selalu berusaha menggapai semua impiannya. Tuhan pasti akan membantu setiap perjalanan hidup Saisa. Itulah keyakinan yang selalu Saisa tanamkan dalam dirinya. Dengan usaha yang Saisa lakukan dan dengan doa dari orang yang dicintainya. Saisa akan tumbuh menjadi gadis cantik yang penuh semangat.
Koma
15917      2667     5     
Romance
Sello berpikir bisa menaklukkan Vanda. Nyatanya, hal itu sama halnya menaklukkan gunung tinggi dengan medan yang berbahaya. Tidak hanya sulit,Vanda terang-terangan menolaknya. Di sisi lain, Lara, gadis objek perundungan Sello, diam-diam memendam perasaan padanya. Namun mengungkapkan perasaan pada Sello sama saja dengan bunuh diri. Lantas ia pun memanfaatkan rencana Sello yang tak masuk akal untuk...
Benang Merah, Cangkir Kopi, dan Setangan Leher
197      157     0     
Romance
Pernahkah kamu membaca sebuah kisah di mana seorang dosen merangkap menjadi dokter? Atau kisah dua orang sahabat yang saling cinta namun ternyata mereka berdua ialah adik kakak? Bosankah kalian dengan kisah seperti itu? Mungkin di awal, kalian akan merasa bahwa kisah ini sama seprti yang telah disebutkan di atas. Tapi maaf, banyak perbedaan yang terdapat di dalamnya. Hanin dan Salwa, dua ma...
Letter hopes
809      454     1     
Romance
Karena satu-satunya hal yang bisa dilaukan Ana untuk tetap bertahan adalah dengan berharap, meskipun ia pun tak pernah tau hingga kapan harapan itu bisa menahannya untuk tetap dapat bertahan.
Persapa : Antara Cinta dan Janji
6676      1629     5     
Fantasy
Janji adalah hal yang harus ditepati, lebih baik hidup penuh hinaan daripada tidak menepati janji. Itu adalah sumpah seorang persapa. "Aku akan membalaskan dendam keluargaku". Adalah janji yang Aris ucapkan saat mengetahui seluruh keluarganya dibantai oleh keluarga Bangsawan. Tiga tahun berlalu semenjak Aris mengetaui keluarganya dibantai dan saat ini dia berada di akademi persa...
Cinta Aja Nggak Cukup!
4660      1499     8     
Romance
Pernah denger soal 'Triangular theory of love' milik Robert Sternberg? The one that mentions consummate love are built upon three aspects: intimacy, passion, and commitment? No? Biar gue sederhanakan: Ini cerita tentang gue--Earlene--dan Gian dalam berusaha mewujudkan sebuah 'consummate love' (padahal waktu jalaninnya aja nggak tau ada istilah semacam itu!). Apa sih 'consummate love'? Penting...
Peringatan!!!
1920      822     5     
Horror
Jangan pernah abaikan setiap peringatan yang ada di dekatmu...
Di Balik Jeruji Penjara Suci
10096      2134     5     
Inspirational
Sebuah konfrontasi antara hati dan kenyataan sangat berbeda. Sepenggal jalan hidup yang dipijak Lufita Safira membawanya ke lubang pemikiran panjang. Sisi kehidupan lain yang ia temui di perantauan membuatnya semakin mengerti arti kehidupan. Akankah ia menemukan titik puncak perjalanannya itu?
seutas benang merah
1841      720     3     
Romance
Awalnya,hidupku seperti mobil yang lalu lalang dijalan.'Biasa' seperti yang dialami manusia dimuka bumi.Tetapi,setelah aku bertemu dengan sosoknya kehidupanku yang seperti mobil itu,mengalami perubahan.Kalau ditanya perubahan seperti apa?.Mungkin sekarang mobilnya bisa terbang atau kehabisan bensin tidak melulu berjalan saja.Pernah mendengar kalimat ini?'Jika kau mencarinya malah menjauh' nah ak...
Petrichor
5104      1200     2     
Romance
Candramawa takdir membuat Rebecca terbangun dari komanya selama dua tahun dan kini ia terlibat skandal dengan seorang artis yang tengah berada pada pupularitasnya. Sebenarnya apa alasan candramawa takdir untuk mempertemukan mereka? Benarkah mereka pernah terlibat dimasa lalu? Dan sebenarnya apa yang terjadi di masa lalu?